Sejarah dan Asal Usul Kerajaan Buton dari Sulawesi Tenggara

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
25 Juli 2022 18:51 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejarah Kerajaan Buton. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Kerajaan Buton. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Kerajaan Buton merupakan salah satu kerajaan Islam yang ada di Sulawesi pada abad ke 13. Kerajaan ini dibentuk karena sekelompok orang Melayu yang singgah dan menempati Pulau Buton. Lambat laun, kerajaan ini menjadi kerajaan Islam karena pengaruh Sayid Jamaluddin Al Kubra.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, agama Islam mulai berkembang pesat di wilayah kesultanan Buton. Bahkan terdapat peraturan undang-undang di kesultanan Buton yang disebut dengan Murtabat Tujuh dan memiliki kaitan yang erat dengan tasawuf. Perundang-undangan tersebut mengatur tugas, fungsi, dan kedudukan kesultanan secara formal.
Menyadur laman Universitas Bina Bangsa Getsempena, Kerajaan Buton berada di Pulau Buton yang saat ini sudah masuk ke dalam wilayah Sulawesi Tenggara. Jika dilihat secara lebih detail, lokasi ini berbentuk seperti sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan.
Seiring berjalannya waktu, tempat ini mulai menjadi tempat singgah oleh para pendatang yang mampir ke wilayah-wilayah Nusantara. Kendati demikian, pulau Buton ini sudah dikenal sejak lama, bahkan Patih Gadjah Mada menyebutkan pulau ini dalam Sumpah Palapa.
ADVERTISEMENT
Sayang, masa kejayaan Kerajaan Buton harus berakhir di tangan VOC. Serangan dari VOC tersebut bertujuan untuk merebut wilayah Buton dan rempah-rempah yang ada di sekitarnya. Ingin tahu lebih lengkap mengenai Kerajaan Buton? Simak informasinya pada artikel berikut ini.

Awal Mula Kerajaan Buton

Kesultanan Buton adalah salah satu kerajaan bercorak Islam di Indonesia yang berada di Sulawesi Tenggara. Berdirinya kerajaan ini tidak lepas dari peranan orang-orang Melayu yang datang ke wilayah Buton pada akhir abad ke-13 M.
Adapun empat tokoh penting yang berperan dalam terbentuknya Kerajaan Buton ini, yakni Sipanjongan, Sijawangkati, Simalui, dan Sitamanajo. Keempatnya berasal dari Semenanjung Melayu yang kemudian datang terpisah ke Buton.
Menyadur buku Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton karangan Susanto Zuhdi, tokoh-tokoh penting yang disebutkan di atas mulai membangun sebuah desa dengan sistem pemerintahannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring berjalannya waktu, desa tersebut akhirnya melebur menjadi satu dan pada akhirnya menjadi Kerajaan Buton. Pada saat itu, seorang raja di angkat dan ia adalah seorang perempuan bergelar Rajaputri Wa Kaa Kaa.
Kemudian, pada tahun 1542 M, kerajaan ini berubah menjadi sebuah kesultanan dan dilantik lah sultan pertama untuk Kerajaan Buton pada saat itu, yakni Lakilaponto yang mendapatkan gelar Kaimuddin Khalifatul Khamis.
Sebagai informasi, Kerajaan Buton pada awalnya adalah kerajaan yang menganut agama Hindu Buddha. Namun, seiring dengan perkembangan dan pengaruh dari para pemimpinnya, Kerajaan Buton mulai memeluk agama Islam dan mengembangkan aturan-aturan yang berhubungan dengan sistem perpajakan dan lainnya.
Orang yang pada saat itu berpengaruh dalam membawa ajaran Islam ke Kerajaan Buton ialah Syeikh Abdul, Timbang Timbangan, hingga Raja Halu Oleo yang bergelar Ulul Amri.
ADVERTISEMENT

