Gaya Bu Susi Tebar Bibit Lobster di Nusa Penida dan Nusa Dua, Bali

Konten Media Partner
14 Juli 2019 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gaya Bu Susi Tebar Bibit Lobster di Nusa Penida dan Nusa Dua, Bali
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
BADUNG, kanalbali.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melepaskan liarkan bibit lobster sebanyak 173.800 ekor di perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan di perairan Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (13/7).
ADVERTISEMENT
Pelepasan liaran bibir lobster tersebut, adalah hasil penggerebekan Polda Lampung dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Lampung, Sumatera Selatan, pada Kamis (11/7) lalu.
"Ini bibit lobster tangkapan kemarin, kita tangkap di Lampung dan (ada) juga di Jambi. Totalnya 870.000 ekor," kata Susi saat ditemui di Pelabuhan Tanjung Benoa, Nusa Dua, Bali, Sabtu (13/7).
Susi juga menjelaskan, dari jumlah 870 ribu ton tersebut jika hidup dan sampai besar setengahnya nilainya bisa mencapai 200 ton. Dengan asumsi satu ekor beratnya mencapai setengah kilogram. Jika diuangkan nilainya bisa mencapai 10 juta US Dolar. Namun, jika dijual saat masih bayi atau kecil hanya bernilai 3 ribu hingga Rp 10 ribu.
ADVERTISEMENT
"Sementara mereka, ambil panen dengan harga Rp 3000 atau 10.000 dan Rp 30.000 satu ekornya. Padahal 1 kilo ekor lobsternya kan sama dengan 40 sampai 50 kilo ikan," ujarnya.
"Mudah-mudahan (yang kita) sebar di Padang, kemudian di Nusakambangan, Nusa Penida dan Nusa Dua, bisa tumbuh besar diambil dan di panen oleh nelayan. Karena lobster itu memang suka daerah karang begitu," tambah Susi.
Susi juga menjelaskan, penyelundupan lobster mulai marak sejak tahun 1995 di daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun, kini hampir merata di wilayah Indonesia untuk pengambilan bayi lobster secara ilegal. Kini sudah dilarang karena bisa mengancam kepunahan lobster. Ia mencontohkan negara Vietnam yang ekspor lobsternya terus menurun karena maraknya penyelundupan bayi lobster.
"Dulu tidak ada yang tangkap. Dari tahun 1995 sudah mulai diambil di Lombok. Sekarang kemana-mana. Iya kita mulai larang dan kelihatan dari Vietnam turunnya jauh sekali ekspor dia. Kita mulai naik ekspornya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Saya berharap semuanya sadar, untuk tidak mengambil bibit-bibit lagi. Kalau tidak nanti punah," tambah Susi.
Susi juga mengungkapkan, pengambilan bibit lobster tidak ada bedanya dengan ilegal fishing dan yang mengambilnya melalui orang-orang disini juga.
"Itu sama saja Ilegal fishing tidak beda, melalui orang-orang kita. Bukan nelayan, kalau nelayan yang benar (dan) tau lobster besar lebih punya harga," ujarnya.
"Jadi namanya mafia uang besar kan, beli Rp 3000 dan 10000. Dijual Rp 30.000, kali ratusan ribu ekor. Karena menangkap bibit gampang pakai lampu, ia datang sendiri. Tapi kan punah lama-lama karena lobster belum bisa di (Budidayakan) di Laboratorium," ujarnya. (kanalbali/KAD)