Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sasi di Kepulauan Banda dan Asa Menteri Susi
26 Oktober 2017 23:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Kamaruddin Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Menteri Susi seusai proses tutup Sasi di Lonthoir (foto: Kamaruddin Azis)
ADVERTISEMENT
“Sistem sasi di Maluku adalah hal yang luar biasa arif. Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan warga.” Susi Pudjiastuti, (Pulau Hatta, 22/10).
Perihal sasi
Aturan Sasi adalah salah satu cara bijak dalam merawat harapan warga pesisir di wilayah Indonesia bagian timur. Jika di Sumatera ada ‘Lubuk Larangan’, tradisi ‘Panglima Menteng’ di komunitas Bajo Selayar, atau Manee di Sulawesi Utara, maka Maluku punya Sasi.
Sasi adalah konstruk sosial sekaligus model pengelolaan kolaboratif yang mencerminkan pertautan tata kelola sumber daya alam (ekosistem), nilai atau norma serta pengorganisasian melalui dewan adat. Dengan Sasi, semesta pulau, atau desa adat sejatinya akan tunduk dan patuh pada harapan di seberang waktu.
Memang, terdapat tantangan hebat karena dalam perjalanannya, Sasi laut bersinggungan pula dengan aturan-aturan administratif kontemporer (termasuk implementasi UU 23/2014). Pun daya jelajah nelayan-nelayan dari luar Maluku yang sering masuk jauh hingga ke dalam wilayah terumbu karang. Mereka bisa sebegitu jauh merangsek ke perairan dalam karena tergiur nilai ekonomi biota karang maupun lamun.
ADVERTISEMENT
Disebut tantangan sebab dalam praktik Sasi upaya penindakan pada yang melanggar kerap menjadi beban kolektif, atau dengan kata lain, penerapan sanksinya masih harus diselaraskan dengan aturan yang lebih tinggi. Yang banyak terjadi lebih banyak bersifat persuasif, misalnya meminta mengembalikan ke laut jika ada yang kedapatan mengambil biota ketimbang sanksi tegas.

Ada Sasi di Pesta Rakyat Banda (foto: Kamaruddin Azis)
***
Apapun itu, mengingat fungsi strategisnya sebagai ‘jaring pengaman’ kelestarian lingkungan, apalagi sebangun dengan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menekankan pada perlunya menjaga kedaulatan di lautan, bijak dalam mengelola sumber daya pesisir dan laut serta berorientasi ekonomi maka pada pelaksanaan Pesta Rakyat Banda 2017 (11 Oktober – 11 November), Sasi adalah niscaya dan perlu.
ADVERTISEMENT
Karena pertimbangan itu pula, Menteri Susi Pudjiastuti didampingi Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi hadir di Kepulauan Banda pada tanggal 21 hingga 23 Oktober 2017. Tidak tanggung-tanggung, dua desa pulau disambanginya, Desa Lonthoir di Pulau Banda Besar dan Desa Pulau Hatta.
Sasi di Lonthoir
Seusai diguyur hujan, suasana Negeri Lonthoir Pulau Banda Besar terlihat cerah. Gunung Banda Api nan kokoh di seberang Pantai Lahar terlihat bening. Awan tipis di puncak terlihat seperti kapas halus, bersih dan lembut. Di bawahnya terlihat lava sisa erupsi berwarna hitam.
Di sekira 10 meter dari sisi dermaga, Menteri Susi menjadi saksi ketika Keluarga Adat Kampung Lonthoir melaksanakan prosesi tutup sasi. Ada semacam sesaji yang dilarung ke laut, pun penghayatan pada hakikat mencintai laut. Dengan Sasi maka ini berarti, warga desa, atau sesiapapun takkan boleh menangkap, memanfaatkan, mengambil biota seperti batulaga, lola, udang lobster dan teripang.
ADVERTISEMENT
Di hadapan awak media, Menteri Susi mengapresiasi tradisi sasi ini. Dia berharap kiranya apa yang dilakukan ini bisa meningkatkan pendapatan warga Kepulauan Banda, terutama Lonthoir. Bersama Dubes Jason R. Donovan Jr dan Wakil Bupati Maluku Tengah, mereka membaur dengan warga yang bersukacita dan bertekad untuk menjaga biota laut Negeri.
