Konten dari Pengguna

Uang, Emas, dan Kepercayaan pada Zaman Dahulu

Kadek Sherlina Mahadewi Ayu Permana
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
5 Mei 2024 9:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kadek Sherlina Mahadewi Ayu Permana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

canva.com
zoom-in-whitePerbesar
canva.com
Pada zaman dahulu, satu karung kerang dianggap sangat berharga karena bisa menjadi bahan tukar menukar barang, namun pada zaman sekarang, kerang tak lagi memiliki arti yang sama. Dari kerang berubah menjadi uang yang dinilai lebih berharga untuk berperan sebagai alat jual beli pada zaman sekarang.
ADVERTISEMENT
Uang adalah sistem kepercayaan paling universal dan efisien yang pernah diciptakan. Yang menciptakan kepercayaan ini adalah jaringan hubungan politik, sosial, dan ekonomi yang sangat kompleks dan jangka panjang. Seperti hal yang terus bersifat turun menurun, seperti zaman dahulu saat raja menetapkan pajak kepada rakyatnya. Pada awalnya, uang tidak menimbulkan jenis kepercayaan seperti saat ini saat versi pertama uang diciptakan, sehingga uang didefinisikan sebagai hal yang memiliki nilai intrinsik yang nyata.
Bagaimana versi utama uang diciptakan?
Uang pertama yang diketahui sejarahnya adalah uang Barley Sumeria, yang muncul di Sumeria sekitar tahun 3000 SM, uang ini berkembang untuk menjawab kebutuhan aktivitas ekonomi yang meningkat bersamaan dengan munculnya tulisan di waktu dan tempat yang sama yaitu Sumeria.
ADVERTISEMENT
Lalu muncul Siklik Perak yang muncul di Mesopotamia Kuno sekitar pertengahan milenium ketiga SM, dengan bentuk 8,33 gram perak dan belum berbentuk koin. Setelah berat set dari logam mulia muncul akhirnya muncul koin. Koin pertama muncul sekitar tahun 640 SM oleh raja Alyattes dari Lydia, Anatolia Barat. Koin-koin ini memiliki berat standar emas atau perak dan memiliki cap tanda identifikasi. Tanda tersebut memberi kesaksian tentang dua hal. Pertama, tanda itu menunjukkan berapa banyak logam mulia yang terkandung dalam satu koin, dan yang kedua tanda itu mengidentifikasi otoritas mana yang mengeluarkan koin.
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap koin di berbagai daerah.
Seiring berkembangnya zaman,nilai yang terkandung pada koin-koin terus meningkat, seperti koin Romawi contohnya. Koin Romawi ini dikenal dengan nama denarius. Kepercayaan terhadap denarius sangat kuat sehingga bahkan diluar batas kekaisaran Romawi, orang-orang tetap menerima bayaran menggunakan denarius ini dengan senang. Orang India juga memiliki kepercayaan yang kuat terhadap denarius dan gambar kaisar, sehingga penguasa lokal yang membuat koin mereka sendiri meniru denarius dengan sangat mirip.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat pula Khalifah Muslim Arabisasi yang menerbitkan 'dinar' sebagai mata uang resmi yang masih digunakan di beberapa negara seperti Yordania, Irak, Sebia, dan beberapa negara lainnya.
Saat koin-koin bergaya Lydia menyebar dari Laut Tengah ke Samudra Hindia, Tiongkok mengembangkan sistem moneter yang sedikit berbeda yaitu dengan menggunakan emas, perunggu, dan perak tetapi tidak diberikan tanda. Namun, kedua sistem moneter tersebut memiliki kesamaan yang baik, sehingga hubungan moneter dan perdagangan tetap terjalin erat antara zona Tiongkok dan Zona Lydia.
Pada era modern akhir, seluruh dunia menjadi zona moneter tunggal dan kembali mengandalkan mata uang pertama juga beberapa mata uang yang dipercaya seperti pound Inggris dan juga dolar Amerika. Tanpa kepercayaan bersama akan emas, di tengah perbedaan keyakinan, bahasa, dan budaya, perdagangan global akan sangat tidak mungkin terjadi. Karena meski berbeda, ketika perdagangan menghubungkan dua wilayah, kekuatan pasokan permintaan akan cenderung menyamakan harga barang yang dapat dipindahkan.
ADVERTISEMENT
Nilai dari sebuah uang dibandingkan batasan-batasan yang tidak bisa ditembus oleh uang.
Uang memiliki dasar pada dua prinsip yang umum, yaitu :
Namun, tentu terdapat sisi gelap dari kedua prinsip diatas. Yaitu ketika segalanya bisa diubah dan kepercayaan manusia bergantung pada uang, maka kepercayaan itu justru akan merusak tradisi lokal yang sudah ada dan hubungan manusia. Seperti keluarga, cinta, dan kasih sayang yang tak bisa digantikan dengan uang seberapapun tingginya permintaan yang ditawarkan, uang selalu berusaha untuk menembus batasan-batasan ini dan menyebabkan orang-orang melakukan banyak hal yang tidak seharusnya mereka lakukan seperti orang tua yang menjual anaknya ke dalam perbudakan, dan tanah leluhur yang seharusnya kita jaga malah dijual ke orang asing.
ADVERTISEMENT
Uang juga memiliki sisi yang lebih gelap lagi ketika orang membangun kepercayaan pada uang itu sendiri dan bukan pada manusia atau nilai-nilai sakral. Hal ini jika dibiarkan dapat meruntuhkan nilai-nilai baik yang sudah ada sejak dahulu.