Konten Media Partner

Lestarikan Penyu, Profauna Kampanye 'Keren Tanpa Sisik'

2 Februari 2020 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lestarikan Penyu, Profauna Kampanye 'Keren Tanpa Sisik'
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ada pemandangan penarik pada car free day, Renon Minggu pagi (02/1). Pasalnya, organisasi Profauna Indonesia, Yayasan Penyu Indonesia (YPI), Turtle Foundation dan Too Rare to Wear menggelar aksi kampanye bertajuk 'Keren Tanpa Sisik'
ADVERTISEMENT
Puluhan orang mengikuti kampanye ini dengan antusias. Mereka membawa poster dengan bertuliskan ajakan untuk perduli dengan kelestarian fauna serta keberlangsungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) .
"Selain mendorong partisipasi masyarakat, kami juga akan mendorong dan bermitra dengan aparat penegak hukum untuk menangani perdagangan illegal produk yang mengandung penyu sisik,” kata Muhammad Jayuli (25), Juru Kampanye Keren Tanpa Sisik.
Jenis penyu ini merupakan pemakan spons di terumbu karang sehingga memungkinkan karang berkoloni dan terumbu karang menjadi sehat. Bahkan, telur-telur penyu yang tak berhasil menetas di sarangnya menjadi suplai nutrisi di lingkungan pasir sekitarnya.
Namun, kini keberadaan penyu sisik mulai terancam akibat penangkapan ilegal dengan motif ekonomis belaka. Di Indonesia, penyu sisik acapkali dipakai menjadi bahan utama dalam kerajinan aksesoris seperti cincin, gelang, kalung dan aksesoris lainnya. Terlebih lagi, dilaporkan bahwa perdagangan produk yang mengandung karapas penyu sisik (Eretmochelys imbricata) di Indonesia masih tinggi, dengan nilai ekonomi diperkirakan sekitar Rp 5 milyar.
ADVERTISEMENT
Padahal, Penyu sisik sudah masuk jenis satwa yang dilindungi undang-undang. Artinya penangkapan atau perdagangannya, baik dalam kondisi hidup maupun bagian tubuhnya seperti sisiknya itu dilarang.
Menurut UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi seperti penyu itu diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
"Bentuk support dari masyarakat terhadap gerakan ini yaitu dengan tidak membeli produk penyu sisik yang masih banyak dijual di beberapa daerah dan melaporkan apabila ada aktivitas ilegal terkait penjualan aksesoris maupaun hal laain yang mengandung penyu sisik,"ujar Jayuli.
Ia mengemukakan, kampanye ini berskala nasional yang akan terus berlangsung kedepannya. "Harapanya semoga masyarakat mulai menyadari dan perduli terhadap keberlangsungan kehidupan satwa langka, khusunya penyu sisik,"harapnya.
ADVERTISEMENT
“Selain faktor lemahnya penegakan hukum, penyebab maraknya perdagangan produk mengandung penyu sisik itu adalah akibat rendahnya kesadaran masyarakat yang masih membeli produk itu,"tuturnya
Ia menuturkan, Investigasi terbaru tim Profauna Indonesia mengungkap fakta perdagangan produk penyu sisik illegal itu masih banyak terjadi di Bali, Nias Sumatera Utara dan juga dijual secara online."Selama bulan Agustus hingga September 2019, tim melakukan survey di sebelas platform online untuk mengetahui perdagangan penyu sisik"
Kesebelas platform yang disurvey itu adalah Facebook, Instagram, Shoppe, Tokopedia, Bukalapak, Carousell, Prelo, Kaskus, Belanjaqu, Blogspot dan website. Hasilnya ditemukan 1574 iklan dan 199 akun yang terkait perdagangan penyu sisik secara online.
"Harga produk mengandung penyu sisik itu ditawarkan dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 15.000 untuk cincin yang sederhana, hingga jutaan rupiah untuk kipas tangan,"ungkapnya. Setelah upaya investigasi di Bali, didapati 22 toko yang masih jual aksesoris penyu hijau di kawasan Sukawati," jelasnya. . (KR14)
ADVERTISEMENT