Menurut hemat warga, pelaksanaan Sasi di Lonthoir selama ini lebih banyak berkaitan dengan sasi darat, yaitu untuk kebun atau komoditi daratan seperti kelapa atau pala. Belakangan ini mereka terpanggil untuk menerapkan kembali tradisi sebelumnya untuk mengaktifkan sasi tutup hingga beberapa waktu ke depan.

Gunung Banda Api di seberang Banda Besar (foto: Kamaruddin Azis)
Menurut Ahmadhan, (52), ketua RW 2, Lonthoir, sasi kali ini menyasar biota-biota dasar laut. “Kalau ikan, terutama ikan cakalang su sangat banyak, yang perlu dilindungi saat ini adalah yang ada di dasar karang seperti lola, teripang, lobster dan batulaga,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara Abidin, warga lainnya, Sasi tutup yang diberlakukan kali ini di Lonthoir adalah hal istimewa. “Selama ini lebih banyak mengatur sasi daratan,” katanya.
Tentang Sasi di Pulau Hatta
Menggunakan KM Siwalima, Menteri Susi didampingi Gubernur Maluku Said Assegaf, Kapolda Maluku Irjen Pol. Drs. Deden Juhara, Sekda Hamim Bin Thahir dan anggota Muspida meluncur ke Pulau Hatta untuk ikut serta pada acara buka Sasi.
Pagi itu, 22 Oktober 2017, Pulau Hatta bersolek, sebentar lagi prosesi buka Sasi akan dimulai. Di pantai, tenda dan kursi telah sedia. Umbul-umbul ragam warna melambai ditiup angin. Tak ketinggalan nyanyian beriring musim koplo menggema dari daratan.
Prosesi buka Sasi dimulai ketika anggota adat bermufakat untuk mulai membuka peluang pengambilan biota seperti lola (Latin: Trochus niloticus). Setelah proses di rumah adat dimana Menteri Susi hadir dan di tengah tetua ada, seorang pria jangkung berkopiah hitam menggaet pengeras suara. Dia membuka suara.
ADVERTISEMENT
“Perhatian, perahu-perahu yang ada di pantai segera menyingkir, Ibu Menteri Susi akan snorkeling di sekitar pantai,” begitu katanya setengah berteriak.
Dalam beberapa detik, Menteri Susi Pudjiastuti bergerak naik ke perahu sampan yang telah sedia di bibir pantai. Dia diikuti Gubernur Maluku Said Assegaf.
Di lambung sampan yang dinaikinya tertulis, “Kompak KM 001KKHL-PRL Kementerian Kelautan dan Perikanan”. di atas perahu bersayap itu, nampak pula Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti Poerwadi.
Menurut Diana, (30) perahu tersebut adalah perahu patrioli yang diberikan oleh Pemerintah melalui KKP untuk mendukung konservasi terumbu karang di Pulau Hatta. Diana adalah istri dari ketua kelompok konservasi yang sedang mengarahkan perahu untuk menuju lokasi snorkeling seperti disebutkan sebelumnya.

Keindahan Pulau Hatta (foto: Kamaruddin Azis)
ADVERTISEMENT
Menteri Susi mengecek kondisi terumbu karang sekaligus memanen lola yang kena Sasi. Dengan senyum lepas Susi mengangkat tiga ekor lola yang diperolehnya di lokasi yang selama ini dilindungi dari eksploitasi warga setempat.
“Yang bawa perahu itu suami saya, namanya Syamsul Umar, dia ketua kelompok konservasi,” katanya saat ditemui di pantai, tidak jauh dari lokasi perahu dimaksud. Bersama Diana ada anaknya, Said (8), murid SD Madrasah Ibtidaiyah Pulau Hatta. Diana tinggal di Kampung Baru, di sisi timur pulau.
