Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Terumbu Buatan, Solusi Alternatif untuk Ekonomi Masyarakat Pesisir
11 September 2017 20:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Kamaruddin Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Model terumbu buatan di Florida (foto: Keith Millie)
Dalam bulan Juni 2017, LIPI melaporkan bahwa berdasarkan verifikasi dan analisa data dari 108 lokasi dan 1.064 stasiun pemantauan selama tahun 2016 diperoleh hasil akumulatif hanya 6,39 persen karang Indonesia yang sangat baik.
ADVERTISEMENT
“Karang sangat baik tersebut merupakan karang alami yang belum tersentuh tangan manusia yang merusak. Setelah itu, disusul status baik sebesar 23,40 persen, sedang 35,06 persen, dan buruk 35,15 persen,” kata Dr. Suharsono, ahli karang terkemuka Indonesia mewakili LIPI.
“Selain karena perubahan iklim, akar masalah kerusakan karang terjadi karena ulah tangan manusia. Penggunaan bom untuk menangkap ikan perlu mendapat pengawasan ekstra,” kata peneliti senior LIPI tersebut di Kompas Online.
Selama bertahun-tahun, beragam program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang telah dilaksanakan, sayangnya, seperti laporan Suharsono tersebut, kondisi terumbu karang Indonesia yang masih sangat baik tidak sampai 10%. Terumbu karang yang rerata baik tidak lebih 30%.
Kondisi tersebut tentu tak cukup untuk menjadi penyedia ikan atau wahana sasaran eksploitasi ketika kebutuhan akan pangan dari lautan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Apa lagi di tengah kompetisi antar wilayah perairan yang semakin hebat dan kadang penuh konflik belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Belum banyak inisiatif dari Pemerintah Indonesia maupun organisasi masyarakat sipil berbasis lingkungan laut untuk mulai mencari alternatif seperti terumbu karang buatan (artificial reefs) yang ditempuh negara seperti Amerika atau Jepang.
Di Indonesia, masih ada silang sengketa antara perlu tidaknya terumbu karang buatan sebagai solusi di pesisir, sebab risiko, biaya yang tinggi serta masih luasnya rataan terumbu (reef flat) serta peluang dari perikanan lepas pantai.
Meski begitu, ada baiknya kita cermati gagasan terumbu karang buatan tersebut dan bagaimana dilaksanakan di dua negara dengan tradisi maritim kuat seperti di Negara Paman Sam Amerika Serikat dan saudara tua Jepang itu. Barangkali saja bisa menjadi solusi.
Menengok pengalaman di Negeri Paman Sam
ADVERTISEMENT
Melongok laman Florida Fish and Wildlife Conservation Commission (FWC) diperoleh informasi bahwa di sana, ada otoritas khusus bernama Divisi Pengelolaan Perikanan Laut yang bertanggung jawab untuk program terumbu buatan. Program ini telah disetujui Parlemen pada 1982.
Dari FWC, program tersebut kemudian ditangani oleh Departemen Perlindungan Lingkungan per 1 Juli 1999. Departeme tersebut bertanggung jawab memberikan bantuan finansial dan teknis kepada otoritas di wilayah-wilayah pesisir, LSM, dan perguruan tinggi dalam mengembangkan terumbu buatan termasuk memantau dan mengevaluasi terumbu karang di Florida.

