Asosiasi Koperasi Arak Bali Sampaikan 5 Alasan Menolak RUU Minol ke DPR RI

Konten Media Partner
12 Oktober 2021 8:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Produksi arak Bali yang telah dikemas oleh UMKM - IST
zoom-in-whitePerbesar
Produksi arak Bali yang telah dikemas oleh UMKM - IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR— Asosiasi Koperasi Arak Bali telah mengirimkan petisi menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Minuman Beralkohol kepada Badan Legislasi DPR RI.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah dua kali menyurati Baleg DPR RI terkait penolakan RUU Minuman Beralkohol,” kata Ketua Asosiasi Koperasi Arak Bali, Ida Ayu Puspa Eni, Senin, (11/10/2021).
Petisi yang terakhir dikirim pada akhir bulan September tersebut mengandung lima poin penting. Pertama, arak Bali sebagai sebuah ekosistem, sebuah warisan budaya yang telah ada dari ratusan tahun, sehingga perlu dilestarikan dengan mengacu pada Undang-undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5/2017.
Kedua, arak sebagai penopang ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan berbasis UMKM dalam ekosistem arak Bali melibatkan kurang lebih 30.000 keluarga petani, pengrajin, koperasi, empat pabrikan, distributor, reseller, dan tenaga kerja.
“Di kemudian hari, industri arak dapat menjadi alternatif dari sektor pariwisata agar kegiatan ekonomi masyarakat lebih terdiversifikasi dan tidak bergantung pada sektor pariwisata saja,” jelasnya.
Arak Bali - IST
Ketiga, keberadaan arak mampu mendukung pariwisata di Pulau Dewata karena arak berpotensi menjadi ikon produk unggulan minuman fermentasi UMKM Bali dan wisata destinasi ke desa-desa penghasil arak. Konsep yang sama dapat dilihat dari wisata minuman tradisional Sake di Jepang, atau Soju di Korea.
ADVERTISEMENT
“Belakangan seiring dengan inovasi yang berkembang Bali juga menelurkan banyak varian dan liqueur arak yang baru yang disesuaikan dengan selera wisatawan mancanegara,” tuturnya.
Keempat, konservasi budaya, sarana adat istiadat, dan keagamaan di Pulau Dewata. Dalam hal ini arak  merupakan salah satu sarana ritual persembahyangan umat Hindu.
Kelima, industri arak sebagai konservasi alam dan lingkungan hidup. Ia menyebutkan, pohon aren, lontar, kelapa dikenal dengan pohon kehidupan, dari akar, batang, daun, bunga, dan buah penting untuk di budidaya dan hasilnya dapat menjadi ekonomi rakyat.
Menurutnya poin kelima ini sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9/2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial yang baru saja dikeluarkan pada April 2021.
“Segala usaha untuk memajukan dan melestarikan warisan budaya, sekecil apapun akan sangat berarti bagi kemajuan dan kenyamanan masyarakat Bali dan petani arak,” jelasnya. (Kanalbali/LSU)
ADVERTISEMENT