30 Hektare Lahan Mangrove di Bali Dijadikan TPA

Konten Media Partner
21 Februari 2019 8:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi TPA Suwung di Denpasar, bali (dok.kanalbali)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi TPA Suwung di Denpasar, bali (dok.kanalbali)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com – Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Bali, kini sudah tak layak lagi digunakan. Hal itu dikarenakan TPA tersebut telah mengambil lahan mangrove seluas 30 hektare.
ADVERTISEMENT
Koordinator Komunitas Peduli Sampah (KPS) Bali, Catur Yudha Hariani, mengatakan pemerintah mengajukan solusi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLSTa) di Bali. Namun sayangnya menurut Hariani, kegiatan tersebut justru berbahaya untuk masyarakat.
"PLSTa pasti menggunakan insenerator jarak radiasinya mencapai 30 kilometer dari lokasi, itu berbahaya,” ujarnya, Kamis (21/2) di Denpasar, Bali.
Menurutnya, ada salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menanggulagi sampah-sampah yang terlanjur menggunung dan lebih ramah lingkungan. Yakni dengan menginisiasi gerakan zero waste yang dimulai dari sumber sampah sekaligus mengembangkan circular economy sampah.
Salah satunya adalah dikelola dengan metode sanitary landfill. Apabila ide zero waste segera dijalankan, maka harus mulai dipisahkan lokasi baru dengan metode baru dengan yang lama. Dengan zero waste, diharapkan sampah yang dibuang ke TPA hanya residunya saja.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, para pemulung bisa dipekerjaan pada sektor composting dan unit penjualan sampah anorganik. “Pemerintah harus serius menyediakan dana edukasi door to door, pelatihan SDM para petugas pengambil sampah,” kata Hariani.
Namun pada kenyataannya kesadaran masyarakat sendiri untuk mengurangi sampah dan mengelolanya dengan benar masih sangat rendah.
“Sekarang secara wacana bagus, tetapi secara praktik minim. Gerakan dan kampanye clean up ramai tetapi ternyata di rumahnya tidak melakukan pemilahan dan pengelolaan,” ucap Hariani.
Masyarakat, kata dia, sudah tahu bahwa sumber sampah sebagian besar ada di rumah. Tapi mereka sangat malas untuk memulai inisiatif dari rumah . “Padahal kita sudah darurat sampah,” kata dia.
Catur Yudha Hariani (IST)
Hariani menyambut baik Peraturan Gubernur dan Peraturan Wali Kota soal larangan kresek serta penggunaan beberapa plastik sekali pakai. “Sekarang banyak warga yang mengeluh tapi itu hanya reaksi awal saja. Saya yakin lambat laun masyarakat akan mencari alternatif pengganti,” ujar Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali ini.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan rumahnya, kata dia, adalah terus melakukan edukasi, penegakan hukum, evaluasi dan monitoring. Jangan sampai peraturan ini hanya hangat-hangat di awal saja lalu tahun berikutnya kendor. (kanalbali/RFH)