Konten Media Partner

Komunitas Merah Putih Hijau, Memilah Sampah Sejak dari Desa

10 Maret 2019 10:48 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Loeky Harvianto saat melakukan kampanye pilah sampah (kanalbali/LSU)
zoom-in-whitePerbesar
Loeky Harvianto saat melakukan kampanye pilah sampah (kanalbali/LSU)
ADVERTISEMENT
GERAKAN menangani sampah ada banyak ragamnya. Tapi hanya dengan pemilahan sejak awal, pengolahan akan lebih cepat dan berguna. Ini yang c0ba dikembangkan Komunitas Merah Putih Hijau (MPH). "Kalau belum dipilah tak akan bisa di reuse dan recycle," kata Loeky Harvianto, Asisten menejer dari komunitas ini, Minggu (10/3).
ADVERTISEMENT
Maka MPH hadir di Desa Pareren, Ubud sebagai model percontohan untuk desa lainya di Bali. Mereka mengajak warga sekitar mengolah sampah organik maupun non organik, "Kami menyortir, memproses, mengkompos dan mendaur ulang sampah hingga 90%", tuturnya.
Penanggulangan sampah bukan lagi dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).Pemisahan sampah dari rumah tangga harus diolah disumbernya langsung, sehingga dibuatkan pengolahan sampah yang terdesentralisasi. "Dengan konsep demokrasi, yakni dari warga, oleh warga dan untuk warga", tandasnya.
Loeky menyampaikan, pemisahan sampah dikelompokan sesuai dengan nama merah putih hijau. Warna merah untuk peralatan listrik, kaca, kemasan makanan dan botol plastik. Warna putih untuk logam, kaleng, tetra pak, kayu, kardus dan kertas.
Sedangkan warna hijau untuk sampah organik, seperti limbah makanan dan limbah kebun atau limbah organik lainya, "Di desa Pareren, satu harinya bisa mengangkut satu pick up sampah yang sudah dipisah dan siap olah", ujar Loeky.
ADVERTISEMENT
Diakuinya, mensosialisasikan program MPH kepada masyarakat desa bukan hal yang mudah. Namun, menejer komunitas dari MPH akan melakukan cara-cara tersendiri agar dapat diterima oleh warga. "Untuk didesa Pareren sudah berjalan dari tahun 2017. Setelah 1 tahun program ini diambil alih oleh Badan Usaha miliki Desa (Bundes)", jelasnya.
Loeky mengungkapkan, MPH dimulai dari desa, karena desa memiliki kultur yang lebih mudah dilakukan pendekatan dibandingkan dengan Kota.
"Saat ini sedang merambah kedaerah Baturiti, dan menuju ke desa-desa lainya. Target kami mencapai 25 desa di Bali", tuturnya. (kanalbali/LSU)