Contoh terumbu yang telah berfungsi (foto: Sea Oats Reef/Florida)
Disebutkan bahwa pembuatan terumbu karang buatan bertujuan untuk menyediakan tempat rekreasi dan pemancingan serta untuk penyelaman. Selain itu demi meningkatkan pendapatan atau ekonomi masyarakat, populasi dan daya dukung habitat ikan karang, pun mengurangi konflik di antara pengguna serta menjadi pusat kajian terkait terumbu karang.
ADVERTISEMENT
Inisiatif tersebut, didasarkan pada fakta bahwa telah banyak kerusakan di ekosistem pantai dan laut mereka karena grounding kapal, perubahan iklim, abrasi dan sedimentasi yang hebat.
Florida merupakan salah satu wilayah di Amerika Serikat yang paling aktif di antara 14 bagian yang mempunyai wilayah pesisir laut di Amerika.
Ada 34 dari 35 wilayah pesisir Florida yang memanjang hingga 8.000-an mil dari garis pantai pasang surut (1.200 mil di depan Teluk Meksiko dan Samudra Atlantik) atau telah terlibat dalam pengembangan terumbu buatan.
Yang luar biasa adalah gagasan tersebut telah dilakukan sejak tahun 1940an sampai Agustus 2012. Lebih dari 2.700 terumbu karang buatan telah ditempatkan di perairan negara bagian tersebut. Puncak kegiatan terkait terumbu buatan tersebut berlangsung pada tahun 1982. Saat itu pemerintah setempat mencatat ada 300 izin terumbu buatan di pantai Florida.
ADVERTISEMENT
Kegiatan tersebut didukung oleh kub-klub pemancing, LSM dan pihak-pihak yang peduli isu kelautan termasuk perguruan tinggi. Merekalah juga yang bersama pemerintah setempat yang mengkaji kebijakan, kelayakan, monitoring dan evaluasi program terumbu karang buatan mereka secara berkala.
Sebagai misal, di Taylor County pada kedalaman 20 meter mereka menggunakan karet, dan baju-baja, ini dilakukan sejak tanggal 31 bulan Desember tahun 1965. Di Monroe County menggunakan material dari kapal dan ditempatkan pada pada tahun 3 Agustus 1945.
Mereka memasang terumbu demi menyiapkan habitat pemijahan dan substrat untuk makan untuk bagi tidak kurang 200an spesies ikan karang yang diamati di terumbu lepas pantai mereka seperti disebutkan di atas.. Di lokasi seperti Sirotkin Artificial Reef yang lebih dalam telah ditempatkan banyak material yang dimaksudkan sebagai terumbu karang buatan.
ADVERTISEMENT
Sementasi di lokasi South Art Artificial Reef dirancang dan untuk meningkatkan populasi ikan dasar di lepas pantai Martin County di daerah yang tidak mudah diakses oleh pemancing. Ini dipiliih untuk memberikan kesempatan kepada ikan-ikan besar untuk bertelur dan memijah seperti ikan kerapu.
Universitas Florida menyebutkan bahwa manfaat ekonomi pembuatan terumbu buatan berdasarkan hasil penelitian adalah; untuk setiap investasi $ 1 yang digunakan di terumbu buatan di Florida Panhandle, manfaat ekonomi keseluruhan dari sistem terumbu buatan selama rentang fungsinya adalah rerata US $ 138. Sumber angka ini adalah dari John Dodrill, dia manajer pada Florida Fish & Wildlife Conservation Commission.
“Itu adalah return investasi yang sangat besar hingga 13.800%,” kata sumber tersebut.
ADVERTISEMENT
Hasil penelitian serupa juga dirilis pada tahun 1999.
Dr. Frederick W. Bell dan Dr. Mark Bonn dari Universitas Negeri Florida memperkirakan dampak ekonomi melalui penjualan, pendapatan dan lapangan kerja serta nilai penggunaan ekonomi non-pasar meliputi kelimpahan konsumen atau penggunaan terumbu buatan di lima daerah yaitu Bay, Walton, Okaloosa, Santa Rosa dan Escambia County di Florida barat laut.
Pada laporan tersebut disebutkan bahwa warga telah menghabiskan lebih dari $ 57 juta terkait upaya penangkapan ikan dan menyelam (izin) di terumbu buatan di lima wilayah tersebut selama periode 12 bulan. Akivitas ini menghadirkan sebanyak 695 tenaga kerja baik penuh maupun paruh waktu.
“Lebih dari US$ 7,4 juta dihasilkan melalui upah dan gaji di kelima lokasi tersebut yang terkait dengan usaha pemancingan dan penyelaman di terumbu buatan,” begitu hasil riset mereka.

Sebelum diboyong ke laut (sumber: www.reefmaker.com)
ADVERTISEMENT
Pengalaman di Jepang
Penggunaan terumbu buatan di Jepang ternyata lebih dulu ketimbang Amerika Serikat. Di Abad pertengahan, nelayan Jepang dilaporkan telah menempatkan struktur bambu yang sangat besar untuk meningkatkan jumlah ikan untuk kemudian ditangkap.
Menurut catatan otoritas di Jepang, terumbu buatan pertama yang ada dilaporkan pada tahun 1650, kemudian di tahun 1789 dan 1801.
Secara intensif, pada tahun 1930 Jepang bahkan telah memberikan dukungan dan subsidi negara untuk mendorong pemasangan terumbu buatan terutama dari tahun 1952.

Terumbu buatan ala Jepang (sumber: Kariya/Japan Bullet)
Mereka terus berinvestasi dan berinovasi dalam penelitian dan pengembangan bahkan dengan mengusung proyek-proyek berskalal besar. Mereka mengalokasikan anggaran hingga 1 miliar Euro/pertahun untuk terumbu karang buatan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2004, dilaporkan tidak kurang 12% wilayah perairan pantai Jepang telah menerima atau menampung 20 juta meter kubik terumbu buatan dari semua jenis material seperti logam dan beton. Mereka menggunakan konstruksi menara dari logam atau baja hingga 35 meter dengan berat hingga 92 ton.
Bahkan ada yang mencapai 80 meter tingginya. Modelnya seperti cakram dan menjualng dengan diameter hinga tiga meter. Pada benda ini dibuat lubang sebagai pemberi jalan arus.
Sebagai informasi, di Jepang, terdapat 350 model terumbu yang telah dipatenkan untuk ditempatkan di laut dan sesuai dengan karakteristik perairan tertentu. Ada tidak kurang 20.000 titik lokasi di Jepang yang telah dijejali terumbu buatan tersebut.
Singkat cerita, terumbu karang buatan menjadi alternatif di luar negeri dengan tujuan untuk melindungi ekosistem laut dan menjadi rumah bagi puluhan juta ikan dan kekerangan seperti abalone, udang-udangan maupun biota laut penting lainnya.

