Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Sedia Pawang Sebelum Hujan
25 Desember 2018 17:00 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Oleh : Abdur Rozaq
KABARPAS.COM – MUSIM hujan di kota Cak Murtado, hampir sama menyiksanya dengan kemarau panjang. Bahkan, kalau dipikir-pikir, bisa lebih mengkhawatirkan.
ADVERTISEMENT
Kemarau panjang memang membawa derita kepada petani, kepada saudara-saudara di daerah minim mata air dan membuat kita gerah. Namun masih memberikan harapan bagi penjual es tebu seperti Cak Soleh atau minimal warung kopi Cak Suep lumayan ramai.
Dengan begitu, agenda rasan-rasan dan paiduhisasi pemerintah bisa tetap berjalan lancar. Meski, Cak Sueb sampai geregeten karena minum segelas kopi bisa berlangsung selama tiga hari dua malam, dan berahir dengan catatan bon-bonan.
Tapi musim hujan, selain rahmat, juga bisa melumpuhkan roda perekonomian rakyat, kecuali bagi Mas Bambang yang punya NIP atau bagi mereka yang tidak punya NIP tapi tak sungkan makan gaji buta.
“Sudah masuk musim hujan, sebaiknya kita lebih banyak bersabar, lebih banyak berdoa dan kalau bisa siap-siap ke pegadaian,” imbau Wak Carik di warung Cak Suep.
ADVERTISEMENT
“Lho, himbauannya kok ganjil begitu, kayak janji caleg atau capres saja?” heran Cak Murtado.
“Lha ya seperti biasanya, pasti ada banjir, tanah longsor, puting beliung, semakin banyak korban kecelakaan lalu lintas akibat jeglongan sewu dan hobi kita niru Valentino Rossi, banyak ular besar jalan-jalan ke kampung, dan yang pasti, aliran listrik akan byar-pet seperti lampu disko,” ujar Wak Carik dengan mimik serius.
“Kalau soal lampu disko sih, kapan saja bisa seperti itu, pak,” timpal Cak Sueb.
“Yang ganjil itu malah himbauan untuk siap-siap ke pegadaian,” sambung Cak Murtado.
“Itu antisipasi kalau banjir, cak,” jawab Wak Carik. “Lha kalau banjir kan, kita bisa libur dadakan, sementara alokasi buat beli beras, bayar pungli di sekolah anak-anak, beli paketan biar bisa terus nyinyir di media sosial dan agenda rutin ngelompro di warung ini kan, tak pernah prei?” jelas Wak Carik.
ADVERTISEMENT
“Ada satu lagi, Wak Carik,” celetuk Gus Hasyim.
“Apa gus?” tanya Wak Carik.
“Tahun ini kita mesti sedia pawang sebelum hujan. Minimal kita berdoa biar hujannya tak terlalu ambrol seperti janji-janji para caleg. Setiap orang juga mesti bisa adzan, agar jika sewaktu-waktu angin purik, bisa langsung adzan biar tidak menjadi puting beliung,” jelas Gus Hasyim.
“Betul gus. Apalagi mengurus bantuan korban bencana alam harus melalui jalur administrasi yang membutuhkan kesabaran mendekati level nabi Ayyub, karena petugasnya terlalu sering ngantor di warung kopi,” timpal Cak Murtado lalu cengengesan.
“Ini juga musim buwuhan, musim orang mantu, maka keberadaan pawang hujan sangat dibutuhkan biar para tamu undangan bisa hadir, memberikan doa restu sekaligus buwuhan.
ADVERTISEMENT
Lha sudah biaya hajatan ngutang sama rentenir, kalau ndak balik bondo bagaimana?” timpal Cak Sueb pula.
“Ya memang harus kita syukuri musim hujan sudah datang. Beberapa bulan lalu kan kita sampai baca doa pengundang hujan meski saudara-saudara petambak garam masih belum panen? Ya ini ulah kita sendiri, kenapa hutan digunduli, tebing-tebing ditambang, popok bayi kita buang ke sungai, aliran sungai diblokir jalan tol yang hanya dilewati mobil mewah, pekarangan kita paving agar bisa ngutang ke luar negeri, bahkan kuburan dan kebon-kebon kita keramik karena dana desa terlalu berlimpah, sedangkan kita tak punya imajinasi untuk merencanakan pembangunan,” paiduh Cak Hamim panjang lebar.
“Kok maiduh rakyat kecil sih cak, yang menambang pasir kan bukan kita?” protes Cak Murtado.
ADVERTISEMENT
“Yang milih bupati, anggota dewan, partai dan pemimpin kan kita? Jadi sekarang ndak usah sambat kalau musim hujan membawa rahmat sekaligus kesumpekan,” balas Cak Hamim.
“Cuaca, bencana, wabah paceklik regional dan berbagai kesumpekan itu ya akibat ulah kita yang kurang hati-hati menentukan pilihan saat mencoblos saat pemilu,” sambung Cak Hamim.
“Adyah, ini kok merembet ke masalah pemilu begini?” lerai Gus Hasyim.
“Ya karena ini Indonesia Raya, gus. Biar dompet kosong dan cicilan belum lunas lalu ambil cicilan lain, yang penting ikut berpartisipasi gerakan nyinyir regional,” balas Cak Hamim seraya cengesan pula. (***).
The post