Konten Media Partner

AA Made Djelantik, Putra Raja Karangasem Mengabdi Hingga ke Somalia

12 Januari 2019 15:14 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cover buku 'Bening Embun' AA Made Jelantik (kanalbali/IST)
zoom-in-whitePerbesar
Cover buku 'Bening Embun' AA Made Jelantik (kanalbali/IST)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Anak Agung Made Djelantik merupakan sosok budayawan Bali, seorang dokter sekaligus putra Raja Karangasem Anglurah Ketut Karangasem dan Makele Selaga. Perjalanan hidup dan sejarah pemikirannya kini ditulis dalam bentuk buku berjudul “Bening Embun: Perjalanan A. A. Made Djelantik”. Buku biografi yang ditulis oleh Dr. Nyoman Wijaya itu diluncurkan, Jum'at (11/1) di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Tokoh itu sendiri telah meninggal pada 5 September 2007 dalam usia 88 tahun, di Wings Internasional, RSUP Sanglah, Denpasar. Menurut budayawan Wayan Juniartha, Djelantik adalah salah-satu tokoh yang sangat well-educated dengan metode keilmuan tapi sangat konservatif dengan budaya bali. Jadi secara mindset seperti orang Barat, namun hatinya tetap di Bali," kata Ketua Program Indonesia Ubud Writers and Readers Festival (UWRF). Djelantik menempuh pendidikan Hollandsch-Inlandsche School/HIS Denpasar, Bali, kemudian ke Meerleetgebreid Langer Orderwijs/MULO Malang, Jawa Timur dan Algemene Middlebare School/AMS Yogyakarta. Setamat dari AMS tahun 1938, ia nekat berlayar ke Belanda dan lulus dari Gemente Uiversitet Amsterdam, Belanda tahun 1946. Ia adalah orang Bali pertama yang menjadi dokter lulusan luar negeri. Menurut Dr. Nyoman Wijaya, buku “Bening Embun” bukan saja memuat potongan peristiwa dalam perjalanan dr. A.A. Made Djelantik, namun berisi nilai-nilai hidup yang perlu diteladani dari sosok yang pernah diasingkan oleh Belanda ke Pulau Buru pada tahun 1948 ini. Ia diasingkan karena dianggap dekat dengan pahlawan I Gusti Ngurah Rai. Selama pengasingan itu, Bulantrisna Djelantik, yang kelak sohor menjadi penari dan koreografer mumpuni, turut serta.
Bulan Tisna, penari Legong, putri AA Made Jalantik (kanalbali/IST)
zoom-in-whitePerbesar
Bulan Tisna, penari Legong, putri AA Made Jalantik (kanalbali/IST)
“Kesediaan untuk merendahkan diri, itulah hal yang dididik dalam sosok dr. Djelantik. Dari usia muda beliau telah terbiasa mengalah dari kakaknya. Kesadaran beliau pula yang mendorong beliau untuk tetap hormat terhadap saudara-saudaranya,” ungkap Nyoman Wijaya. Pada tahun 1969-1980 A.A. Made Djelantik sempat bertugas sebagai ahli malaria WHO di di Somalia dan Afghanistan. “Keterlibatan Dokter Djelantik dalam upaya eradikasi malaria di Indonesia, Somalia, Irak dan Afganistan adalah wujud pengakuan dunia terhadap kualitas diri Dokter Djelantik, bukan semata-mata kecakapan teknis beliau dalam penanggulangan malaria. Dalam konteks ini, tidak berlebihan bila Dokter Djelantik dapat disebut telah berhasil mentransformasi modal sosial dan ekonominya menjadi modal moral sekaligus kultural, “ sebut dr. Nyoman Sutarsa. A.A. Made Djelantik mulai lebih tekun menerjuni bidang kebudayaan sewaktu Bulantrisna menjadi penari legong di Peliatan, Ubud, dan intens berdiskusi dengan guru-guru tari terkenal, seperti Biang Sengog, I Kakul, I Maria, dan Wayan Lotring. Ia kemudian diminta mengajar di Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar (sekarang ISI Denpasar) dengan mata kuliah Estetika. Ia juga menulis buku ‘Balinese Painting’, melakukan penelitian dengan mendatangi para pelukis Bali –merumuskan pembabakan dalam seni lukis Bali: wayang, lukisan klasik kamasan, periode Pita Maha, dan modern. (kanalbali/IST)
ADVERTISEMENT