Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten Media Partner
Investasi Arak Bali Dibuka, Perajin Harapkan Kemudahan Izin dan Perlindungan
24 Februari 2021 14:27 WIB

ADVERTISEMENT
DENPASAR - Peluang investasi produksi arak sebagai minuman tradisional beralkohol di Bali kini terbuka lebar setelah terbitnya Perpres Jokowi No. 10 Tahun 2021. Petunjuk teknis (juknis) yang sedang disusun oleh Gubernur Bali Bali diharapkan mempermudah perizinan dan di sisi lain memberi perlindungan bagi perajin.
ADVERTISEMENT
"Semua harus dipermudah. Termasuk akses ke bea cukai untuk izin menjual minuman beralkohol," kata Wayan Setiawan produsen arak Bali di Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung saat dikonfirmasi, Rabu (24/2/2021).
Wayan menuturkan, selama ini, penyaluran arak yang diproduksinya masih belum jelas akan diarahkan kemana. Meski dalam Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali produsen arak bisa menyalurkan ke koperasi, tapi masalahnya ada di soal harga.
"Koperasi, saya sudah punya. Tapi ketika koperasi menjual ke pabrik atau industri, permasalahannya ada di harga. Karena pabrik itu punya standar, nah itu juga perlu diatur dan dipastikan standarnya dan berapa bisa terserap," jelasnya.
Dengan kondisi yang seperti itu, Wayan mengaku pembahasan juknis sebagai tindak lanjut dari Perpres Jokowi No. 10 Tahun 2021 diharapkan bisa lebih luas dari sekedar masalah produksi.
ADVERTISEMENT
"Jadi soal pemasarannya kemana, payung hukum yang melindungi saya selaku produsen bagaimana, apakah saya jual ke pabrikan atau saya difasilitasi untuk mendapat izin, itu harus semua terakomodasi," tuturnya.
Pendamping petani produsen arak di Bali, I Made Iwan Dewantara juga menegaskan, terbitnya Perpres Jokowi No. 10 Tahun 2021 adalah pemberian ruang kepada produsen arak untuk naik level.
"Perpres ini memberi ruang bagaimana produsen yang adalah masyarakat kecil itu bisa naik level. Jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada pengusaha yang sudah punya izin lagi dan masyarakat tetap saja menjadi produsen yang tidak punya daya tawar," kata aktivis yang juga menjadi Bali Island Manager untuk LSM Conservation International (CI) itu.
Juknis yang kini sedang disusun oleh Pemerintah Provinsi Bali, menurutnya, harus mampu memberikan keberpihakan kepada masyarakat. "Misalnya membentuk PT sendiri, atau BUMDes itu bisa diperbesar skala usahanya,” tegasnya. Bersamaan dengan itu, kapasitas juga harus dibangun di tingkat masyarakat.
Disinggung mengenai peluang investor besar masuk ditengah masyarakat, Iwan mengaku ia tak setuju. "Saya jelas tidak setuju, jangankan ke investor, ke pengusaha yang sudah ada di Bali saja saya sudah tidak setuju. Karena Pergub itu kan kesana larinya. Dan saya tidak melihat keberpihakan yang kuat dalam pergub itu,” katanya.
ADVERTISEMENT
Soal standarisasi, Iwan mengaku tak jadi persoalan jika standarisasinya hanya pada kadar alkohol sekian persen dalam tata usaha produksi. Namun, narasi bahwa cita rasa arak Bali yang rasanya berbeda-beda itu tak bisa dihilangkan.
"Jadi kalau Standarisasi yang mengatur bahwa alkohol sekian persen dalam tata usaha ya okelah. Tapi narasinya harus bagaimana keberagaman rasa menjadi keunikan dari arak itu sendiri. Alkoholnya 30% tapi rasanya berbeda itu kan luar biasa. Kan ini yang unik," pungkasnya. (Kanalbali/ACH)