Gerebeg Mekotek, Tradisi Unik Rayakan Kuningan di Desa Munggu, Badung, Bali

Konten Media Partner
29 Februari 2020 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gerebeg Mekotek, Tradisi Unik Rayakan Kuningan di Desa Munggu, Badung, Bali
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada pemandangan yang menarik di sepanjang jalanan Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Bali, Sabtu (29/2/2020). Ribuan laki-laki warga desa Munggu berduyun-duyun turun ke jalan sambil membawa tongkat kayu. Bukan tanpa maksud, mereka melakukan ini untuk melaksanakan tradisi Gerebeg Mekotek yang telah turun temurun.
ADVERTISEMENT
Acara ini dilakukan pada momentum hari raya Kuningan setiap 6 bulan sekali dalam kalender Hindu, tepatnya 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Mekotek hanya digelar di desa Munggu saja, tidak bisa ditemukan pada daerah lain.
Ribuan tongkat kayu setinggi 3,5 sampai 4 meter itu, diangkat dan ditegakkan menatap langit. Kemudian dipadukan menjadi satu membentuk ujung yang mengerucut layaknya sebuah piramid. Suara kayu-kayu yang berbenturan satu sama lain menimbulkan suara 'tek tek tek'. Agaknya ini alasan mengapa dinamakan Mekotek.
Teriknya sinar matahari tak menyurutkan niat para pria di desa Munggu untuk melakukan tradisi ini. Semangat mereka justru berkobar, terlebih lagi tradisi ini di iringi dengan iringan Bleganjur (Gamelan Bali-red).
Dengan memakai pakaian adat madya, massa yang memegang tongkat berbahan kayu palet itu, kemudian membentuk dua kelompok. Masing masing kelompok, saling menyatukan tongkat dan mengadunya dengan kelompok lain dengan cara menabraknya satu sama lain. Terlihat, ini seperti perang tongkat. Cukup berbahaya, namun keceriaan dan suka cita justru terlihat dari raut wajah tiap peserta.
Salah satu warga yang cukup berani menaiki hingga ke puncak 'piramid' kayu itu. Terdengar teriakan darinya layaknya prajurit pemberani.
ADVERTISEMENT
"Tradisi Mekotek di Munggu ini digelar dengan tujuan atau sebagai prosesi tolak Bala, melindungi dari serangan penyakit dan memohon keselamatan," ujar Bendesa (kepala desa-red) adat Munggu Made Rai Sujana.
"Jika tradisi ini tidak dilakukan wabah penyakit bisa menyerang penduduk desa,"ungkapnya.
"Sekitar empat ribu masyarakat dari setiap keluarga mengikuti tradisi ini," ujarnya.
"Rute perjalanannya memutari desa adat Munggu yang terdiri dari 12 banjar (RT-red)," imbuhnya.
Rai Sujana menuturkan, sebelum memulai prosesi Mekotek, warga terlebih dahulu berkumpul dan bersembahyang di Pura Dalem.
"Di sana ada senjata kuno Tamiang Kolem atau tameng yang dulu dipergunakan untuk berperang," jelasnya.
Selepas sembahyang dan memohon izin, warga kemudian berkumpul di Pura Puseh dan memulai arak-arakan memutari desa.
ADVERTISEMENT
"Setelah selesai arak-arakan, diakhiri dengan kembali bersembahyang di Pura Dalem ,"pungkas Rai Sujana.
Mekotek pada mulanya digelar warga untuk menyambut kedatangan para prajurit kerajaan Mengwi selepas berperang melawan kerajaan Blambamgan di pulau Jawa. Akhirnya hal itu terus dilakukan di generasi selanjutnya.
Perayaan Mekotek di Munggu, pada awalnya menggunakan tongkat besi, untuk menghindari agar tidak ada yang terluka, maka pada tahun 1948 digantilah menggunakan tongkat dari kayu palet yang kulitnya telah dikupas dan menjadi halus. Kayu jenis ini terkenal keras dan kuat. (KR14)