Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Menjadikan Masjid Organik: Bagaimana Ummat Islam Seharusnya Bergerak
21 April 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Kader Hidjo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ramadan sudah puluhan kita jalani. Datang dan pergi tak banyak mengubah perilaku manusia-muslim yang sejatinya sudah dibekali dengan ayat-ayat ekologis dan lebih dari 40 hadis hijau. Barangkali karena kita terkesima dengan warna yang musti dihijaukan tetapi paradigma dan teologi kita masih seperti penuh energi kotor dan sampah yang tak terurai habis. Akibatnya, ritual puasa yang berdimensi ekologis, sholat yang dapat mencegah kelakuan nyaman membuang emisi sebagai kemungkaran kaum modern tak pernah berubah. Ada kendala yang tak terpecahkan untuk mendorong ratusan juta ummat muslim yang menjadi penduduk besar planet bumi ini? Kita tak bisa membiarkan muslimin dan muslimat hanya penumpang gelap peradaban bumi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) yang bertajuk The Muslim 500: The World's 500 Most Influential Muslims 2024, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia. RISSC mencatat, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada 2023. Jumlah ini setara 86,7% dari populasi nasional yang totalnya 277,53 juta jiwa. Kita sudah bisa estimasi berapa sampah dan jejak karbonnya. Intinya, kita punya PR besar untuk merevolusi teologi, etik, dan tindakan apolitis kita terhadap alam semesta.
Anugerah paling berharga dari pengalaman kemanusiaan kita adalah kesempatan untuk merasakan kegembiraan yang datang dari memenuhi tanggung jawab kita untuk ikut serta dalam pemeliharaan kehidupan (David C. Korten, 2019). Kita musti merefleksikan bagaimana murkanya Allah pada manusia karena kita berbuat kerusakan setelah semua diciptakan dengan penuh keindahan dan keseimbangan.
ADVERTISEMENT
Jujur saja, jarang sekali melihat masjid yang hijau dan ramah lingkungan. Keluhaan ini sudah sampai stadium empat. Tidak ada yang berubah. ayat-ayat al quran tentang lingkungan jarang dikhutbahkan apalagi diperjuangkan. Islam kehilangan elan vital di dalam menjaga planet kehidupan. Bahkan, semakin mandul di dalam mengupayakan gerakan yang pro terhadap keamanan lingkungan. Duh, ini menyulitkan oborlan ekoliterasi yang sering diwacanakan karena kendala ini adalah kendala yang mengerikan: kendala kaum konservatis non-ekologis.
ADVERTISEMENT
Bulan ramadan dan iedul kurban kemarin banyak narasi ramah lingkungan, tapi di mana itu perubahan? di masjid-masjid sekitar saya kok tidak banyak berubah? bahkan semakin gila menggunakan plastik secara brutal dan tidak terkontrol oleh iman.
Begini tulisan ini dilanjutkan:
Penggalan kalimat di atas merupakan artikel yang dirilis oleh VoA Indonesia sebulan lalu. Ulasan yang berdimensi multi-negara ini hendak mengirimkan pesan bahwa masih lemahnya kontribusi agamawan dan lembaga agama dalam upaya mencari solusi terhadap persoalan-persoalan lingkungan global. Salah satu yang paling krusial hari ini adalah mengenai perubahan iklim dan pemasnasan global yang ditandai dengan hadirnya bencana ekologis yang beruntun mulai banjir, gempa bumi, kebakaran hutan, dan kegagalan teknologi nuklir. Di dalam artikel tersebut, ada apresiasi positif mengenai semakin responsifnya kelompok agama dalam memberikan reaksi terhadap persoalan ekologis walau masih terkesan lamban. Banyak harapan dari masyarakat, kaum agamawan memperkuat peran emansipatif dan preventifnya dalam mengurangi persoalan-persoalan degradasi lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini, penulis hendak mendiskusikan gagasan dan praktik ideal bagaimana masjid sebagai institusi agama Islam yang mempunyai infrastruktur dan fasilitas memadai untuk melakukan langkah nyata menghadang bencana ekologis. Gerakan islam yang memberikan kontribusi terhadap pencegahan bencana lingkungan merupakan gerakan islam progresif yang perlu ditumbuhkembangkan di Indonesia dan di dunia. Hal ini sangat penting karena ‘pra-kondisi’ lingkungan sudah menunggu respon tepat oleh kaum agamawan dan aktifis gerakan islam. Taruhlah misal, persoalan sampah di kota, pendangkalan sungai, pencemaran air, pemborosan air tanah, kerusakan hutan, hilangnya beragam spisies tumbuhan dan binatang yang berdampak pada ekosistem secara keseluruhan. Masih juga minim penggunaan energi bersih dalam ruang-ruang peribadatan kita. Kaum muslim pastilah bagian dari yang melanggengkan krisis lubang tambang di tanah dan area air Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini merupakan input yang akan memantik untuk menemukan cara-cara cerdas keluar dari lingkaran setan bencana dan krisis sosio-ekologi tak berkesudahan. Bencana kadang sengaja diundang oleh perilaku abai dan ingkar kepada hak-hal alam.
