Kembangkan Energi Bersih, Bali Bakal Punya Tambahan PLTG di Pesanggaran Denpasar

Konten Media Partner
11 Juni 2022 8:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tiang listrik. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tiang listrik. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Bali sebagai salah satu destinasi tujuan wisata dunia menunjukkan komitmen dalam penggunaan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan konsumsi listrik. Komitmen ini diwujudkan dengan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
ADVERTISEMENT
"Pemprov Bali sudah berkomitmen untuk membangun Bali mandiri energi bersih yang baik untuk lingkungan," jelas Kepada Bidang ESDM, Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan saat ditemui, Sabtu (11/6/2022).
Langkah konkret yang dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan atau beban puncak listrik di Bali dengan energi bersih antara lain adalah dengan adanya relokasi PLTG Grati, Pasuruan ke PLTG Pesanggaran pada Februari 2022 lalu.
"Pembangkit ini memiliki Daya Mampu sebesar 2 x 100 MW yang diharapkan siap beroperasi pada 2023 mendatang," katanya mengenai proyek yang dibangun di atas lahan yang disewa oleh Perusda Bali, dan bekerja sama dengan PT Indonesia Power.
Kepada Bidang ESDM, Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan - IST
Dengan adanya relokasi ini, maka dibutuhkan juga bahan bakar LNG untuk membangkitkan PLTG dan kemudian dibangun terminal infrastruktur penerima di Sidakarya oleh anak perusahaan PT PLN lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kami tegaskan disini tidak ada pengeboran, hanya dibangun terminal penerima saja. Nanti LNG nya bersumber dari luar Bali yang dibawa oleh kapal laut akan diinjeksi ke terminal lalu dialirkan ke PLTG," sebutnya.
Adanya penambahan satu lagi PLTG, menambah daya mampu energi listrik dari energi bersih di Bali menjadi 400 MW, di luar penggunaan PLTS dan PLTMH.
"Jadi kalau 2023 PLTG yang direlokasi ini sudah siap, artinya dari PLTG saja kita sudah punya daya mampu 400 MW. Jika ditambah dengan PLTU Celukan Bawang, jadi sekitar 700-an MW, sehingga listrik yang di injeksi dari Jawa tidak lagi diperlukan dalam jumlah besar, apalagi kalau lewat laut kan juga lebih rentan," tuturnya.
Sebelumnya, penggunaan energi bersih sudah digunakan untuk sejumlah PLTG dan PLTS dengan skala yang lebih kecil. Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas (PLTDG) Pesanggaran dengan Daya Mampu sebesar 196,2 MW, dan PLTG Pesanggaran dengan Daya Mampu 36 MW. Kemudian PLTS Kubu dan Banglet masing-masing 1 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Muara Panji sebesar 1,4 MW.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari PT PLN (persero) UID Bali, Beban Puncak Listrik di Pulau Dewata sebelum pandemi COVID-19 mencapai 980,89 MW. Untuk memenuhi beban puncak listrik tersebut, Bali memanfaatkan beberapa sumber energi listrik baik dari bahan bakar non BBM dan BBM.
Adapun yang terbesar dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang yang memiliki Daya Mampu (MW) 380 MW. Disusul oleh  saluran listrik dari Jawa menggunakan kabel laut sebesar 340 MW.
Diakuinya, PLTU di Bali menggunakan bahan bakar batu bara yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Namun PLTU ini diklaim telah melalui teknologi super ultra critical untuk mengurangi emisi.
Adapun pembangunan PLTU merupakan kebijakan dari Pemerintah Pusat melalui PT PLN (persero) untuk mencapai ketahanan energi listrik. Meskipun Bali hanya sebagai penerima energi listrik yang dihasilkan dari PLTU, tapi Pemprov menuntut output dari PLTU agar bersih. Sehingga harus ada data langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup provinsi dan kabupaten.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sumber energi listrik terbesar kedua untuk Bali saat ini di injeksi dari Pulau Jawa yang dialirkan melalui sambungan kabel laut. Seperti diketahui, energi listrik ini juga bersumber dari PLTU yang menggunakan bahan bakar batu bara.
"Memang listrik diproduksi dari luar, dan Bali telah menerima energi bersihnya, tetapi dirasa hal ini tidak adil karena emisinya ada di Jawa," sebutnya. (kanalbali/LSU)