Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Cerita Sam Wes yang Jalan Kaki “Beraspalkan Darah dan Air Mata” Semarang – Kendal
2 Agustus 2017 14:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT

Malang (Kabarpas.com) – Bakal Calon Wali Kota Malang, Wahyu Eko Setyawan beberapa minggu lalu menghebohkan warga Kota Malang dengan bertekad jalan kaki menuju Jakarta, untuk bertemu dengan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.22 hari berlalu, perjalanan pria yang akrab disapa Sam Wes tentunya menemukan banyak makna dan rintangan. Salah satunya yaitu saat menapaki Jalan Raya Semarang – Kendal, Jawa Tengah yang menyimpan sejarah kelam pejuang tanpa nama dalam merebut kemerdekaan.“Seharian ini, saya menapaki Jalan Raya Semarang-Kendal. Jalan ini adalah sebagian dari ‘Jalan Bersejarah Hitam Kelam’ bagi rakyat Indonesia,” terang penggagas Sekolah Budaya Tunggul Wulung ini, Rabu (02/08/2017).Diceritakannya, jalan ini dulunya dinamakan Jalan Daendels, yang membentang hampir 1.000 Km, sepanjang utara pulau Jawa. Dari Anyer sampai ke Penarukan. Jalan ini dibangun dibawah perintah Maarschalk en Gouverneur General, Mr. Herman Willem Daendels.
ADVERTISEMENT
Jalan Daendels ini dibangun dengan kerja paksa. Yang menurut beberapa catatan sejarah, telah menelan puluhan ribu jiwa pribumi. Jalan Daendels ini, dilumuri dengan darah rakyat jelata Bangsa Indonesia.Karena mereka rakyat jelata, tentu saja nama-nama mereka tidak pernah tercatat dalam sejarah. Apalagi diingat dan dikenang sebagai Pahlawan Bangsa. Padahal, mayat-mayat mereka berserakan di sepanjang Jalan Daendels, semasa jalan ini dibangun.Jalan Daendels inilah jalan yang mempunyai sejarah paling kelam pada masa penjajahan. Dan para rakyat jelata tersebut yang dipaksa kerja rodi, dicambuk dan didera, hingga mati kelaparan, dan jasadnya dibiarkan berserakan dan membusuk.“Kita yang hidup pada masa sekarang ini, apa masih mengenang mereka? Mendoakan mereka? Padahal, barangkali diantara mereka, yang jasadnya terkubur di sepanjang Jalan Daendels, adalah leluhur kita, kakek dan nenek moyang kita?” tanya Sam Wes.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Indonesia berhutang sangat banyak dari para pendahulunya. Yang jasadnya terkubur di tanah air ini. “Mereka nama-namanya tidak pernah tercatat dalam buku sejarah Bangsa Indonesia,” pungkasnya. (*).
Reporter : Fair Cholis
Editor : Memey Mega