BMKG: Anomali Cuaca Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia Hingga 40 Persen

Konten Media Partner
9 November 2020 11:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) Dwikorita Karnawati (3 dari kiri) - IST
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) Dwikorita Karnawati (3 dari kiri) - IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Bencana alam saat musim hujan harus makin diwaspadai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, Indonesia saat ini menghadapi fenomena anomali iklim global.
ADVERTISEMENT
"Ini akibat terjadinya anomali suhu muka air laut di samudera pasifik tengah ekuator," kata Karnawati, saat memberi sambutan di acara "Sekolah Lapang Cuaca Nelayan Provinsi Bali tahu 2020," di Kantor Balai BMKG Wilayah lll Denpasar, Bali, pada Senin (9/11).
Ia mengatakan, suhu muka air laut di samudera fasifik kini lebih tinggi atau dingin dibandingkan suhu muka air laut di wilayah kepulauan Indonesia yang semakin hangat. "Karena, matahari semakin mendekat berada di sekitar ekuator. Jadi kita semakin hangat tetapi di sana justru semakin dingin," imbuhnya.
Maka, dengan adanya fenomena itu kendati jarak samudera pasifik ribuan kilometer dari Indonesia dan Bali, tentu ada dampaknya akibat perbedaan suhu yang signifikan. Karena, suhu di sana
ADVERTISEMENT
mencapai lebih satu derajat celcius dan mines-nya dari suhu normalnya.
"Maka dari perbedaan itu, terjadilah aliran masa udara basah dari samudera pasifik menuju ke kepulauan-kepulaun di Indonesia. Padahal, di kepulauan Indonesia ini saat ini sudah sangat menghangat artinya pengutaan semakin intensif karena kita memasuki musim kemarau," ujarnya.
"Pembentukan, awan-awan hujan tanpa laminal itu sudah intensif. Sehingga mulai September sampai nanti diprdiksi Maret, April, itu akan ada tambahan pasokan uap air. Sehingga, BKMG memprediksi dampaknya di wilayah Indonesia adalah peningkatan curah hujan, terutama akumulasi curah hujan bulanan dan musiman," jelasnya.
Ia juga menyebutkan, seberapa besar
meningkatkanmya curah hujan. Hal itu, bervariasi dan tergantung waktu serta tempatnya. Namun, untuk intensitas curah hujan peningkatannya bisa mencapai 20 sampai 40 persen.
ADVERTISEMENT
"Tergantung wilayahnya dimana. Hal itulah yang perlu diwaspadai dengan meningkatnya curah hujan ini. Selain, berpotensi terjadi hujan lebat disertai angin kencang, dan kilat petir," terangnya.
"Jadi mohon maaf, sudah dalam masa pandemi kita masih menghadapi fenomena alam ini. Sehingga, para nelayan ini perlu kita jaga, perlu kita lindungi agar para nelayan ini tetap bisa menangkap ikan bukan mencari ikan. Tapi menangkap ikan namun tetap selamat," sambungnya.
Ia juga, menyampaikan bahwa di Bulan November 2020 ini, pihaknya sudah memprediksi curah hujan terutama di wilayah tengah dan selatan Indonesia. Kemudian, samudra Indonesia ini akan mengalami peningkatan curah hujan sampai sekitar 50 persen hingga November dan mungkin sampai Desember.
"Sehingga, di bulan-bulan ini mohon para nelayan rajin-rajinlah memonitor perkembangan cuaca. Sejak September itu BMKG sudah mendeteksi terjadinya anomali suhu muka air laut di wilayah samudera fasifik di wilayah tengah ekoator dan disana lebih dingin daripada wilayah kepulauan Indonesia," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Sehingga curah hujan diprediksi dan nyatanya sudah terbukti meningkatkan antar 20 sampai 40 persen. Artinya, hujannya semakin lebat disertai dengan angin kencang, kilat dan petir. Untuk wilayah Bali peningkatanbya sampai 50 persen tapi puncaknya di November ini terutama wilayah Bali tengah dan selatan," ungkapnya.
Ia juga mengatakan, dengan adanya anomali tersebut dampaknya juga ke Samudera Hindia yang nantinya terjadi gelombang tinggi dan harus diwaspadai.
"Soalnya, kalau di Bali malah November.(puncaknya). Kalau wilayah lain ada yang Desember dan bulan-bulan ini harus diwaspadai baik oleh nelayan maupun seluruh anggota masyarakat adanya peningkatan curah hujan tersebut yang dapat berpotensi mengakibatkan bencana hidrometeorologis, terutama longsor, banjir dan banjir bandang," ujar
Karnawati. (*).
ADVERTISEMENT