Mengendus Peluang Bisnis Digitalisasi Dokumen

Konten Media Partner
12 Juli 2017 12:21 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mengendus Peluang Bisnis Digitalisasi Dokumen
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
TEKNOLOGI digital telah berkembang pesat dalam dekade terakhir. Menurut data World Bank, setiap hari ada 207 triliun pengiriman e-mail, 8,8 triliun akses video di YouTube, dan 4,2 triliun pencarian di Google.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya penggunaan untuk pencarian informasi saja, namun kini penyimpanan data atau dokumen juga mulai mengarah ke arah digital. Potensi ini yang mulai dilirik pebisnis sebagai peluang.
Direktur PT Reycom Document Solusi (RDS), Randy Chandra mengatakan, bahwa Indonesia sangat potensial untuk menjadi pangsa pasar pemindaian dokumen.
"Prospeknya sangat cerah. Walau kondisi ekonomi sedang menurun, tetapi pertumbuhan bisnis terutama dokumen terus bertambah," kata dia.
Ia mengatakan, kampanye pengurangan penggunaan kertas (paperless) masih belum menekan pemakaian kertas saat ini. "Selama masih ada kebutuhan, prospek cerah. Kami sangat optimistis menatap masa," tambahnya.
Industri apa saja yang memiliki potensi besar untuk dilirik? Menurut Chandra, perusahaan asuransi dan perbankan merupakan industri yang paling potensial untuk memilih solusi pemindaian. Selain itu, perusahaan pemerintahan juga klien utama dari RDS karena banyaknya dokumen yang harus dikelola.
ADVERTISEMENT
Industri lainnya antara lain minyak dan gas yang membutuhkan pemindai dengan format besar. "Bisnis minyak dan gas yang sedang turun memang berpengaruh, tetapi alat pemindai dengan format besar juga dibutuhkan sektor lain yang membutuhkan kertas besar," jelas dia.
Saat ini, RDS mampu memproses pencitraan dokumen di atas 15 juta halaman perbulan. "Fokus kami pada dokumen fisik karena masih banyak perusahaan yang butuh mengolah dokumen hardcopy menjadi softcopy," tuturnya.
Sementara itu, lanjut dia, tantangan bisnis pemindaian dokumen adalah masih belum adanya regulasi yang jelas. "Regulasi kurang jelas, sehingga kadang-kadang perusahaan ragu-ragu untuk menghilangkan hardcopy. Mereka akhirnya berpikir kalau tidak dihilangkan, lalu apa gunanya softcopy. Regulasi di sini belum mendukung (digitalisasi) 100 persen," tutur dia. (ciputraentrepreneurship)
ADVERTISEMENT