Masa Kejayaan Kerajaan Buton

Masa kejayaan Kesultanan Buton. Foto: RRI
Masa kejayaan Kerajaan Buton terjadi tepat pada abad ke-17. Pada masa itu, seluruh sistem pemerintahan di Buton berkembang dengan pesat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, salah satu sistem pemerintahan yang berpengaruh besar pada kerajaan ini adalah sistem perpajakan.
Memang pada masa itu, hanya Kerajaan Buton yang menerapkan sistem perpajakan. Itu sebabnya, Kerajaan Buton dianggap lebih maju dibandingkan dengan kerajaan lain yang ada di sekitar Pulau Sulawesi.
Selain sistem perpajakan, Kerajaan Buton juga kerap menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan di sekitarnya. Karena hal tersebut, perekonomian di Kerajaan Buton mulai meningkat seiring dengan perkembangan waktu.
Apabila melihat segi hukum, Kesultanan Buton juga memiliki sistem yang adil dan bijaksana. Bahkan hukum yang ada di kerajaan ini berlaku untuk semua rakyat Buton yang bersalah. Karena adanya aturan tegas seperti ini, para pejabat pemerintah pun ikut tertib dan menjalankan tugasnya sebagaik mungkin.
ADVERTISEMENT

Masa Keruntuhan Kerajaan Buton

Meski sudah bejaya dan memiliki sistem pemerintahan yang baik, Kerajaan Buton pun bisa mengalami keruntuhan pada awal tahun 1637. Hal tersebut diawali karena perjanjian Kerajaan Buton dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Pada tahun 1612, VOC mengirimkan utusannya ke wilayah Buton, dan pada 1613 dilakukan perjanjian antara VOC dan Buton. Isi perjanjian itu antara lain VOC akan membantu melindungi Buton dari berbagai serangan musuh, sementara VOC diberikan izin menetap di wilayah Buton.
Namun, perjanjian tersebut tidak berjalan dengan semestinya karena VOC memiliki niat buruk terhadap Pulau Buton yang memiliki lokasi strategis untuk menguasai jalur perdagangan di wilayah timur tersebut.
Menurut laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, hubungan antara Kerajaan Buton dan VOC mulai retak pada tahun 1637. Karena keretakan tersebut, timbul perang yang menimbulkan banyak korban berjatuhan.
ADVERTISEMENT
Sayang hasil dari perang tersebut membawa kemenangan untuk pihak VOC. Pada akhirnya, VOC berhasil menjatuhkan dan merebut benteng Kerajaan Buton.
Tidak sampai di situ, perang antara VOC dan Kerajaan Buton kembali terjadi pada tahun 1752, 1755, dan 1776. Hal tersebut dipicu karena kecurangan dalam perdangan rempah-rempah di wilayah Buton yang merugikan banyak pihak.
Dalam buku Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara karangan Faisal Ardi Gustama, disebutkan juga bahwa faktor lain dari keruntuhan Kerajaan Buton ialah konflik internal di lingkungan kerajaan yang melemahkan kekuatan Kesultanan Buton.
Berbagai ancaman terus menyelimuti Buton hingga akhirnya Indonesia merdeka pada 1945. Kesultanan Buton pun masuk dalam pemerintahan Indonesia, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara.

Mengenal Benteng Wolio, Peninggalan Kerajaan Buton

Benteng Wolio, peninggalan Kerajaan Buton. Foto: Wikimedia Commons
Kawasan Benteng Wolio berada di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan peninggalan dari pusat Kesultanan Buton (1332-1960).
ADVERTISEMENT
Peninggalan bersejarah ini sudah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 115/M/2021 tanggal 28 Mei 2021 tentang Kawasan Cagar Budaya Benteng Wolio, Buton sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional.
Mengutip laman Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, Benteng Wolio ini didirikan pada tahun 1610 oleh Sultan Buton ke-4, yaitu Dhayanu Iksanuddin atau nama aslinya La Elangi dengan gelar Mobolina Pauna.
Ukuran benteng Keraton Buton adalah dengan keliling bangunan 2.740 meter persegi yang berbentuk mengikuti kontur tanah dengan posisi di atas bukit. Benteng ini mempunyai bastion sebanyak 16 buah dengan perincian bastion bulat 6 buah, segi empat buah sebanyak 1 buah, utara 6 buah, selatan 5 buah, dan timur 4 buah.
ADVERTISEMENT
Benteng ini terbuat dari batu karang yang disusun menurut besar pecahan batunya dan tiap batu tidak dibentuk persegi panjang. Sebagai informasi, Benteng Wolio disebut dengan Benteng Keraton Buton karena di dalam benteng tersebut terdapat rumah tinggal Sultan Buton.
Di dalam Benteng Wolio, ada juga Masjid Kesultanan, Batu Popaua yang merupakan tempat untuk melantik sultan pada zaman dahulu. Ketika dilantik, sang sultan akan dipandu untuk mengucapkan sumpah yang harus ditepati selama menjabat sebagai pemimpin negeri.
(JA)