Memposisikan peran organisasi lembaga keagamaan menjadi suatu keniscayaan hari ini. Sebagai gagasan tertulis misalnya kita dapat melihat subyek organisasi bernama masjid. Masjid merupakan institusi agama islam sebagai tempat ibadah yang juga mempunyai peran sosial-budaya dan dalam banyak aspek juga menjadi sarana pendidikan politik bagi jamaahnya. Peran-peran sosial keagamaan masjid merupakan peran yang sudah dapat dikategorikan sebagai fungsi konvensional masjid. Sementara fungsi ekologis dari masjid merupakan fungsi yang sifatnya kebaruan yang perlu diperkuat dengan reformasi paradigmatik atau filosofis, preventif dan pembangunan praktik-praktik kegiatan yang berdimensi pro-lingkungan atau istilahnya eco-friendly.
ADVERTISEMENT
Salah satu komunitas muslim di Amerika telah memberikan ilustrasi menarik bagaimana islam menjadi agama hijau (Abdul-Matin, 2008). Dalam level filosofi misalnya dijelaskan bahwa banyak sekali ayat-ayat dalam al-quran yang mengajarkan ummatnya untuk menjaga kelestarian alam dan juga tidak berbuat kerusakan. Banyaknya human error atau human-made disaster yang ada hari ini juga sudah lebih dari seribu tahun lalu diingatkan dalam al-quran. Jumlah “ayat-ayat ekologis’ cukup banyak jika dibaca di sana sehingga islam sendiri sebenarnya adalah agama yang tidak ramah terhadap kejahatan kapitalis dan korporasi perusak lingkungan. Hal ini memperlihatkan bahwa peran preventif ummat islam dalam urusan ekologi telah diperintahkan sebagai kewajiban.
Kedua, mencegah kerusakan itu jauh lebih baik dari pada mengembalikan atau memperbaiki kerusakan sehingga kesadaran akan kewajiban pencegahan ini mutlak harus menjadi program atau kegiatan lembaga keagamaan islam. Pengetahuan akan memudarnya ‘martabat alam’ harus pula menjadi penggetahuan jamaah islam untuk menjadi common sense sekaligus mengidentifikasi langkah-langka strategis yang perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan fiqh atau ibadah tidak boleh dipisahkan dalam realitas hidup jamaah sehingga jamaah merasa dekat dengan alam dan lingkungan serta memberikan kontribusi bagi kelestariannya.
ADVERTISEMENT
Salah satu inspirasi dari praktik ramah lingkungan di sana adalah bagaimana masjid melakukan penghematan dan pemanfaatan air dengan maksimalisasi kegunaan air bekas air wudhu serta penghematan listrik. Eksistensi masjid di Indonesia yang jumlahnya ratusan ribu baik yang berada di kota besar sampai pelosok desa pasti tterdapat komunitas yang mengelola keberadaannya. Adanya persoalan lingkungan seperti banjir sampah, banjir, debu, musnahnya spesies tumbuhan dan ketersediaan tanaman sayuran dan obat yang semakin tergantung pada impor adalah sedikit persoalan yang sebenarnya kelompok islam atau jamaah masjid dapat memberikan kontribusi. Hampir semua masjid mempunyai halaman, mempunyai sumberdaya manusia yang dpaat dikelola secara sinergis untuk menghasilkan beragam produk yang dapat memenuhi kebutuhan jamaahnyya atau pasar lokal.
ADVERTISEMENT
Masjid dengan pembaharuan peran non-konvensional ini juga jika dilakukan massif maka masjid sebagai institusi agama secara pelan tapi pasti telah memberikan kontribusi bagi pencegahan pemanasan global dan pengurangan resiko perubahan iklim dengan pendekatan 3R: reduce, Reuse, dan rescyle. Selain itu juga dilengkapi dengan produksi tanaman yang menghasilkan sumber kehidupan berkelanjutan ( sustainable).
Dengan demikian, ribuan Masjid kemudian mempunyai fungsi pemberdayaan ekonomi, menghasilkan uang, sekaligus mempunyai peran penyelamatan ekologis. Masyarakat juga akan berintrekasi ke masjid bukan hanya untuk kepentingan ibadah tetapi juga untuk menjawab kebutuhan bibit tanaman tertentu, belajar skill daur ulang, skill pertanian vertikultur atau hidrorganik, produksi energi listrik terbarukan, atau pembuatan pupuk organik, dan kegiatan edukasi lainnya.
Fungsi ekologi diutamakan dan sekaligus penggerak roda ekonomi ini merupakan terobosan penting zamana ini karena memang kelompok agamawan tidak boleh mengalienisasikan dirinya dari persoalan-persoalan lingkungan karena memang di dalam diri pemeluk agama islam, khususnya, melekat kewajiban ekologis sebagai bagian dari manifestasi ke-iman-annya. Dengan peran-peran ekologis sebagaiamana disebut diatas, tempat ibadah ummat islam ini dapat disematkan gelar padanya sebagai “masjid organik.”
ADVERTISEMENT
Semoga sidang pembaca dan takmir masjid mulai bergerak. Itu saja doa palings serius pekan ini. Jika bukan alam rusak yang menggerakkan, semoga iman-hijau-kuning-merah masih punya daya gerak untuk menjadikan teologi bekerja-mengubah dan menjadikan Islam tetap aktual di segala zaman dan lahan. Sebentar lagi juga Ramadan tiba, bisakah kita serius lebih menghijaukan bumi dan iman kita agar kelak raport perilaku adil dan lestari kita tak menghalangi kita masuk surgaNya?