Buku Kesaksian Pandemi Terbit, Penulisnya Owner Hotel hingga Penyandang Autoimun

Konten Media Partner
25 April 2022 12:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana peluncuran buku  'Kisah di Seputar Pandemi'di Denpasar, Bali - ROB
zoom-in-whitePerbesar
Suasana peluncuran buku 'Kisah di Seputar Pandemi'di Denpasar, Bali - ROB
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Sembilan penutur dari 6 kota menuangkan pengalaman mereka selama melewati masa Pandemi COVID-19 dalam buku berjudul 'Kisah di Seputar Pandemi'.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Arimbi Heroepoetri, Christina Arum, Dewi Rana, Diana Gultom, Etha Widiyanto, Jeany Novita Sidupa, Lely Zaelani, Norjanah dan Savirra Alaydroes. Buku ini sendiri diluncurkan di Warung Kroffee, Jalan Pudak, Denpasar, Bali pada Minggu (24/4).
Datang dari berbagai latar belakang, para penulis coba mengangkat pengalaman dan kegelisahan mereka. Mulai dari soal ekonomi, kesehatan sampai solidaritas warga selama pandemi berlangsung.
Kisah dari Etha Widiyanto, misalnya. Perempuan kelahiran Purbalingga ini menuturkan bagaimana dia sebagai manajer salah satu hotel di Ubud harus putar otak supaya tidak merumahkan karyawan.
"Setahun silam itu kan kita menunggu ini akan apa. Tamu tidak ada yang datang, sementara harus tetap menggaji karyawan," kata perempuan yang akrab disapa Etha ini. Pilihannya ketika itu adalah bercocok tanam di areal hotel.
ADVERTISEMENT
Karyawan yang sehari-hari bekerja melayani tamu beralih kegiatan dengan bertani. Dengan menggunakan metode permaculture, lahan seluas 700 meter persegi disulap jadi kebun. 12 karyawan secara bergantian mengolah lahan dengan menanam berbagai jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan dapur.
sampul buku 'Kisah di Seputar Pandemi' - ROB
"Lalu muncullah ide apa yg bisa dikerjakan, jadilah kebun hotel. Dengan (pola) permaculture kan menanam sendiri yang bisa dimakan, tidak perlu keluarkan uang untuk beli di pasar," ucap Etha.
Namun, panjangnya pandemi membuat Etha harus membuat keputusan berat di penghujung 2021. Dia tidak bisa mempertahankan seluruh karyawan dan hanya menyisakan empat orang. "Desember 2021 terpaksa harus dilakukan karena memang kondisinya tidak menentu dan kita tidak tahu sampai kapan," ucap Etha.
Penulis lainnya Diana Gultom, menuturkan tentang bagaimana dia harus membuat keputusan-keputusan sulit akibat mengidap autoimun. Apalagi dengan adanya kebijakan wajib vaksin bagi warga. Pengidap autoimun menurutnya sangat sensitif terhadap obat-obatan berbahan kimia serta kondisi tubuh sangat rentan jika mengalami stres.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang membuat lulusan Fisip Universitas Indonesia ini memilih hijrah ke Bali. "Penderita autoimun harus melalui General check up sebelum vaksin, sebab kalau salah kan bisa menyerang balik ke tubuh. Sementara di sisi lain sangat minim informasi dari pemerintah soal penanganan bagi warga dengan kasus spesifik seperti yang saya alami," terang Diana.
Salah satu penulis buku 'Kisah di Seputar Pandemi' yang diterbitkan oleh Debtwatch itu, Christina Arum menuturkan, buku ini penting sebagai catatan sejarah. Orang dengan berbagai latar belakang memiliki strategi untuk bertahan selama masa pandemi.
"Cerita-cerita seperti ini tidak Kita dapat dari media mainstream, jadi penting untuk ditulis. Intinya buku ini bersifat mengedukasi, menginspirasi dan juga bagaimana berbagi pandangan dan pengalaman selama masa pandemi," ucap Arum.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain selama pandemi Arum melihat bagaimana solidaritas antar warga khususnya di Bali terbangun. Sering dikenal dengan menyama braya. Pola hidup yang konsumtif juga perlahan-lahan berubah, sesuai keadaan.
"Banyak hal berubah di sekitar kita. Paling sederhana misalnya jika sebelumnya belanja di supermarket kini orang lebih cenderung belanja di warung terdekat, ada proses interaksi antar warga di situ. Ada juga yang mengisi waktu dengan berkebun, bersepeda, saling berbagi pangan dan beragam kegiatan. Banyak hal telah berubah akibat pandemi," ucap Arum. (KanalBali/ROB)