Konten dari Pengguna

Memaknai Pemilu Sebagai Sarana Integrasi Bangsa

Kaharuddin
Anggota KPU Kabupaten Nunukan
21 Februari 2023 20:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kaharuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jalan damai perebutan kekuasaan dalam negara demokrasi adalah jalan pemilu. Pemilu, memiliki fungsi perekat perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat yang multikultural.
ADVERTISEMENT
Pemilu bisa menjadi pemersatu. Karena tanpa pemilu, Indonesia mungkin tercerai berai karena perbedaan pandangan politik, kepentingan dan lainnya. Tapi dengan pemilu, perbedaan pandangan politik bisa menyatu dalam bingkai Negara Republik Indonesia.
Tapi, tidak jarang transisi kekuasaan hasil pemilu di negara lain turut disertai kekerasan hingga konflik yang membawa korban. Pemilu, justru melahirkan perpecahan, polarisasi yang tajam di masyarakat akibat perbedaan pilihan. Jauh dari fungsi pemilu sebagai sarana integrasi bangsa, sebagaimana slogan yang digaungkan KPU saat ini untuk Pemilu 2024.
Kekerasan pasca pemilu, bahkan bisa terjadi di Negara yang dianggap paling memiliki tradisi demokrasi yang kuat. Peristiwa pendudukan gedung Capitol di Washington DC Amerika Serikat (AS) untuk menolak pengesahan hasil Pilpres AS pada 2021 lalu, oleh pendukung calon Presiden AS Donald Trump, adalah catatan hitam sejarah demokrasi di negeri Paman Sam itu.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2024 di negeri kita yang berbhinneka ini, diharapkan benar-benar dapat menjadi sarana integrasi bangsa, menyatukan dan bukan memisahkan di tengah perbedaan pilihan politiknya. Mengingat dua pelaksanaan pemilu sebelumnya, 2014 dan 2019, pasca pemilu pembelahan terjadi di masyarakat.
Slogan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa harus diinternalisasi semua pihak, terutama peserta pemilu dan masyarakat pemilih, bukan hanya penyelenggara pemilu. Tidak sekadar slogan, tanpa implementasi nyata nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Memaknai Kontestasi

Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
Tanggal 14 Februari 2024, bukan hanya sebagai hari kasih suara atau hari pencoblosan, sekaligus bertepatan peringatan hari kasih sayang atau valentine day. Momentum itu mestinya dapat menambah spirit bahwa Pemilu nanti harus dapat menyatukan masyarakat, menghargai dan menghormati pilihan politik yang berbeda, serta menerima hasil pemilu dengan legowo.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2024 diharapkan tidak lagi mempolarisasi masyarakat yang dapat menyebabkan perpecahan bahkan disintegrasi bangsa. Upaya meminimalisasi pembelahan masyarakat dimulai dengan menanamkan mindset bahwa pemilu sejatinya hanya arena kontestasi, ajang persaingan antar calon mendapat dukungan pemilih untuk menentukan siapa yang paling diinginkan mendapat jabatan.
Kontes, kata dasar dari kontestasi, memiliki makna sebuah pertunjukan untuk mengetahui siapa yang terbaik, sehingga hasil dari kontestasi adalah siapa yang terbaik di antara peserta kontes lainnya yang juga baik. Bukan pada kesimpulan bahwa yang terpilih adalah yang benar, dan yang tidak terpilih adalah pihak yang salah, atau pada anggapan: menang dianggap curang, kalah dianggap pecundang.
Pemilu, juga dapat dimaknai sebagai arena konflik legal untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Tapi untuk spirit menjadikan pemilu sebagai sarana integrasi bangsa, maka memaknai pemilu sebagai arena kontestasi menjadi relevan dan integrasi lebih dapat terwujud. Karena kata konflik, memiliki makna negatif, di mana spirit peserta konflik akan saling menegasikan, saling meniadakan.
ADVERTISEMENT
Dengan memaknai konflik, doktrin perjuangan calon atau tim sukses menjadi lebih ekstrem antara pilihan yang benar atau salah, bahkan bisa sampai doktrin pilihan halal atau haram, antara haq dan batil, dengan prinsip yang penting menang. Dampaknya, polarisasi di masyarakat akan sangat tajam, yang dapat berujung pada disintegrasi bangsa.
Tapi berbeda jika pemilu dimaknai sebagai arena kontestasi. Maka pertunjukan peserta cenderung hanya mengeksploitasi dirinya, menjual kemampuan terbaiknya untuk meyakinkan pemilih. Dalam kontestasi, menghargai dan menghormati calon lain lebih mudah terwujud, ketimbang dalam suasana konflik yang akan saling menegasikan.
Pemilu seyogyanya dimaknai sebagai arena kontestasi, kompetisi, kejuaraan, atau perlombaan, bukan sebagai ajang pertempuran anak bangsa untuk berebut kekuasaan. Pasca kontestasi, pihak yang kalah memberi apresiasi, dan pihak yang menang tidak tinggi hati, saling merangkul, karena perbedaan peserta dari kontestasi bukan antara benar dan salah.
ADVERTISEMENT
Dalam kontestasi, tidak ada lawan, tapi yang ada hanya kawan bertanding. Ending dari kontestasi, adalah adanya pengakuan kepada siapa yang terpilih, dia lah yang terbaik, dan pada akhirnya hasil pemilu dapat diterima oleh semua pihak.

