Pandemi, Coronasomnia, dan Pemulihan Narkoba

Kallista
Profesional adiksi di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Konten dari Pengguna
9 Februari 2021 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kallista tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Insomnia Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Insomnia Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah membawa tantangan besar bagi seluruh sistem kehidupan bermasyarakat secara global, termasuk di dalamnya kehidupan individu. Salah satu aspek kehidupan individu yang paling terpengaruh adalah tidur, di mana krisis yang sedang berlangsung telah membuat istirahat malam yang nyenyak menjadi jauh lebih sulit. Beberapa ahli mendefinisikan hal tersebut dengan 'coronasomnia' atau 'Covid-somnia'. Ini adalah fenomena yang melanda orang-orang di seluruh dunia saat mereka mengalami insomnia terkait dengan stres hidup selama COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dilansir oleh bbc.com bahwa di Inggris, sebuah studi yang digagas Universitas Southampton pada Agustus 2020 menunjukkan bahwa terdapat satu dari empat orang mengalami sulit tidur baik di kalangan ibu rumah tangga maupun kelompok pekerja, di mana sebelumnya jumlah orang yang mengalami insomnia hanyalah satu dari enam orang. Di China, tingkat insomnia naik dari 14,6% menjadi 20% selama masa lockdown. Sedangkan di Italia dan Yunani, hampir 40% responden mengalami insomnia berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Mei 2020. Selain itu, kata "insomnia" lebih banyak dicari di Google pada tahun 2020 daripada sebelumnya.
Kondisi sulit tidur di masa pandemi disebabkan berbagai perubahan drastis, terutama terkait jam kerja yang mengguncang rutinitas harian, jarak sosial selama berbulan-bulan yang mengalienasi kehidupan, serta kekhawatiran akan pekerjaan, kesehatan, dan keluarga. Selain itu kesedihan atas kehilangan orang terdekat, akses lebih intens dengan gawai, serta kerinduan atas hobi dan interaksi dengan kawan merupakan variabel lain yang menyebabkan kecenderungan sulit tidur di masa pandemi. Lebih jauh lagi health.ucdavis.edu dalam sebuah artikelnya menyebutkan bahwa terus-menerus mengalami kesulitan tidur, atau mengalami kualitas tidur yang buruk, dapat menyebabkan dampak kesehatan jangka panjang termasuk menurunkan imunitas dan mudah sakit, obesitas, cemas dan depresi, diabetes, serta hipertensi yang berisiko pada stroke dan serangan jantung.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pemulihan bagi orang yang pernah mengalami masalah kecanduan narkoba, tidur yang cukup dan berkualitas juga merupakan elemen yang sangat penting. Steven M. Melemis, PhD. memaparkan bahwa tahap pertama kekambuhan, yaitu emotional relapse, ditandai salah satunya dengan terjadi penurunan kualitas perawatan diri, misalkan dengan kurang tidur, tidur terlalu malam, begadang, atau sulit bangun pagi.
Kekambuhan bagi orang yang pernah mengalami kecanduan narkoba (relapse) adalah kembali pada penggunaan zat seperti sebelumnya, termasuk pola pikir, kebiasaan, keberfungsian hidup, dan prilaku psikososial. Melemis menjelaskan lebih jauh bahwa kekambuhan terdiri dari tiga tahap, yaitu kekambuhan emosional, kekambuhan mental, dan kekambuhan fisik. Kekambuhan emosional merupakan tahap pertama di mana salah satu faktor yang signifikan terjadi adalah kurang memperhatikan perawatan terhadap diri sendiri, terutama menjaga kesehatan misalkan makan, tidur, mandi, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pada tahap kekambuhan emosional, seseorang tidak berpikir untuk menggunakan narkoba. Dia ingat bagaimana relapse yang terakhir dan tidak mau terjadi lagi. Namun emosi dan perilakunya mengarah pada jalan menuju relapse. Penyangkalan merupakan ciri utama yang mudah dikenali dan faktor penyebab utama adalah mengabaikan perawatan diri.
Oleh karena itu, pandemi sejatinya berisiko melipatgandakan risiko dan dampak krisis pada orang yang pernah punya masalah kecanduan narkoba. Coronasomnia, kesehatan jiwa, dan resiko kekambuhan menjadi paket lengkap yang mengancam masa depan pemulihan. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengatasi coronasomnia sekaligus menjaga kestabilan pemulihan seperti dikutip dalam health.ucdavis.edu, antara lain:
