Dijadikan Benda Sakral, Lontar Bali Malah Kurang Terpelihara

Konten Media Partner
19 Januari 2021 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebagian lontar Bali kurang terpelihara karena cara penyimpanan yag kurang tepat _ IST
zoom-in-whitePerbesar
Sebagian lontar Bali kurang terpelihara karena cara penyimpanan yag kurang tepat _ IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Sebagai warisan budaya leluhur, tak sedikit masyarakat di Bali yang masih menyimpan Lontar. Mereka bahkan ada yang memperlakukannya sebagai barang pusaka, bahkan bahkan dianggap bertuah. Ironisnya, akibat perlakuan itu tak sedikit lontar malah menjadi rusak hingga tak bisa dibaca.
ADVERTISEMENT
"Memang agak salah kaprah karena lontar dianggap barang pusaka yang hanya disucikan dan dibantenin (dibersi sesaji-red), akhirnya mereka rusak, padahal khan sesungguhnya tidak begitu prosesnya," ungkap Ketua Aliansi Peduli Bahasa Bali I Nyoman Suka Ardiyasa, Selasa (19/1/2021)
Menjadikan lontar sebagai barang pusaka memang bukan hal yang salah, namun, mengetahui keseluruhan isi lontar sebelum menjadikannya barang sakral adalah sebuah keutamaan.
"Ini celakanya lagi, tak sedikit kejadian orang yang menyimpan lontar dan menganggapnya pusaka, tetapi setelah dipahami isinya ternyata hanya catatan tanah atau rekapan hutang leluhur di zaman dulu, kan itu juga sangat disayangkan," ungkapnya Rabu (19/01/21).
Kemampuan membaca dan menulis lontar harus dikuasai dan diajarkan sejak masih kana-kanak - IST
Ia menyebut, masih sedikit warga Bali yang bisa membaca tulisan lontar. Selain itu, ada juga orang beranggapan membaca atau menulis lontar di tengah kemajuan zaman seperti sekarang bukanlah hal yang penting.
ADVERTISEMENT
Beruntung sejak tahun 2016 pemerintah provinsi Bali telah menurunkan penyuluh bahasa Bali ke masyarakat di berbagai daerah untuk menjembatani masyarakat memahami isi lontar dan upaya konservasi manuskrip warisan leluhur Bali itu.
"Masih banyak masyarakat yang menganggap lontar itu tenget (bertuah-red) dan rentan rusak. Maka dengan digitalisasi, isi lontar bisa disimpan dan dapat dibaca tanpa membuka lontar aslinya," ujarnya Dosen di Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan, Singaraja itu.
Sejak diterjunkan ke masyarakat, penyuluh Bahasa Bali pada tahun itu langsung melakukan pendataan terhadap 8.239 Cakep Lontar kuno. Hasilnya, dari jumlah itu, 2.562 diantaranya dalam kondisi rusak."Naskah lontar itu tersebar di seluruh wilayah,”kata Ardiyasa.
Ketua Aliansi Peduli Bahasa Bali I Nyoman Suka Ardiyasa, - IST
Ia pun menyimpulkan, sejatinya Bali merupakan museum hidup naskah lontar. "Sebagai museum hidup, maka Bali sudah sepantasnya memperlakukan lontar tidak hanya sebagai pusaka melainkan sebagai pustaka," terangnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang upaya digitalisasi lontar terus dilakukan. Manuskrip lontar difoto lalu diunggah di internet, sehingga semua orang dapat mempelajarinya. "Namun sekarang karena COVID-19 mereka sedikit terganggu tak bisa berhadapan dengan masyarakat untuk melakukan konservasi dan identifikasi," terangnya.
Dalam upaya konservasi itu, para penyuluh melakukan pemetaan di desa-desa, untuk mengetahui siapa-siapa saja yang memiliki lontar. "Setelah itu identifikasi, proses melihat kondisi lontar, termasuk judul, aksara apa yang digunakan hingga berapa jumlah lontar yang dimiliki, sampai pada proses konservasi dan digitalisasi," tambahnya. (Kanalbali/WIB)