Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Menyoal Oknum Diplomat Jerman dalam Kunjungannya ke Sekretariat DPP FPI
21 Desember 2020 9:39 WIB
Tulisan dari Kadarudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kedatangan Staf Kedutaan Besar Jerman di Sekretariat FPI
Dalam kurun waktu 48 jam terakhir, warganet ramai mengomentari peristiwa kedatangan Staf/Diplomat Kedutaan Besar Jerman di Jakarta ke Sekretariat DPP Front Pembela Islam (FPI), dan menanggapi pro dan kontra atas setiap pemberitaan media terkait peristiwa tersebut. Disinyalir kedatangan diplomat tersebut terjadi pada hari Kamis, 17 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Tak pelak, atas kejadian tersebut, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memanggil Kepala Perwakilan Kedutaan Jerman di Jakarta. Pada pertemuan tersebut, Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Jerman membenarkan keberadaan staf Kedutaan di Sekretariat DPP FPI tersebut. Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Jerman-pun sampaikan permintaan maaf dan penyesalannya atas kejadian tersebut.
Perspektif FPI
Dari perspektif FPI, Pihak Kedutaan Besar Jerman di Jakarta mendatangi Sekretariat DPP FPI bertujuan untuk menyampaikan turut duka cita dan belasungkawa atas kejadian meninggalnya 6 anggota FPI. Hal ini menurut FPI merupakan bentuk perhatian negara lain (dunia internasional).
Perspektif Kedutaan Besar Jerman di Jakarta
Dari pernyataan resmi yang dikeluarkan, Kedutaan Besar Jerman di Jakarta memastikan staf atau diplomatnya yang berkunjung ke Sekretariat DPP FPI terkait aksi 1812 (yang merujuk pada kegiatan aksi unjuk rasa yang akan dilaksanakan pada Jumat 18 Desember 2020) hanya bermaksud untuk memastikan situasi keamanan. Karena aksi unjuk rasa akan dilakukan di sekitar gedung kedutaan, oleh karenanya Kedutaan Besar Jerman di Jakarta merasa perlu memastikan kondisi yang kemungkinan akan terjadi. Pihak Kedutaan-pun menjamin tidak ada niat politik apa pun atas kunjungan staf atay diplomatnya ke Sekretariat DPP FPI tersebut. Bahkan pihak kedutaan mengeklaim kedatangan stafnya tersebut atas inisiatif pribadi tanpa mendapatkan perintah atau sepengetahuan pimpinan Kedutaan Besar Jerman di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Persoalan Hubungan Antar Negara
Dari dua perspektif yang berbeda tersebut, tentu dalam tulisan ini penulis tidak akan menjustifikasi perspektif mana yang paling benar dan salah. Namun penulis akan concern pada kajian hubungan antar negara (international relations) sesuai dengan prinsip hukum internasional dan praktik negara yang selama ini dipraktikkan di dunia internasional.
Dalam analisis penulis, ada beberapa poin penting yang perlu dicermati Indonesia sebagai negara penerima (wakil negara Jerman):
Pertama, rasanya hampir tidak mungkin staf perwakilan diplomatik melakukan kunjungan (tugas resmi) atas inisiatif pribadi tanpa mendapatkan perintah atau sepengetahuan pimpinan Kedutaan Besar, setiap staf perwakilan diplomatik tentu tahu tata kerja dan sejauh mana kewenangan yang dimilikinya dalam menjalankan misi-misi diplomatik karena ia terikat dengan banyak ketentuan, beberapa di antaranya adalah the 1961 Vienna Convention on Diplomatic Relations, the 1963 Vienna Convention on Consular Relations, the 1969 New York Convention on Special Missions, the 1973 New York Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, including Diplomatic Agents, dan the 1975 Vienna Convention on the Representation of States in their Relations with International Organizations of a Universal Character.
ADVERTISEMENT
Lalu kemudian, kenapa saya katakan melaksanakan tugas resmi? karena staf perwakilan yang mendatangi Sekretariat DPP FPI menggunakan mobil dinas perwakilan diplomatik, dan pihak kedutaan mengkonfirmasi secara resmi bahwa kedatangan staf diplomatiknya bermaksud untuk memastikan situasi keamanan, karena aksi unjuk rasa 1812 akan dilakukan di sekitar gedung kedutaan.
