Buat Instalasi Toilet Emas, Seniman Bali Sindir Negara Kaya yang Mengatur Dunia

Konten Media Partner
13 November 2022 10:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Respons terhadap karya instalasi seniman Bali Ketut Putrayasa - RFH
zoom-in-whitePerbesar
Respons terhadap karya instalasi seniman Bali Ketut Putrayasa - RFH
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Sebuah garapan seni instalasi bertajuk ‘’The Golden Toilet in Winter’’ karya seniman Ketut Putrayasa, Sabtu (12/11) ditampilkan di Penggak Men Mersi, Denpasar.
ADVERTISEMENT
Karya ini kemudian direspons dengan pembacaan puisi oleh sastrawan Wayan Jengki Sunarta dan gerak tari teaterikal seniman Achmad Obe Marzuki.
Putrayasa menyebut Instalasi ini menjadi sejenis satire yang boleh ditafsir dengan cara pandang beragam sekaligus ambigu.
Saat ditanya apakah instalasi itu terkait dengan event G20 yang sedang digelar di Bali, dia pun menyerahkan tafsiran pada mereka yang menikmati karyanya.
Ia sendiri lebih memaknainya sebagai suara kritis, serta cibiran halus pada kekonyolan-kekonyolan peradaban kapitalis pada hari ini.
Salah-satunya adalah banyaknya kesepakatan pemimpin dunia yang ujungnya adalah untuk mempertahankan kenyamanan mereka sendiri.
Instalasi yang dibuat Putrayasa berupa piramida yang terbuat dari balok es. Lalu, piramida itu dihubungkan dengan toilet merah yang digelar memajang dan pada ujungnya adalah sebuah toilet.
ADVERTISEMENT
Instalasi lalu direspons oleh Obe dengan mengangkatnya menuju puncak gunung es. Ia berusaha memanggulnya meski begitu berat dan bahkan sempat terjatuh es yang sudah mulai mencair. Sampai akhirnya dia dengan susah payah berhasil meletakkannya di puncak.
Ketut Putrayasa - IST
Sementara itu, penyair Wayan Jengki Sunarta merespons dengan pembacaan puisi yang mengkritik dan mengutuk para penguasa. Mereka tak habis-habisnya mengeksploitasi alam dan ujungnya hanya untuk dapat buang hajat dengan leluasa.
Aktivis Nyoman Mardika yang hadir saat acara menyatakan, instalasi ini pas untuk menggambarkan situasi dunia dalam menghadapi perubahan iklim. Sebab, para pemimpin dunia yang industrinya menjadi penyebab masalah itu justru mendapat karpet merah dalam upaya mencari solusi. "Akibatnya, ya hanya mutar-mutar persoalan saja," katanya. (kanalbali/RFH)
ADVERTISEMENT