news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada

Kamaruddin Azis
Penulis tema kelautan dan perikanan, bekerja untuk organisasi masyarakat sipil
30 Agustus 2017 14:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kamaruddin Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Anni (jilbab oranye) dan Alma (jilbab hitam). (foto: Kamaruddin Azis)
ADVERTISEMENT
“Siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan mampu menolong orang lain dengan sempurna.” – Isi surat RA. Kartini kepada Ny. Abendanon, 12 Desember 1902.
***
Anda mungkin sepakat, jika ada yang menyatakan bahwa perempuan, terutama di pesisir dan pulau-pulau kerap dikesampingkan dalam perintisan, negosiasi dan pelaksanaan program pemberdayaan. Jikapun dilibatkan, jumlahnya terbatas.
Selama ini, pria pesisir lebih kerap diidentikkan sebagai ‘sosok gesit’ dan telah memunculkan simplifikasi bahwa merekalah yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan. Akibatnya, kaum perempuan kian rentan tanpa inisiatif, tak adaptif dan acap dirugikan pada perubahan eksternalnya.
Dilema tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah melalui proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir atau kerap disebut CCDP-IFAD dicanangkan sejak tahun 2013 dan menyasar kelompok perempuan. Proyek dijalankan melalui serangkaian input untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat pesisir melalui pengelolaan sumber daya yang ada serta perbaikan jaringan pemasaran produk tanpa pengecualiaan pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Salah satu lokasi yang mendapat perhatian adalah Kabupaten Gorontalo Utara yang penulis kunjungi pada tanggal 23-25 Agustus 2017 bersama pewarta melalui program ‘travelling journalism’ yang dihelat PMO-CCDP. Satu desa yang menarik perhatian adalah Katialada. Desa yang telah mempunyai rumah produksi—wahana bagi perempuan desa untuk berperan menopang ekonomi keluarga.
Sebagai mana RA Kartini, kaum perempuan di Katialada juga berbenah, menolong dirinya sebelum menolong yang lain, keluarga atau sekitarnya.
Etalase Katialada
Bangunan yang disebut Rumah Produksi ini tergolong istimewa. Bak kantor nan lapang. Yang berbeda karena ada meja masak yang di atasnya ada kompor gas dan wadah memasak atau menggoreng. Juga para perempuan yang bersimbah peluh menuntaskan produk olahan.
Saat kami datang, dari pintu masuk, terlihat lemari etalase yang berisi produk olahan. Seperti sambel terasi, abon cakalang dan kerupuk. Tak banyak sebab menurut Anni, tenaga pendamping untuk CCDP, produksi sedang terbatas.
Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada (1)
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada (2)
zoom-in-whitePerbesar
Abon olahan (atas), kerupuk rumput laut dan sambal teri (foto: Kamaruddin Azis)
ADVERTISEMENT
Rumah produksi yang dimaksudkan di sini adalah wadah bagi kaum perempuan, tua muda, yang telah menikah, janda atau gegadis yang ikut berproses atau berorganisasi melalui kelompok pengolahan. Merupakan bagian dari 153 kelompok yang telah difasilitasi oleh CCDP di Gorontalo Utara sejak tahun 2013. Hadirnya tenaga pendamping desa (TPD), menjadi fasilitator dalam identifikasi kebutuhan, persoalan atau isu yang mereka hadapi di pesisir.
Penempatan TPD dan pengorganisasian perempuan adalah salah satu kebijakan pengelolaan CCDP dan merujuk pada prinsip donor IFAD yang mengisyaratkan keterlibatan perempuan hingga 30%.
“Proyek mendorong partisipasi perempuan, ibu-ibu atau gadis untuk ikut rangkaian kegiatan CCDP-IFAD, hingga tidak kurang 30%,” tanggap Adi Priana Pasaribu dari PMO kala dimintai pendapat.
Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada (3)
zoom-in-whitePerbesar
Gaya Johora di depan wajan (foto: Kamaruddin Azis)
ADVERTISEMENT
Kelompok Mawar dan Teratai
Tim jurnalis berdialog dengan pengurus dan anggota dua kelompok yaitu kelompok Teratai Indah dan Mawar Indah. Kelompok Teratai Indah adalah salah satu penerima bantuan CCDP. Mereka menerima Rp. 45 juta dan digunakan untuk pembelian sarana pengolahan produk berbahan dasar rumput laut. Beberapa yang dibeli adalah meja stainlees 4 unit, mesin pengaduk adonan, mixer, kulkas, freezer, loyan, wajan dan kompor gas berikut modal untuk membeli bahan olahan.
Johora dari Kelompok Teratai Indah mengatakan bahwa keahliannya sejak didampingi oleh CCDP adalah mengolah rumput laut untuk dijadikan kerupuk, stik hingga bikin bakso ikan. Johora butuh rumput laut seberat 2 hingga 3 kilogram untuk sekali produksi. Sebulan bisa sampai empat kali produksi.
ADVERTISEMENT
Dengan kegiatan ini, di tengah kegiatan mengurus anak dan suami. Johora mengaku puas dan bangga sebab bisa menghasilkan pendapatan.
“Kalau kami, produksinya kerupuk rumput laut sama jus, Bahan rumput laut dibeli di pulau seberang,” kata Johora, anggota kelompok Teratai yang mengaku total pendapatanya belum seberapa, tidak lebih Rp. 1 juta sejak mulai berkegiatan.
Selain itu, ada pula kelompok Mawar Indah yang diketuai Alma Umar. Alma tidak sendiri, ada pula Yulianti Ginoga, Rahmawati Adas, Nurce Kasim, Yuliana Antula, Wirna Rauf, Suastri Otoluwa, dan Hilda Otoluwa.
Kelompok Mawar diberikan bantuan senilai 36 juta untuk membeli gilingan daging, pisau, loyang, kotak 40 kg, kompor gas, kulkas, plastik kemasan, tabung, spinner hingga lemari etalase. Sebagai kelompok, Mawar Indah juga sudah punya rekening di Bank Sulutgo, bernomor rekening 019.02.11.003500.8
ADVERTISEMENT
Jika Teratai Indah memproduksi kerupuk atau bakso ikan, maka Mawar Indah lebih fokus di sambel teri. Sesekali bikin yang lain.
“Selain bikin sambal teri, kami juga bisa bikin bakso, bakso ikan diajarkan ibu Nuraeni dari Makassar,” kata Alma.
Nuraeni yang dimaksud adalah perempuan innovator dari Makassar dan mempunyai pengalaman luas di pengolahan hasil perikanan. Nuraeni dengan koperasi Fatimah Azzahra merupakan motivaor yang baik untuk kaum perempuan di pesisir.
Alma adalah sosok yang merefleksikan kegigihan perempuan pesisir untuk berubah dan berani mengambil inisiatif ketika masih banyak perempuan lain malu atau lamban mengambil keputusan.
Alma mengaku mempunyai pengetahuan, keterampilan serta komitmen untuk berkembang karena sering ikut pelatihan-pelatihan. Dari pelatihan tersebut dia bisa menjalankan usaha pembuatan sambal teri dan diminati warga Gorontalo Utara. Bahkan para pelancong dari luar Gorontalo.
ADVERTISEMENT
“Harganya dijual Rp20 ribu per botol. Beratnya 150 gram,:” kata Alma sembari menunjukkan sambal dimaksud. Selain dijual kepada perseorangan, produk sambal ikan teri olahan Kelompok Mawar Indah juga dijual ke restoran dan rumah makan yang ada di Gorontalo Utara seperti RM. Adilla, Pertigaan, Srikandi, Scorpion dan RM. Bandung.
Selain Mawar Indah, rumah produksi tersebut menjadi wahana berusaha bagi beberapa kelompok lainnya seperti Sari Laut, Bintang Laut, Teratai Laut, kelompok-kelompok ini bergiliran menggunakan wahana dan dikoordinasikan dengan Dinas setempat.
