Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pandangan Imam Mazhab Hukum Menikahi Sepupu
9 Juni 2022 10:21 WIB
Tulisan dari Kahfi Adyatama Mahameru tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika kita berbicara tentang pernikahan, ada begitu banyak problematika yang dihadapi setiap orang. Dalam banyak kasus, kita ingin menikah dengan kerabat yang masih menjadi anggota keluarga, baik dekat maupun jauh.
ADVERTISEMENT
Saat kita mempertimbangkan fakta-fakta yang muncul di sekitar kita, berbagai individu mempertanyakan hukum melangsungkan pernikahan dengan sepupu menurut hukum Islam. Untuk menemukan jawaban dari persoalan tersebut, kita harus memahami esensi dari pernikahan itu terlebih dahulu.
Pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan sangat dianjurkan oleh semua umat Muslim. Setiap segala sesuatu yang diciptakan di bumi pasti mempunyai pasangan yang terkonstruksi jelas di dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum: 21).
ADVERTISEMENT
Islam memiliki aturan dalam menikah, untuk memulai pernikahan yang membawa kedamaian dan cinta sejati. Salah satunya, menikah dengan yang bukan Mahram. Oleh karena itu,, apakah menikahi sepupu termasuk dalam kategori mahram yang tidak boleh dinikahi?
Pasalnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mahram masih merupakan anggota keluarga dekat dan dilarang untuk dinikahi. Ketika "mahram" lebih tepat.
Sebagaimana disebutkan di atas, KBBI mengacu pada kata "sepupu", yang berarti kekerabatan antara anak-anak dari dua saudara kandung atau saudara perempuan. Bagi saudara perempuan yang merupakan anak dari paman dan bibi, baik ayah maupun ibu tidak dilarang menikah.
Dalam realitas dilapangan, ternyata pernikahan tidak mesti dilakukan dengan orang lain (non-kerabat), akan tetapi banyak ditemukan beberapa kasus yang terjadi di tengah masyarakat yang melangsungkan pernikahan dengan sepupu sendiri (kerabat).
ADVERTISEMENT
Secara normatif, hal tersebut masih tabu dan kontroversial. Sebagian berpendapat membolehkan pernikahan tersebut namun, sebagian lagi ada yang melarang. Jika kita menilik dari kacamata Islam, apakah melangsungkan akad pernikahan dengan sepupu (kerabat) sendiri itu dianggap secara sah dalam hukum Islam?
Dalam Al-Qur'an sendiri telah memberi aturan tentang orang-orang yang dapat dinikahi dan yang dilarang. Salah satunya, terdapat dalam surah Al-Azhab ayat 50 yang berbunyi:
Artinya: "Kamu dilarang menikahi ibumu, putrimu, saudara perempuanmu, saudara perempuan ayahmu, saudara perempuan ibumu, anak perempuan saudara laki-lakimu".
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa saudara sepupu bukanlah mahram. Karena itu, Allah SWT telah menghalalkan untuk menikahi saudara sepupu.
Perspektif Imam Mazhab
Disebutkan dalam kitab Fatawa Asy Syabakah Al Islamiah: menikahi kerabat seperti anak-anak paman dan bibi dari pihak ayah maupun ibu termasuk yang dibolehkan Allah, namun para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan tersebut menjadi tiga pendapat.
ADVERTISEMENT
Pendapat Pertama: makruh, ini adalah pendapat mazhab Syafii dan Hanabilah, landasan argumen mereka adalah hadits dhaif yang berbunyi: “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan diciptakan dengan lemah”.
Pendapat Kedua: Mubah, ini adalah pendapat madzhab Malikiyah, hujjah mereka antara lain:
1. Keumuman firman Allah: “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi” (Q.S. An-Nisa:3).
2. Pernikahan Rasulullah shallallahualaihi wasallam dengan anak perempuan bibinya Zainab,
3. Rasulullah SAW menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali RA dan Zainab dengan anak bibinya Rasulullah SAW.
Pendapat Ketiga: Sunah, dan ini adalah pendapat mazhab Az-Zhahiriyah, dalil mereka sama dengan dalil kelompok kedua namun mereka memaknai perbuatan Rasulullah SAW sebagai sesuatu yang disunnahkan. Maka pendapat yang paling benar adalah kelompok kedua, karena kuatnya hujjah mereka dan lemahnya hujjah dua kelompok yang lain.
ADVERTISEMENT
Demikianlah hukum pernikahan antara saudara sepupu berdasarkan pedapat para imam mazhab, bahwa hal itu dibolehkan berdasarkan keumuman firman Allah dan perbuatan Rasulullah SAW yang menikah dengan anak perempuan bibinya Zainab. Beliau juga menikahkan putri-putrinya dengan kerabat dekat (sepupu).
Adapun riwayat yang menganjurkan untuk tidak menikahi kerabat dekat maka riwayat itu lemah, tidak diketahui sumbernya dan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah. Allah SWT maha mengetahui segala sesuatu termasuk hal yang bermanfaat bagi manusia maupun hal yang dapat mendatangkan mudarat kepada mereka dan Allah tentu tidak menghendaki keburukan kepada manusia hal ini sejalan dengan ketinggian dan kesucian Nama dan Sifat-Nya.
Dengan demikian apa yang Allah syari'atkan maka tentu itu baik termasuk menikahi saudara sepupu hal ini agar kita yakin dan tawakkal kepada Allah dan meninggalkan anggapan bahwa anak yang lahir dari pernikahan antara saudara sepupu akan menjadi lemah atau cacat.
ADVERTISEMENT