“Kami rasa bangga. ibu Menteri bisa turun ke sini. Bangga dan senang lihat ibu Susi ikut acara buka Sasi,” aku Diana.
Perahu yang ditumpangi Menteri Susi tersebut adalah bantuan PRL tahun 2016. Melihat Menteri Susi menggunakan perahu tersebut untuk memantau kondisi perairan dan panen Sasi rasanya bisa menjawab ekspektasi kita tentang kolaborasi di pesisir dan laut kita,
ADVERTISEMENT
Menurut Zulham, staf pada Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang yang menaungi wilayah Maluku Tengah, kerjasama antara KKP dan kelompok konservasi ini ditandai dengan fasilitasi nelayan berupa sampan bermesin seperti yang dikemudikan Syamsul Umar tersebut. Rentang kendali BKKPN Kupang memang meliputi wilayah Maluku, khususnya Maluku Tengah termasuk pulau-pulau di Kepulauan Banda.

Menteri Susi dan rombongan bersiap panen lola (foto: Kamaruddin Azis)
***
Di tengah pelaksanaan pesta buka Sasi tersebut, penulis mewawancarai Kepala Desa Pulau Hatta, Sudar Rahasurun. Sudar terlihat sibuk kala itu, dia harus memastikan prosesi adat dan mengkoordikasikan jalannya dialog dan acara makan siang. Juga memenuhi permintaan air kelapa muda dari beberapa tamu.
Menurut Sudar, Sasi dilaksanakan sebagai jawaban atas kondisi terumbu karang yang sudah banyak mati, kerang laut pun kurang.
ADVERTISEMENT
“Ini dilakukan pertama kali sejak tahun 1954. Sasi pertama di situ,” katanya.
Sudar mengatakan bahwa sosok yang pertama kali menganjurkan Sasi di Pulau Hatta adalah Johannes Gotlief. Dia adalah kepala pemerintahan kala itu dan dijalankan dengan pendekatan adat oleh ketua Jacob Mailua.
Pulau Hatta yang kini menjadi desa defenitif awalnya bernama Kampung Rosungging. Pulau ini pernah dikunjungi oleh Hatta karenanya nama pulau pun datang dari ide Bung Hatta.
Terkait sejarah dan ketentuan Sasi, sejauh ini sasi laut menyasar perlindungan siput lola. Jenis gastropoda ini menjadi incaran banyak orang karena cangkang kulitnya yang licin. Banyak digunakan sebagai bahan kancing baju dan bernilai mahal.
“Sasi yang dibuka ini ditutup sejak tiga tahun lalu,” kata Sudar.
ADVERTISEMENT
Bagi Sudar, waktu tersebut sudah cukup untuk membuat lola berkembang dan siap dipanen. Pembukaan sasi kali ini dirangkaikan dengan Pesta Rakyat Banda dan dihadiri oleh banyak warga, bukan hanya warga Pulau Hatta tetapi juga warga dari pulau-pulau lain.
“Alhamdulillah, hari ini sudah ramai,” katanya.

Sudar di depan Menteri Susi dan pengunjung Pesta Rakyat Banda (foto: Kamaruddin Azis)
Menurut penjelasan Sudar, setelah sasi dibuka hari ini maka enam hari ke depan, warga Pulau Hatta bebas mengambil lola, maupun biota laut lainnya. meski begitu, dihimbau untuk tidak mengambil yang ukuran cangkanya di bawah 6 cm.
“Tidak boleh mengambil lagi setelah 6 hari. Setelah itu akan ditutup lagi dan dilarang. Masyarakat tidak boleh menyelam di malam hari, sebab pada saat malam, siput dan biota keluar samua, kalau ambil pada malam, pasti tidak ada bibit lagi,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sudar juga bercerita kalau beberapa waktu lalu terdapat 3 orang warga yang kedapatan ambil 5 ekor lola dengan cangkang di bawah 6 atau 7 cm.
“Kami minta mereka kembalikan ke laut, dan itu dilakukan,” katanya.
***
Apa yang dipaparkan tersebut di atas adalah contoh kerjasama antara pihak luar (Pemerintah) masyarakat desa di pelosok Maluku dalam melestarikan sumber daya pesisir dan laut.
