Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Perang Salib dan Latar Belakangnya
11 Mei 2024 5:13 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Jurnal Al-Ulum, Syukur Syamzan. (2011), Perang Salib merupakan peperangan yang pernah terjadi antara orang-orang Muslim dan Kristen pada masa lalu.
Perang salib merupakan serangkaian perang agama yang dikobarkan pada tahun 1095 oleh Gereja Katolik Roma. Perang Salib yang terkenal terjadi antara 1095 dan 1291 di Timur Dekat, di mana tentara Kristen Eropa berusaha merebut kembali kota Yerusalem dari islam.
Sejarah Perang Salib dan Latar Belakangnya yang Perlu Diketahui
Sejarah Perang Salib dan latar belakang wajib diketahui. Khususnya bagi umat Kristiani. Perang Salib dimulai pada November 1095, yaitu 926 tahun lalu.
Perang Salib berbeda dari konflik-konflik keagamaan lainnya karena orang-orang yang ikut serta dalam perang ini meyakini perjuangan mereka sebagai laku tobat demi mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang sudah mereka akui.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa pendapat mengenai ruang lingkup dari Perang Salib. Ada sejarawan yang berpendapat bahwa hanya ziarah-ziarah bersenjata ke Yerusalem saja yang dapat disebut Perang Salib.
Akan tetapi ada pula sejarawan yang berpandangan bahwa Perang Salib adalah semua kampanye militer Katolik dengan iming-iming pahala rohani bagi orang-orang yang ikut berjuang sebagai ciri utama.
Perang Salib yang paling terkenal adalah perang-perang perebutan Tanah Suci melawan kaum muslim di kawasan timur Mediterania antara tahun 1096 sampai tahun 1271.
Sejak abad ke-12, ada pula Perang Salib melawan orang Moro Iberia, Perang Salib melawan Kekaisaran Turki Utsmaniyah, dan Perang Salib untuk maksud-maksud lain.
Termasuk untuk memerangi kaum pagan, memberantas kaum bidah, dan menuntaskan silang sengketa di antara pihak-pihak yang sama-sama beragama Kristen Katolik.
ADVERTISEMENT
Perang Salib pertama kali dicetuskan oleh Paus Urbanus II pada 1095 dalam sidang Konsili Clermont. Laskar Salib mengasaskan empat negara baru, yang lazim disebut Outremer (Tanah Sabrang).
Beberapa negara tersebut di antaranya yakni Negara Kabupaten Edessa, Negara Kepangeranan Antiokhia, Negara Kerajaan Yerusalem, dan Negara Kabupaten Tripoli.
Laskar Salib pada akhirnya terdesak mundur sesudah hampir dua abad bercokol di Tanah Suci. Akko, kota terakhir Laskar Salib di Tanah Suci, direbut kaum muslim pada 1291.
Reconquista (Penaklukan Balik) dan perang Kristen-Islam di Semenanjung Iberia dinyatakan sebagai Perang Salib pada 1123.
Keduanya berakhir dengan tumbangnya Emirat Granada pada 1492. Perang Salib Utara yang menundukkan suku-suku pagan di kawasan timur laut Eropa ke bawah kekuasaan Jerman, Denmark, dan Swedia juga dianggap sebagai Perang Salib sejak tahun 1147.
ADVERTISEMENT
Pada 1199, Paus Inosensius III menjadi paus pertama yang memaklumkan Perang Salib politik untuk menundukkan penguasa-penguasa Kristen yang membandel. Perang Salib dijadikan sarana memerangi kaum bidah di Lengadok sejak tahun 1208.
Perang Salib melawan kaum bidah berlanjut di Savoia serta Bohemia pada abad ke-15 dan dilancarkan terhadap kaum Protestan pada abad ke-16.
Latar Belakang Perang Salib
Setelah pasukan muslim mengalahkan Bizantium pada Pertempuran Yarmuk pada 636. Saat itu Palestina berada di bawah kendali Kekhalifahan Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah.