Seharusnya, ketika seorang staf perwakilan diplomatik melakukan kunjungan atas inisiatif pribadi tanpa mendapatkan perintah atau sepengetahuan pimpinan, maka pihak kedutaan langsung menghubungi Menteri Luar Negeri Jerman untuk memulangkan oknum staf tersebut dan meminta maaf secara resmi dan terbuka kepada Pemerintah Indonesia, jadi tidak perlu mengumumkan secara resmi maksud dari kedatangan oknum perwakilan diplomatik tersebut yang memang tidak sedang dalam menjalankan tugas resmi kenegaraan.
ADVERTISEMENT
Kedua, staf perwakilan diplomatik yang menjalankan misi-misi diplomatik di lapangan tentu mengetahui isu sensitif yang sedang terjadi di negara tempat di mana ia bertugas, bahkan sesungguhnya ia lebih tahu secara detail dibandingkan pimpinan Kedutaan Besar, hal ini karena pimpinan Kedutaan Besar baru akan tahu tentang suatu informasi/peristiwa ketika telah mendapatkan laporan dari staf perwakilan diplomatik yang menjalankan misi-misi diplomatik di lapangan.
Karena staf perwakilan diplomatik Jerman tersebut mengetahui isu sensitif yang sedang terjadi dalam satu bulan terakhir di negara tempat di mana ia bertugas (Indonesia), maka tindakan yang dilakukannya tentu kontra dan mencederai pernyataan Ambassador Dr. Peter Schoof sebagaimana yang tertuang dalam website resmi Kedutaan Besar Jerman di Jakarta “Indonesia is the third largest democracy in the world, a fascinating country with open minded people of different backgrounds and religions! Our countries are close partners in shaping a just and sustainable international order”.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pernyataan pihak kedutaan yang menyatakan kedatangan Staf/Diplomat Kedutaan Besar Jerman di Jakarta ke Sekretariat DPP hanya bermaksud untuk memastikan situasi keamanan. Karena aksi unjuk rasa 1812 akan dilakukan di sekitar gedung kedutaan, oleh karenanya Kedutaan Besar Jerman di Jakarta merasa perlu memastikan kondisi yang kemungkinan akan terjadi, adalah sebuah kesalahan fatal dalam hubungan antar-negara.
Seorang staf perwakilan diplomatik yang menjalankan misi-misi diplomatik tentu mengetahui tempat yang benar di mana ia harus kunjungi untuk mendapatkan informasi tersebut, yakni di Kementerian Luar Negeri, Markas Besar Kepolisian Negara, dan Kantor Kepolisian Daerah DKI Jakarta.
Terakhir, lambannya sikap yang diambil oleh Kedutaan Besar Jerman di Jakarta terkait kisruh yang dilakukan oleh oknum perwakilan staf diplomatik tentu menjadi preseden buruk dalam praktik hubungan antar-negara.
ADVERTISEMENT
Seharusnya, sebagai bentuk good feit (itikad baik) dan pertanggungjawabannya terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh staf perwakilan diplomatiknya, kepala perwakilan meminta bertemu dengan Menteri Luar Negeri atau pejabat yang berwenang lainnya untuk memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas insiden yang terjadi di luar kendalinya tanpa harus dipanggil terlebih dahulu oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Upaya yang Perlu Dilakukan
Ada upaya yang perlu diambil kedua negara untuk menstabilkan insiden yang sudah terlanjur terjadi, pertama Jerman sebagai pihak yang mengirim staf diplomatik sebagai utusan resmi negara harus memanggil pulang oknum staf diplomatik yang bersalah tersebut dan juga Duta Besarnya sebagai bentuk tanggung jawab atasan yang tidak dapat mengendalikan kegiatan staf diplomatiknya, secara umum hal ini juga merupakan bentuk pertanggungjawaban negara pengirim (Jerman) terhadap penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh perwakilan negaranya dalam menjalankan misi-misi diplomatik.
ADVERTISEMENT
Kalau hal tersebut urung dilakukan oleh Pemerintah Jerman, maka Pemerintah Indonesia sudah seyogyanya melakukan Persona Non-Grata terhadap oknum staf diplomatik Jerman sesuai dengan Article 9 dari the 1961 Vienna Convention on Diplomatic Relations sebagaimana yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1982, sebagai langkah tegas dan memulihkan the Pride of Nations (meminjam istilah Phillip Allot) Indonesia dalam hubungannya dengan negara-negara lain.