Hal tersebut relevan dengan kebijakan Pemerintah melalui pelibatan masyarakat dalam menjaga kedaulatan di pesisir dan laut, mengelola dengan bertanggung jawab serta berperan aktif dalam meningkatkan nilai ekonomi melalui usaha perikanan dan pariwisata.
"Saya pikir budaya sasi yang diterapkan masyarakat Banda dan pulau-pulau lainnya di Maluku, merupakan bentuk kearifan lokal, bernilai positif untuk menjaga ketersediaan potensi sumber daya alam," begitu tanggapan Menteri Susi terhadap Sasi di Pulau Hatta.
ADVERTISEMENT
Jika membaca semangat pelaksanaannya, praktik Sasi adalah contoh nyata komitmen masyarakat dalam menjaga sumber daya daratan dan perairan. Mereka tentu saja tak bisa bergantung pada pihak luar agar Sasi tetap jalan, misalnya melalui festival atau Pesta Rakyat Banda seperti yang sedang berlangsung.
Meski Pemerintah melalui KKP dalam ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut bertanggungjawab untuk menjaga harmoni pengelolaan, dari pemanfaatan hingga upaya perlindungan, namun substansi Sasi adalah lahirnya kesadaran warga untuk bersama menjaga dan menjamin masa depan mereka sendiri melalui tradisi seperti Sasi.
Jika merujuk pada penjelasan di bagian awal tulisan ini bahwa Sasi adalah kelindan antara potensi sumber daya, norma atau aturan serta eksisten organisasi adat maka sejatinya, Sasi akan terus hadir dan bermanfaat selama ada upaya untuk melengkapi kapasitas dari organisasi dan menjaga konsistensi aturan yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Dia tidak bisa sekadar seremoni atau pesta berbasis proyek semata. Sasi adalah manifestasi keseharian warga bersama pemangku kepentingan lainnya terutama Pemerintah untuk melindungi sumber daya pesisir dan lautnya.

Menikmati keindahan Perairan Banda (foto: Kamaruddin Azis)
Menteri Susi mengapresiasi gagasan Pesta Rakyat Banda 2017 dan proses buka tutup seperti Sasi ini. Dia menyatakan bahwa warga bisa saja memanfaatkan sumber daya hayati peraitan Banda namun harus pula bertanggungjawab untuk menjaganya dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.
“Kita harus menjaga laut Banda, boleh ambil tapi tidak harus menghabiskan. Warga seharusnya menggunakan alat tangkap yang selektif dan tidak mengeksploitasi ikan secara besar-besaran,” pesannya.
“Alat tangkap harus diawasi, supaya bapak juga dapat ikan tuna, kalau pakai purseiner (jaring lingkar) besar-besar, akan habis,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di depan ratusan peserta Pesta Rakyat Banda 2017 di tepian Pulau Hatta, Susi tak lupa mengingatkan Gubernur dan jajarannya termasuk perwakilan Pemerintah Maluku Tengah untuk menyiapkan tempat pendaratan ikan, wahana untuk memasarkan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Banda.
Masih bertahannya Sasi di dua desa seperti Lonthoir dan Pulau Hatta, menandakan bahwa semangat warga untuk menjaga pesisir dan lautnya masihlah tebal. Dia tidak bisa hanya sekadar seremoni tahunan saja tetapi menjadi semangat yang diperjuangkan dan dijaga dengan sepenuh hati.
Jika boleh memberi saran, sebaiknya ada catatan tentang potensi sumber daya ekosistem yang diberlakukan sebagai daerah Sasi, sebelum dan sesudahnya. Ini penting agar menjadi wahana pembelajaran tantang dimensi perubahan atas berlakunya suatu aturan. Menjadi basis informasi sekaligus analisis bagi perubahan sumber daya alam laut, termasuk daya tahan aturan dan kapasitas organisasi selama pelaksanaan Sasi tersebut. Betul tidak?
ADVERTISEMENT
Jakarta, 25/10.