Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Psikosomatis di Kalangan Mahasiswa: Ketika Hati Terluka, Tubuh Ikut Bicara
24 November 2024 19:42 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kaffah Syahadi Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian mengalami keluhan fisik yang muncul tanpa alasan jelas setelah menghadapi perpisahan berat? Ternyata, rasa kehilangan tidak hanya memengaruhi emosi, tetapi juga dapat berdampak langsung pada kondisi fisik. Fenomena ini dikenal sebagai psikosomatis, yaitu kondisi di mana tekanan emosional terwujud dalam bentuk gejala fisik yang nyata.
ADVERTISEMENT
Bagi mahasiswa, ditinggalkan oleh pasangan, sahabat, atau bahkan keluarga bisa menjadi pukulan berat di tengah tekanan akademik. Kondisi ini tidak hanya melemahkan semangat, tetapi juga berisiko mengganggu kesehatan fisik dan produktivitas sehari-hari.
Apa Itu Psikosomatis?
Psikosomatis merupakan kondisi fisik yang timbul akibat proses mental seseorang. Ketika gejala fisik muncul tanpa ditemukan penyebab medis yang jelas, atau sering kali disebabkan oleh tekanan emosional seperti marah, depresi, dan rasa bersalah (Sholihah, 2018).
Adanya keluhan fisik yang beragam merupakan tanda ciri psikosomatis, seperti pegal-pegal, nyeri di bagian tubuh tertentu, muntah, kembung, perut tidak enak, kulit gatal, kesemutan, sakit kepala, nyeri di dada, punggung, dan tulang belakang. Selain itu, masalah psikologis seperti gejala stress, kecemasan, dan depresi menyertainya. Sebagai penyakit yang sering terjadi secara terus-menerus, sangat menganggu dan tidak wajar sehingga pasien harus sering mengunjungi dokter (Peltzer dan Pengpid, 2018).
ADVERTISEMENT
Perpisahan dan Dampaknya pada Mahasiswa
Mahasiswa sering menghadapi tekanan dari perkuliahan, hubungan sosial, dan pencarian jati diri. Perpisahan dengan pasangan, sahabat, atau keluarga dapat meningkatkan beban emosional yang memengaruhi kondisi fisik mereka.
Gejala psikosomatis sering kali disebabkan oleh stres emosional yang tidak dikelola dengan baik, yang mengarah pada keluhan fisik seperti kelelahan dan gangguan pencernaan. Gejala ini muncul berulang kali, terutama jika perasaan emosional tidak ditangani dengan baik.
Selain memengaruhi kesehatan fisik, gejala psikosomatis juga dapat menurunkan konsentrasi, motivasi belajar, produktivitas mahasiswa, mengganggu proses belajar, serta mengurangi semangat untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan akademik.
Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk belajar mengelola perasaan mereka dengan cara yang sehat. Dukungan psikologis dan strategi pengelolaan stres dapat membantu mengurangi dampak negatif dari perpisahan dan menjaga kesejahteraan fisik serta mental mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa Perpisahan Dapat Memicu Psikosomatis?
1. Respons Stres yang Berlebihan
Perpisahan sering kali diikuti oleh rasa kehilangan, kecewa, atau bahkan penyesalan. Emosi ini memicu otak untuk melepaskan hormon stres seperti kortisol, yang jika terus meningkat dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf dan pencernaan.
2. Kecenderungan Menekan Emosi
Mahasiswa sering kali merasa malu untuk terbuka tentang perasaan mereka, terutama jika perpisahan dianggap sebagai “kegagalan.” Akibatnya, emosi yang tidak diungkapkan menumpuk dan memberikan dampak pada tubuh.
3. Kurangnya Dukungan Sosial
Tidak semua mahasiswa memiliki lingkungan yang mendukung. Tanpa tempat berbagi, rasa kesepian dan sedih menjadi lebih sulit untuk diatasi.
Cara Mengatasi Psikosomatis Akibat Perpisahan
Jika Anda atau kerabat Anda merasa mengalami gejala psikosomatis setelah perpisahan, berikut beberapa langkah yang dapat membantu:
ADVERTISEMENT
1. Menyadari dan Menerima Emosi
Tak apa merasa sedih, marah, atau kecewa. Menerima emosi adalah langkah pertama untuk pulih. Cobalah berbicara dengan kerabat atau teman dekat yang dapat dipercaya, atau menuliskan perasaan Anda dalam buku harian untuk membantu melepaskan emosi.
2. Memberikan Waktu untuk Diri Sendiri
Gunakan waktu ini untuk merawat diri, baik secara fisik maupun mental. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau berjalan-jalan untuk mengurangi stres.
3. Mencari Dukungan Profesional
Jika gejala tidak kunjung membaik, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan konselor kampus atau psikolog. Mereka dapat membantu Anda memahami dan mengatasi emosi yang mendasari.
4. Memfokuskan Diri pada Hal Positif
Temukan hobi baru, seperti bermain atau mendengarkan musik, yang dapat memberi ketenangan dan memperbaiki suasana hati. Bergabung dengan kegiatan komunitas atau fokus pada pencapaian akademik juga dapat membantu mengalihkan perhatian dari rasa kehilangan.
ADVERTISEMENT
Refleksi Akhir
Pada akhirnya, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah kesempatan untuk tumbuh dan menjadi lebih kuat, baik secara mental maupun fisik. Meskipun perpisahan adalah pengalaman yang berat, terutama bagi mahasiswa yang sudah dihadapkan pada berbagai tekanan, penting untuk memahami bahwa gejala psikosomatis adalah cara tubuh memberikan sinyal bahwa kesehatan emosional membutuhkan perhatian.
Mengatasi psikosomatis bukan hanya tentang meredakan keluhan fisik, tetapi juga tentang belajar menghadapi dan mengelola emosi secara sehat. Dengan menerima perasaan yang muncul dan mencari dukungan, kita dapat bangkit dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Referensi:
Saragih, M. R. A. N. (2023). Pengaruh stres akademik terhadap gejala fisik psikosomatis pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X (Skripsi). Universitas Medan Area, Medan, Indonesia. Accessed from repository.uma.ac.id.
ADVERTISEMENT
Peltzer, K., & Pengpid, S. (2018). The prevalence and social determinants of hypertension among adults in Indonesia: A cross-sectional population-based national survey. International Journal of Hypertension, 2018, 1–9.