Integrasi Bangsa

Perbedaan pilihan politik merupakan keniscayaan dalam berdemokrasi, tetapi perbedaan tidak boleh memisahkan. Pemilu sebagai arena kontestasi akan lebih berjalan damai, ketimbang pemilu jika dimaknai dengan semangat konflik. Jalan damai transisi kekuasaan akan mudah terwujud dalam arena kontestasi.
Setidaknya, beberapa faktor terwujudnya pemilu sebagai sarana integrasi bangsa di antaranya, pertama, bahwa penyelenggaraan pemilu harus berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan peraturan.
Karena jika penyelenggaraan pemilu sudah sesuai ketentuan, maka kepercayaan publik atas hasil pemilu akan kuat dan sulit terbantahkan. Berbeda jika penyelenggaraannya sudah tidak sesuai ketentuan, maka hasilnya akan mudah diragukan publik.
ADVERTISEMENT
Maka, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus bekerja di atas rel aturan yang jelas. Pemilu berkualitas adalah predictable procedure, but unpredictable result. Maka peraturannya harus jelas, bertafsir tunggal, dan punya kepastian hukum.
Kedua, faktor yang dapat mewujudkan pemilu sebagai integrasi bangsa adalah peserta pemilu yang mematuhi peraturan. Proses kontestasi diikuti sesuai regulasi, tidak mencari celah hukum untuk membenarkan tindakannya. Tidak mengeksploitasi politik identitas, tidak melakukan tindakan yang dilarang, dan sportif dalam berkompetisi.
Ketiga, warga yang memiliki hak pilih menjadi pemilih berdaulat, menjadi pemilih cerdas, memilih dengan pertimbangan rasional, bukan emosional, apalagi politik transaksional.
Ketua KPU RI Hasyim Asyari juga pernah mengatakan, bahwa proses integrasi bangsa akan dapat terwujud, karena desain keserentakan pemilu di tahun 2024 akan bersamaan dengan pelaksanaan pilkada serentak di tahun yang sama.
ADVERTISEMENT
Di mana proses koalisi dalam pencalonan pilkada didasarkan hasil pemilu 2024, sehingga bisa jadi berbeda platform politiknya saat pemilu, tapi sama tujuannya saat pencalonan pilkada.
Kita semua berharap, dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemilih dan pemerintah, bahwa kontestasi Pemilu 2024 nanti akan benar-benar menjadi sarana integrasi bangsa.