Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Partisipasi Publik Dalam Omnibus Law Sekedar Basa-Basi
3 April 2020 13:39 WIB
Tulisan dari Kahar S Cahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
DPR RI memutuskan untuk tetap membahas omnibus law RUU Cipta Kerja. Dalam rapat paripurna, Kamis (2/4), mereka menunjuk Badan Legislasi (Baleg) untuk membahas RUU yang kontroversial ini.
ADVERTISEMENT
DPR RI memutuskan untuk tetap membahas omnibus law RUU Cipta Kerja. Dalam rapat paripurna, Kamis (2/4), mereka menunjuk Badan Legislasi (Baleg) untuk membahas RUU yang kontroversial ini.
Terkait dengan hal itu, DPR juga berjanji akan membuka ruang dialog dengan publik. Termasuk dengan kaum buruh, yang sejak awal ngotot agar RUU Cipta Kerja tidak dibahas.
Menjawab sikap DPR yang akan pembahasan RUU Cipta Kerja, hanya dalam hitungan jam, buruh sudah menabuh genderang perang. Mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, pertengahan April ini.
Memahami Sikap Buruh
Banyak orang terhenyak dengan sikap buruh yang akan menempuh jalan aksi.
Saya tidak akan membahas apa bahayanya menggelar unjuk rasa di tengah pandemi corona. Untuk alasan yang sama, kita juga bisa bertanya, mengapa hingga saat ini pabrik-pabrik tidak diliburkan? Padahal tempat kerja dan kawasan industri adalah tempat berkumpulnya ribuan orang.
ADVERTISEMENT
Sikap untuk menggelar aksi, sekaligus mengkonfirmasi, bahwa buruh sudah tidak lagi percaya pada janji-janji politisi.
Jika buruh percaya bahwa DPR akan merealisasikan janjinya, tentunya mereka tidak akan bereaksi sekeras ini. Apalagi sudah ditegaskan, aspirasinya bakal didengar. Buruh akan dilibatkan dalam pembahasan, baik tatap muka secara langsung maupun virtual.
Tetapi toh, buruh tetap ngotot turun ke jalan menjadi pilihan. Mengapa?
Pertama, jauh-jauh hari elemen masyarakat sipil sudah menyampaikan agar pembahasan omnibus law tidak dilanjutkan. Sebaiknya semua potensi difokuskan pada penanganan pandemi. Namun demikian, toh DPR ngotot untuk membahasnya.
Dengan demikian, apa jaminannya jika masukan atau aspirasi buruh tidak dianggap angin lalu? Selama ini pun, aspirasi mereka seringkali hanya menjadi notulen rapat yang terimplementasi ke dalam kebijakan.
ADVERTISEMENT
Kedua, elemen masyarakat sipil, terutama serikat buruh saat ini sedang fokus pada ancaman nyata yang dihadapi anggotanya. Sebut saja, melakukan advokasi terhadap buruh yang tetap diminta bekerja tanpa APD yang memadai, PHK yang mulai nyata, serta buruh yang dirumahkan tanpa dibayarkan upahnya.
Hal-hal di atas cukup menyita perhatian para fungsionaris serikat pekerja. Sementara di saat yang bersamaan, mereka masih harus menghadapi pembahasan omnibus law; yang menurut kajian buruh, dampaknya tak kalah mengerikan. Jadi bagaimana bisa efektif dalam memberikan masukan?
Pada titik ini, kita bisa memahami jika buruh menganggap pernyataan DPR untuk melibatkan partisipasi publik secara luas luas hanyalah basa-basi.
Apalagi kita tahu, DPR adalah tempat pertarungan politik. Bahkan belum-belum sudah ada yang unjuk kekuatan. Bahwa 75% anggota DPR setuju dengan omnibus law.
ADVERTISEMENT
Mungkin maksudnya, ini adalah akumulasi dari partai-partai yang tergabung dalam koalisi. Oke, tidak apa-apa. Tetapi pada saat yang sama, boleh dong kalau buruh juga unjuk kekuatan untuk memperlihatkan seberapa besar penolakan RUU Cipta Kerja?