Jika terumbu buatan sudah berfungsi (foto: vision launch)
ADVERTISEMENT
Peluang Indonesia
Tidak banyak informasi tentang investasi Pemerintah dalam usaha terumbu karang buatan ini sejak 3 dasawarsa terakhir kecuali transplantasi karang atau terumbu skala kecil. Yang ada adalah ide menghebohkan ketika beberapa tahun lalu, pada tahun 80-90an, Gubernur Jakarta berencana membuang rongsokan bajaj, bemo, helicak, becak, mikrolet serta rongsokan mobil besar di Jakarta sebagai rumpon di laut Kepulauan Seribu.
Rumpon, fungsinya mirip dengan terumbu buatan yang dimaksud dalam tulisan ini namun secara disain dan operasinya berbeda karena dibuat khusus.
Dari grup Whatsapp Alumni Kelautan Unhas, Dr. Muhammad Ilyas, peneliti BPPT mengatakan bahwa sebenarnya terumbu buatan dapat menjadi pilihan dalam merelokasi atau menyiapkan lokasi penangkapan ikan baru, ketika lokasi sebelumnya telah jenuh.
ADVERTISEMENT
“Nelayan bisa berpindah dari kebiasaan memancing di terumbu karang ke wilayah non terumbu seperti yang kami lakukan di Pulau Tunda. Sampai saat ini masih menjadi lokasi pemancingan ikan-ikan seperti kakap merah,” katanya.
Sementara Menurut Dr. Muhammad Lukman, akademisi Unhas, salah satu penilaian dari efektivitas penempatan terumbu karang buatan di Jepang adalah pada wadah atau model yang lebih tinggi.
“Rupanya dengan tingginya hingga 20 meter, terumbu karang buatan tersebut lebih menarik dan produktif bagi tumbuh kembangnya ikan, ketimbang yang lebar dan pendek,” kata alumni Kelautan Unhas yang kini bekerja untuk Sekretariat CTI di Manado dan baru saja mengikuti pertemuan terkait Artifical Reefs di Trengganu, Malaysia ini.
Lukman memperoleh informasi bahwa di Australia, investasi besar-besaran telah dilakukan oleh otoritas di New South Wales dan dan Western Australia.
ADVERTISEMENT
“Tadi baru saja dipresentasikan, investasinya jutaan dollar Australia,” katanya melalui Whatsapp group alumni Kelautan Unhas.
Lukman yakin bahwa terumbu karang buatan ini bisa menjadi sousi bagi perikanan tak ramah lingkungan (destructive fishing) yang selama ini menjadi ancaman bagi terumbu karang di negara-negara wilayah segitiga karang dunia.
“Terumbu ini bisa jadi solusi, menjamin keberlanjutan, pelestarian lingkungan sekaligus mensejahteraan masyarakat pesisir. Tentu dengan syarat konstruksinya sesuai dengan tipikal laut dan kesesuaian materialnya,” katanya.

Instalasi terumbu buatan (foto: www.asmfc.org)
Merespon peluang tersebut, Ketua Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Unhas, Darwis Ismail mengatakan bahwa lokasi-lokasi yang jenuh seperti perairan Takalar, Jeneponto atau di pesisir barat dan selatan Sulawesi Selatan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai terumbu buatan ini. Perlu mendapat dukungan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan.
ADVERTISEMENT
“KKP bisa fokus di sini, menyiapkan dukungan untuk kepentingan jangka panjang. Ini bisa menjadi solusi ketika banyak nelayan setempat melakukan migrasi ke pulau-pulau jauh,” katanya,
Di ujung obrolan, Dr. Muhammad Ilyas mengatakan bisa saja BPPT mengambil peran dalam mendorong aplikasi terumbu karang buatan ini. Menurutnya, KKP kalau tertarik meriset yang langsung menghasilkan duit dan berkesinambungan sumber daya hayati laut, terumbu buatan adalah salah satu solusinya.
“Mahal memang tapi akan menghasilkan dan bermanfaat. Apalagi jika bisa membuat terumbu dengan dengan durasi material yang lebih awet, 10 hingga 20 tahun misalnya. Terumbu apung juga bagus bagi penangkapan ikan. Salah satu hasil riset menemukan adanya dampak metode floating dengan eksistensi ekologi baru di offshore hingga radius 25 km,” papar Ilyas.
ADVERTISEMENT
“Kami siap, kalau negara menugaskan tapi harus dikerjakan secara nasional, ada BPPT, LIPI, KKP dan Universitas. Yang pertama, mungkin mengeluarkan national guideline terkait terumbu buatan ini. Dan itu menjadi acuan berikutnya,” kata alumni Kelautan Unhas angkatan pertama ini, peraih gelar Doktor Kelautan dari salah satu universitas di Jepang.
Terkait panduan dalam pembuatan terumbu buatan tersebut, Ilyas menyebutnya harusnya sejak dulu sudah disiapkan.
“Harusnya ini sudah dikeluarkan sejak periode Menteri Sarwono Kusumaatmadja lalu,” pungkasnya.
Gowa, 11/9