Pertahankan rutinitas harian yang normal. Jika bekerja dari rumah, pertahankan jadwal yang sama seperti saat bekerja di kantor. Hindari begadang, dan jika alarm berbunyi segeralah bangun. Saat waktu istirahat makan siang, jalan-jalan atau keluar rumah dan menghirup udara segar merupakan pilihan tepat.
ADVERTISEMENT
Ciptakan dan pertahankan rutinitas sebelum tidur. Tidur malam maksimal jam sembilan, mulailah mematikan lampu sekitar setengah jam sebelum tidur. Cahaya terang akan mencegah otak untuk memproduksi melatonin alami (hormon yang merupakan bagian dari siklus tidur alami kita dan membantu kita tidur).
Hindari layar di kamar tidur. Kamar tidur adalah tempat beristirahat, bukan kantor. Cahaya biru dari ponsel, tablet, dan komputer memberi sinyal pada tubuh kita untuk tetap terjaga dan tidak melepaskan melatonin. Membaca buku lebih baik daripada berhadapan dengan layar.
Berolahraga sepanjang hari dapat mengurangi stres dan menjaga tubuh kita dalam ritme normal. Sebaiknya selesai berolahraga beberapa jam sebelum waktu tidur agar tubuh Anda memiliki waktu untuk menenangkan diri.
ADVERTISEMENT
Hindari tidur siang terlalu lama. Tidur siang sebentar tidak akan merugikan, jika tidak terlambat. Tetapi tidur siang lebih lama akan mengganggu siklus tidur, oleh karena itu lebih baik lelah selama sehari kemudian tidur nyenyak di malam hari.
Berjemurlah sebelum jam 10 pagi untuk membantu menjaga ritme tubuh kita sehingga menghasilkan melatonin di malam hari, bukan di siang hari.
Makan malam 4 jam sebelum tidur. Waktu yang cukup bagi tubuh untuk mencerna akan membuat kita lebih mudah tidur karena tubuh menghentikan semua kerja metabolisme sehingga fokus untuk istirahat, termasuk pencernaan.
Jika terbangun di tengah malam dan tidak dapat tidur, bangunlah dari tempat tidur. Perubahan pandangan mata, dan hindari melakukan hal yang bersemangat, namun tetap redupkan lampu. Jika tetap tidak bisa tidur lebih dari setengah jam, bangun dan tinggalkan kamar, serta lakukan sesuatu yang sederhana, misalkan menonton dalam cahaya redup.
ADVERTISEMENT
Kurangi gawai, berita, dan media sosial, terutama di malam hari. Layar pada gawai dan informasi yang beresiko meningkatkan kecemasan menyebabkan otak senantiasa terhubung/kurang istirahat dan alarm otak tak pernah padam.
Hindari alkohol dan kopi. Keduanya justru mengacaukan pola tidur. Alkohol memang dapat membantu tidur, namun tidak langsung tidur atau tidur yang nyenyak bahkan menstimulasi masalah yang lebih besar, yaitu adiksi.
Berhati-hati dengan obat tidur. Obat bebas dapat membuat tidur di malam hari namun justru mengantuk di pagi hari, dan obat resep dapat menciptakan ketergantungan emosional. Berkonsultasi dengan psikiater, terbuka, dan kontrol keluarga secara disiplin akan membantu menghindari dampak yang merugikan.
Lakukan ibadah yang menenangkan, meditasi, atau mindfulness, menggunakan aplikasi di internet juga dapat membantu proses meditasi
ADVERTISEMENT
Beberapa penelitian menunjukkan perubahan positif pada otak ketika melakukan aktivitas tersebut sehingga dapat menenangkan diri, meningkatkan kualitas tidur, dan menekankan pada hubungan yang damai dan selaras antara pikiran dan tubuh. Tentunya jika teman-teman yang pernah mengalami masalah kecanduan narkoba dilatih untuk terus melakukan itu, akan membantu mereka mempertahankan pemulihan.
Last but not least, minta bantuan pada professional akan membantu mengatasi masalah sulit tidur, terutama jika berlangsung selama lebih dari tiga pekan, mengganggu produktivitas sehari-hari, dan memunculkan masalah yang lebih serius. CBT untuk insomnia (CBT-I) merupakan salah satu terapi yang bisa diberikan. Tentunya bagi Lembaga rehabilitasi narkoba, hal tersebut merupakan tantangan serius antara bagaimana menawarkan pola hidup yang mendukung pemulihan, mencegah risiko penularan COVID-19, serta mengurangi dampak buruk pandemi seperti coronasomnia. (Babes/Senshi)
ADVERTISEMENT

Referensi:

1. Relapse Prevention and the Five Rules of Recovery. Steven M. Melemis. Published in The Yale journal of biology… 2015
2. https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-couch/202101/what-is-coronasomnia
3. https://www.bbc.com/worklife/article/20210121-the-coronasomnia-phenomenon-keeping-us-from-getting-sleep
4. https://www.washingtonpost.com/health/2020/09/03/coronavirus-sleep-insomnia/
5. https://health.ucdavis.edu/health-news/newsroom/covid-19-is-wrecking-our-sleep-with-coronasomnia--tips-to-fight-back-/2020/09