Menurut konsultan pemasaran CCDP Gorontalo Andi Husni Harun, peluang usaha pengolahan berbasis rumput laut ini sangat terbuka untuk dikembangkan oleh kelompok perempuan di Gorontalo Utara terutama di Desa Katialada.
“Beberapa di antaranya seperti kudapan, minuman, lauk pauk, sayur, aneka kue-kue, stik rumput laut maupun olahan lainnya melalui penerapan teknologi pengolahan pangan, apalagi dewasa ini masyarakat mulai kembali peduli akan kesehatan tubuh,” kata Husni saat mendampingi anggota kelompok bertemu jurnalis.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya, setiap anggota kelompok diwajibkan mengumpulkan iuran anggota sebagai modal pembelian rumput laut yang berasal dari petani rumput laut,” tandas Husni.
Menurut Andi Husni, kedua kelompok pengolahan tersebut menggantungkan produksinya kepada ketersediaan ikan, seperti cakalang atau teri.
“Pendapatan kotor rata-rata sekali adalah tidak menentu tergantung dari pemesanan, harga jual juga tidak menentu tergantung musim ikan. Biaya bahan bakar dan lain-lain berkisar Rp. 40.000 sampai 60.000. Pendapatan pokmas juga tidak menentu tergantung dari pemesanan para konsumen,” kata Husni.
Perempuan Pesisir dan Rumah Produksi Katialada (4)
zoom-in-whitePerbesar
Kadis DKP Gorut, Abdul Aziz dan Hery Daulay dari Humas PRL-KKP (foto: Kamaruddin Azis)
***
Khusus untuk Gorontalo Utara, menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Abdul Aziz, fokus pengembangan kelompok usaha dan non usaha perempuan seperti di Desa Katialada ini didasarkan pada mata pencaharian utama nelayan, pada potensi, keunggulan sumberdaya kelautan dan perikanan lokal.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah Daerah sangat mendorong peran aktif kelompok ibu-ibu, kaum perempuan untuk ikut dalam kegiatan produktif. Setelah itu, tugas Dinas untuk memediasi dukungan dari SKPD lain atau calon mitra usaha lain,” katanya saat ditemui di Rumah Produksi Katialada, (23/08).
Jika ada tantangan bagi usaha kelompok pengolahan tersebut maka itu adalah besarnya biaya akreditas halal.
“Biayanya jutaan, sulit juga kalau produksi kelompok masih terbatas dan skala kecil,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Abdul Aziz.
Sebelum para tamu meninggalkan rumah produksi, Abdul Aziz menyampaikan harapannya bahwa rumah produksi ini bisa saja menjadi maju jika kelompok-kelompok tersebut tetap bersemangat dan mulai membangun jaringan pemasaran.
“Usaha rumah produksi ini bisa menjadi wadah bersama bagi ibu-ibu mengisi waktu produktifnya. Mereka bisa mandiri jika tetap bersemang,” katanya.
ADVERTISEMENT
***
Demikian gambaran partisipasi perempuan di Desa Katialada, Kecamatan Kwandang, Gorontalo. Seperti itulah kreatifitas mereka melalui etalase pengolahan sumber daya pesisir di desanya. Mereka, para perempuan yang bebas berinisiatif di tengah dinamika desa-kota yang kian kompetitif.
Mereka, kaum perempuan di Desa Katialada itu tidak mau kehilangan momentum, seperti pesan Kartini, mereka harus mengambil inisiatif. Tanpa itu, mereka takkan bisa mengubah diri dan sekitarnya melalui ikhtiar.
Mungkin tak seperti kelompok-kelompok produktif lain yang telah meraup belasan atau puluhan juta dari berbisnis olahan perikanan, tapi ini telah menjadi bukti bahwa mereka tetap terbuka menerima agenda perubahan. Waktu yang akan menjawabnya.
Bagaimana di tempat Anda?
Tebet, 30/08.