Hubungan politik, perdagangan, dan toleransi antara negara-negara Arab dan Kristen Eropa sedang mengalami pasang surut hingga tahun 1072, ketika Fatimiyah kehilangan kendali atas Palestina dan beralih ke Kekaisaran Seljuk Raya yang berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Kendati khalifah Fatimiyah Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus, penerusnya mengizinkan Kekaisaran Bizantium untuk membangunnya kembali. Para penguasa muslim mengizinkan peziarahan bagi umat Katolik ke tempat suci.
Para pemukim Kristen lantas dianggap sebagai dzimmi (orang non-Muslim merdeka yang hidup dalam negara Islam) dan perkawinan campur tidaklah jarang terjadi.
Budaya dan keyakinan hidup berdampingan dan saling bersaing, tetapi kondisi-kondisi daerah perbatasan tidak bersahabat bagi para pedagang dan peziarah Katolik.
Gangguan atas peziarahan karena penaklukan bangsa Turki Seljuk memicu dukungan bagi perang-perang Salib di Eropa Barat.
Kekaisaran Bizantium melakukan ekspansi wilayah pada awal abad ke-10 melalui Basilius II yang menghabiskan sebagian besar kekuasaannya selama setengah abad dengan melakukan berbagai penaklukan.
ADVERTISEMENT
Meskipun mewariskan peningkatan harta benda, mereka menelantarkan urusan-urusan domestik dan mengabaikan tugas untuk menggabungkan hasil-hasil penaklukannya ke dalam ekumene Bizantium.
Sementara itu, tak ada satu pun penerus Basilius yang memiliki bakat politik atau militer. Tugas mengatur kekaisaran semakin banyak diserahkan kepada pelayanan sipil.
Upaya-upaya mereka untuk mengembalikan kemakmuran perekonomian Bizantium justru memicu inflasi.
Untuk menyeimbangkan anggaran yang semakin tidak stabil, tentara tetap Basilius dibubarkan dan tentara themes (divisi administratif utama dari Kekaisaran Romawi Timur pada abad pertengahan) digantikan dengan tagmata (satuan militer yang sebesar batalion).
Setelah kekalahan pasukan Bizantium pada 1071 dalam Pertempuran Manzikert, bangsa Turki Seljuk menguasai hampir keseluruhan Anatolia dan kekaisaran tersebut kerap kali mengalami perang saudara.
ADVERTISEMENT
Penaklukan kembali Semenanjung Iberia dari kekuasaan kaum Muslim dimulai pada abad ke-8 dan mencapai titik baliknya dengan direbutnya kembali Toledo pada 1085.
Kendati dalam Konsili Clermont tahun 1095, Paus Urbanus II telah membandingkan peperangan Iberia dengan Perang Salib Pertama yang dimaklumkannya, tetapi status perang salib baru diperoleh melalui ensiklik (surat amanat Paus) Paus Kallistus II tahun 1123.
Setelah ensiklik ini, kepausan menyatakan perang-perang salib Iberia pada 1147, 1193, 1197, 1210, 1212, 1221, dan 1229.
Hak-hak istimewa Laskar Salib juga diberikan kepada mereka yang membantu ordo-ordo militer utama (Kesatria Templar dan Kesatria Hospitalis) dan ordo-ordo Iberian yang pada akhirnya bergabung dengan kedua ordo utama: Ordo Calatrava dan Ordo Santiago.
Sejak tahun 1212 hingga 1265 kerajaan-kerajaan Kristen Iberia mendesak kaum muslim sampai ke Keamiran Granada di ujung selatan semenanjung tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 1492, keamiran ini ditaklukkan dan kaum muslim maupun Yahudi dipaksa keluar dari semenanjung tersebut.
Suatu kepausan reformis yang agresif mengalami perselisihan dengan monarki-monarki sekuler Barat dan Kekaisaran Timur, menyebabkan Skisma Timur–Barat dan Kontroversi Penobatan (yang dimulai sekitar tahun 1075 dan berlanjut selama Perang Salib Pertama).
Kepausan tersebut mulai menegaskan kemerdekaannya dari para penguasa sekuler dan menyusun alasan-alasan penggunaan kekuatan bersenjata secara tepat oleh kalangan Katolik.
Hasilnya adalah kesalehan yang ketat, suatu minat dalam hal-hal keagamaan, dan propaganda keagamaan yang menganjurkan suatu perang yang benar untuk merebut kembali Palestina dari kaum muslim.
