Konten Media Partner

Cerita Pedagang Ikan di Kedonganan, Bali, yang Kini Merugi karena Wabah COVID-19

16 April 2020 15:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepinya pasar ikan Kedonganan membuat Syamsul beralih pekerjaan jaid pengangkat es batu - KAD
zoom-in-whitePerbesar
Sepinya pasar ikan Kedonganan membuat Syamsul beralih pekerjaan jaid pengangkat es batu - KAD
ADVERTISEMENT
Pasar ikan di Kedonganan, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali biasanya selalu ramai dengan pembeli. Pasar ini adalah pusat penyediaan ikan segar untuk kebutuhan restoran dan hotel di Bali. Banyak warga yang memilih datang langsung untuk mencari ikan dangan harga paling murah hingga malam hari di sini.
ADVERTISEMENT
Namun sejak wabah corona, suasananya tampak berbeda. Kedonganan dibatasi berjualan hingga pukul 15:00 WITA. Biasanya, pasar ikan ini tutup pada pukul 17:00 WITA.
"Semenjak wabah corona sudah mulai sepi , sekarang juga dibatasi sampai jam 3 sore sudah selesai," kata Syamsul, salah satu pedagang ikan, Kamis (16/4).
Ia juga menceritakan, imbas dari wabah COVID-19 sudah banyak pedagang yang pulang kampung. Namun, lebih banyak yang bertahan dan tetap berjualan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Tapi kebanyakan pedagang masih bertahan. Masih cari penghasilan sedikit demi sedikit untuk dikumpulkan buat beli nasi dan rokok," imbuhnya.
Suasana sepi di Pantai Kedonganan yang biasanya ramai oleh perahu nelayan-KAD
Ia bercerita, dengan adanya wabah Virus Corona penjualan ikannya menurun drastis. Untuk hari ini saja hanya mendapatkan Rp 200 ribu karena sepinya pengunjung. Sementara, untuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya Syamsul terpaksa menambah pekerjaannya menjadi panol atau kuli angkut air laut dan es batu. Ia biasanya menawarkan jasanya untuk diberikan kepada para pedagang ikan agar ikannya tetap segar.
ADVERTISEMENT
"Berhubung, juragan saya tidak datang, iya saya jadi panol. Iya dapat tambahan penghasilan Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu tapi tidak mesti. Tergantung pedagang, minta dibawakan air laut atau es batunya ke lapaknya," ungkapnya.
Ia mengatakan, sebelum wabah Corona biasanya dia berjualan ikan menjajakan milik juragannya di Pasar Kedonganan. Namun, semenjak wabah tersebut merebak juragannya pulang kampung dan penghasilannya menurun drastis.
Hal senada juga dirasakan oleh Hudi (37) yang merupakan nelayan di Pantai Kedonganan. Ia mengatakan, semenjak wabah Corona penjualan ikannya ke pedagang setempat turun drastis. Ia menerangkan, ikan hasil tangkapannya seperti ikan kucing atau bisa disebut lemuru yang biasanya Rp 10 ribu per kilogram kini hanya dihargai Rp 2.000 oleh pedagang. Kemudian, ikan layar yang biasanya per kilogram Rp 20 ribu kini hanya Rp 5.000.
Hudi terpaksa tetap melaut karena sudah tak bisa mengerjakan pekerjaan selain melaut-KAD
"Pembelinya tidak ada karena takut keluar semenjak wabah itu. Kemudian, perantau-perantau sudah banyak yang pulang, jadi sepi pembeli," ujarnya. Hudi sudah 20 tahun menjadi nelayan di Pantai Kedonganan.
ADVERTISEMENT
Hudi menyampaikan bahwa keadaan saat ini sangat sulit. Ia bertahan menjadi nelayan karena tidak ada pekerjaan lain lagi.
"Mau apalagi, kita tetap bertahan karena juga butuh makan dan semua teman-teman di sini tetap bertahan. Misalnya pulang ke rumah menganggur apa yang dimakan," ungkap pria asal Banyuwangi, Jawa Timur ini.
Ia menyampaikan, kalau mencari pekerjaan lain di darat tentu sulit. Saat ini sudah banyak pengangguran karena dirumahkan atau di-PHK. Menurut Hudi, satu-satunya jalan untuk bertahan hidup tetap melaut walaupun menanggung rugi karena tidak cukup dengan modal saat pergi melaut.
"Saya berangkat melaut jam 5 sore dan jam 7 pagi baru balik ke darat menjual ikan tangkapan. Kalau sekarang banyak ruginya, buat bensin dan makan saja harus mengeluarkan Rp 400 ribu sekali melaut," ujarnya. ( kanalbali/KAD)
ADVERTISEMENT
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!