Menguak Korupsi Berjemaah Pembangunan Bendungan Paselloreng di Wajo

Konten Media Partner
28 Oktober 2023 17:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Foto: Dok. Kementerian PUPR
zoom-in-whitePerbesar
Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Foto: Dok. Kementerian PUPR
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan Bendungan Paselloreng.
ADVERTISEMENT
Keenam tersangka mafia tanah masing-masing AA selaku Ketua Satgas B Kantor Pertanahan Kabupaten Wajo, ND, NR, dan AN selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat.
Selanjutnya AJ selaku Kepala Desa Paselloreng dan JK selaku Kepala Desa Arajang. Keduanya merupakan anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bendungan Paselloreng.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Soetarmi, mengatakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 13,2 miliar.
"AA, ND, NR, AN, AJ dan JK ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP," ungkap Soetarmi dalam siaran persnya, Kamis (26/10) malam.
Dia menambahkan, tersangka AA langsung ditahan di Rutan Kelas IA Makassar, sedangkan lima tersangka lainnya ditahan di Lapas Kelas 1A Makassar selama 20 hari ke depan.
ADVERTISEMENT
"Para tersangka ditahan karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan," sebut Soetarmi.
Latar Belakang Kasus
Soetarmi menuturkan, dugaan kasus korupsi berjemaah ini berawal saat Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) akan melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng yang merupakan proyek strategis nasional pada tahun 2015.
Menurut Soetarmi, lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng di antaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapareppa dan Lapatungo yang terletak di Desa Passeloreng, Kabupaten Wajo.
Setelah melalui rangkaian penyelidikan dan penyidikan, tim penyidik Kejati Sulsel menahan enam orang tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 13,2 miliar. Foto: Dok. Kejati Sulsel
Selanjutnya, dilakukan proses perubahan kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan, salah satunya untuk kepentingan pembangunan Bendungan Paselloreng.
ADVERTISEMENT
"Mengetahui adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng, maka tersangka AA selaku Ketua Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo memerintahkan beberapa honorer di Kantor BPN Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) sebanyak 246 bidang tanah secara bersamaan pada tanggal 15 April 2021," ungkap Soetarmi.
Dia menambahkan, SPORADIK itu selanjutnya diserahkan ke AJ selaku Kepala Desa Paselloreng untuk ditandatangani dan tersangka JK selaku Kepala Desa Arajang turut menandatangani SPORADIK untuk tanah eks kawasan hutan yang termasuk di Desa Arajang.
"Isi Sporadik diperoleh dari informasi tersangka ND, tersangka NR dan tersangka AN selaku anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat yang mana isi SPORADIK yang dimasukkan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan," urai Soetarmi.
ADVERTISEMENT
Terungkap dari Temuan Intelijen Kejati Sulsel
Data yang dihimpun Kabar Wajo, dugaan korupsi ini perlahan terungkap dengan adanya temuan tim Intelijen Kejati Sulsel terkait transaksi jual beli lahan negara dalam proyek strategis nasional tersebut.
Disinyalir adanya lahan negara yang masuk dalam zona kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang justru diterbitkan surat keterangan kepemilikan dan surat keterangan tanah garapan yang diduga menimbulkan kerugian negara.
Asisten Intelijen Kejati Sulsel Josia Koni mengatakan temuan itu diperoleh setelah tim Intelijen Kejati Sulsel melakukan pengumpulan data dan pengumpulan keterangan pada awal 2023.
Dalam operasi intelijen yang dilakukan Kejati Sulsel, ditemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dan indikasi dugaan tindak pidana korupsi.
Menurut Josia, Tim Intelijen Kejati Sulsel menemukan adanya dugaan penjualan 254 bidang lahan dengan luas kurang lebih 70 hektare dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
ADVERTISEMENT
"Diduga ada sejumlah oknum tokoh masyarakat dan pejabat yang ikut menerima manfaat dari ganti rugi dengan cara menerbitkan surat keterangan kepemilikan lahan yang diperoleh dari pejabat pemerintah setempat," ungkap Josia, Selasa (7/2).
Adapun dalam kasus ini, nilai kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPKP Sulsel sebesar Rp 13,2 miliar yang merupakan pembayaran terhadap 241 bidang tanah eks kawasan hutan yang diklaim oleh para tersangka.
Adapun pasal yang dikenakan kepada para tersangka yakni asal 2 Ayat (1) Jo. pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Subsidair pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.