Pandangan mayoritas adalah bahwa umat non-Kristen tidak dapat dipaksa untuk menerima baptisan Kristen atau diserang secara fisik karena memiliki iman yang berbeda
ADVERTISEMENT
Namun ada kaum minoritas yang meyakini bahwa konversi paksa dan pembalasan dapat dibenarkan karena penolakan atas pemerintahan dan iman Kristen.
Partisipasi dalam perang seperti itu dipandang sebagai suatu bentuk penitensi yang dapat mengganti kerugian akibat dosa.
Bangsa Jerman di sisi lain melakukan ekspansi dengan mengorbankan bangsa Slavia, sedangkan Sisilia ditaklukkan oleh seorang petualang Norman bernama Robert Guiscard pada 1072.
Kaisar Alexius I Komnenus meminta bantuan militer (kemungkinan tentara bayaran untuk memperkuat tagmatanya) dari Paus Urbanus II pada Konsili Piacenza tahun 1095 untuk memerangi Seljuk.
Kaisar Alexius I Komnenus juga secara berlebihan menceritakan bahaya yang dihadapi Kekaisaran Timur agar dapat memperoleh pasukan yang dibutuhkannya.
Selanjutnya, Paus Urbanus mengangkat isu-isu mengenai masalah yang terjadi di Timur dan perjuangan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) melawan kaum muslim dalam Konsili Clermont pada 27 November 1095 yang dihadiri hampir 300 klerus Prancis.
ADVERTISEMENT
Lima sumber utama seputar informasi terkait konsili ini adalah Gesta Francorum (Perbuatan-Perbuatan Bangsa Franka), sebuah karya anonim bertarikh antara tahun 1100–1101.
Adapun yang menghadiri konsili ini yaitu, Fulcher dari Chartres, sang imam, Robert sang Rahib, serta Baldric, Uskup Agung Dol, dan Guibert dari Nogent.
Laporan-laporan tersebut berupa tulisan tinjauan ke belakang yang sangat jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam Historia Iherosolimitana karya Robert sang Rahib yang ditulis tahun 1106–1107, disebutkan bahwa Paus Urbanus meminta kaum Kristen barat untuk membantu Kekaisaran Bizantium karena “Deus vult” (“Allah menghendakinya”).
Serta menjanjikan absolusi (pernyataan pengampunan atas dosa-dosa pribadi kepada orang yang bertobat) bagi para pesertanya.
Menurut sumber-sumber lainnya, paus tersebut menjanjikan suatu indulgensi (penghapusan hukuman atau siksa dosa sementara karena dosa-dosa yang telah mendapat ampunan).
ADVERTISEMENT
Dalam laporan-laporan itu, Paus Urbanus menekankan untuk merebut kembali Tanah Suci daripada sekadar membantu sang kaisar dan dia juga merinci pelanggaran-pelanggaran mengerikan yang diduga dilakukan oleh kaum muslim.
Perang salib tersebut diserukan di seluruh Prancis. Paus Urbanus menulis kepada mereka yaitu, “Yang menanti di Flandria bahwa bangsa Turki Seljuk, selain menghancurkan ‘gereja-gereja Allah di wilayah-wilayah timur’.
Serta telah merebut ‘Kota Suci Kristus’, yang dihiasi oleh sengsara dan kebangkitan-Nya—dan merupakan penghujatan untuk mengatakannya—mereka telah menjualnya dan membuat gereja-gereja ke dalam perbudakan keji”.
Meskipun sang paus tidak secara eksplisit menyebut penaklukan kembali Yerusalem.
Paus menyerukan “pembebasan” militer atas gereja-gereja Timur dan menunjuk Adhemar dari Le Puy untuk memimpin perang salib ini (yang dimulai pada 15 Agustus, dalam peringatan Maria Diangkat ke Surga).
ADVERTISEMENT
Itulah informasi mengenai terminologi dan latar belakang terjadinya Perang Salib. Perang Salib adalah sebutan bagi perang-perang agama di Asia Barat dan Eropa antara abad ke-11 sampai abad ke-17, yang disokong oleh Gereja Katolik.
Perang itu disebut Perang Salib oleh orang Kristen, sedangkan orang Islam menyebutnya dengan Perang Suci. (Nisa)