Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Persaingan Sengit Gojek vs Grab di Pasar Digital Indonesia
15 Oktober 2024 10:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kaka Arya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Persaingan antara Gojek dan Grab adalah salah satu contoh paling mencolok dari dinamika bisnis digital di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Kedua perusahaan ride-hailing ini telah menjadi ikon dari transformasi ekonomi digital di kawasan tersebut. Mereka tidak hanya mengubah sektor transportasi, tetapi juga memperluas layanan ke berbagai bidang, mulai dari pengiriman makanan, pembayaran digital, hingga e-commerce. Namun, di balik keberhasilan ini, persaingan di antara mereka menimbulkan berbagai tantangan terkait persaingan usaha, terutama terkait dominasi pasar, strategi bisnis agresif, dan dampaknya terhadap pelaku usaha kecil.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini, kita akan mengulas bagaimana persaingan antara Gojek dan Grab membentuk lanskap ekonomi digital di Indonesia, serta apa implikasi regulasi yang harus dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan dan otoritas persaingan usaha seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Latar Belakang Persaingan Gojek dan Grab
Gojek, didirikan pada tahun 2010 oleh Nadiem Makarim, adalah pionir di sektor ride-hailing di Indonesia. Awalnya hanya melayani layanan ojek melalui aplikasi, Gojek berkembang pesat dengan menghadirkan berbagai layanan seperti GoFood, GoSend, dan GoPay. Ekosistem Gojek kemudian semakin kuat dengan merger antara Gojek dan Tokopedia yang membentuk entitas baru, GoTo, pada 2021.
Grab, yang berasal dari Malaysia dan didirikan oleh Anthony Tan pada 2012, memulai operasinya di Indonesia pada 2014. Dengan modal besar dari investor global, terutama SoftBank dan Uber, Grab cepat mengejar Gojek dalam menyediakan layanan serupa, seperti GrabFood, GrabExpress, dan GrabPay.
ADVERTISEMENT
Kedua perusahaan ini secara konsisten bersaing untuk merebut pangsa pasar terbesar di Indonesia, negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, yang merupakan pasar paling strategis di kawasan ini.
Dominasi Pasar dan Potensi Monopoli
Dengan kedua perusahaan memegang porsi signifikan dalam layanan transportasi online di Indonesia, muncul kekhawatiran tentang dominasi pasar yang mereka ciptakan. Pada 2018, Grab berhasil mengakuisisi operasional Uber di Asia Tenggara, yang secara langsung mengurangi jumlah pesaing utama di sektor ini. Setelah akuisisi tersebut, Grab mendapatkan sorotan dari berbagai otoritas persaingan usaha di seluruh Asia Tenggara, termasuk KPPU di Indonesia, karena kekhawatiran akan penyalahgunaan posisi dominan.
Gojek, di sisi lain, juga terus memperluas layanan melalui akuisisi strategis dan merger dengan Tokopedia, membentuk GoTo, yang memegang kendali signifikan di sektor e-commerce, layanan ride-hailing, dan pembayaran digital. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah GoTo dan Grab bersama-sama menciptakan oligopoli, yang bisa berdampak buruk bagi kompetisi pasar dan konsumen.
ADVERTISEMENT
Di balik persaingan ini, UMKM dan mitra pengemudi sering kali menjadi pihak yang terkena dampak dari persaingan agresif kedua raksasa digital ini. Di sektor pengiriman makanan, misalnya, restoran-restoran kecil kerap kali terpaksa mengikuti kebijakan komisi yang ditetapkan oleh platform, yang dapat menggerus margin keuntungan mereka.
Sementara itu, pengemudi ojek online sering mengalami ketidakpastian terkait pendapatan mereka. Meskipun pada awalnya mereka mendapatkan insentif besar dari perusahaan, namun kebijakan tersebut sering kali berubah seiring dengan dinamika persaingan. Banyak mitra pengemudi yang mengeluhkan penurunan pendapatan seiring dengan penyesuaian algoritma dan tarif yang dilakukan oleh Gojek dan Grab.
Tantangan Bagi Regulasi: Apa Peran KPPU?
Peran KPPU sangat penting dalam mengawasi persaingan antara Gojek dan Grab. Di satu sisi, persaingan antara kedua perusahaan ini mendorong inovasi dan peningkatan kualitas layanan bagi konsumen. Namun, di sisi lain, KPPU harus memantau potensi praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan yang bisa menghambat kompetisi yang sehat. Pada 2020, KPPU melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran persaingan usaha oleh Grab terkait kemitraan eksklusif dengan beberapa rental mobil di Indonesia. Kasus ini menyoroti bagaimana regulasi harus terus beradaptasi dengan model bisnis baru di era digital, di mana penguasaan ekosistem menjadi kunci dominasi pasar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, KPPU perlu mengambil langkah proaktif dalam memastikan bahwa merger dan akuisisi di sektor digital, seperti merger antara Gojek dan Tokopedia—tidak menciptakan pasar yang tidak kompetitif, yang dapat merugikan konsumen dan pelaku usaha kecil.