Konten Media Partner

Lukisan Batu Pere, Warisan Berusia Ratusan Tahun di Desa Kemasan

15 Februari 2018 14:10 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lukisan Batu Pere, Warisan Berusia Ratusan Tahun di Desa Kemasan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
SENIMAN- Gede Wedasmara, seniman dan pemilik galeri di Desa Kamasan (kanalbali/GAN)
ADVERTISEMENT
Klungkung, Kanalbali.com - Desa Kamasan, Klungkung masih merupakan satu-satunya penghasil seni lukis wayang klasik tradisional di Bali. Nah, hebatnya lukisan-lukisan itu bisa bertahan hingga ratusan tahun. Tekstur dan warnanya emakin lama kian menarik perhatian.
Bila berwisata ke Bali, tak ada ruginya mengunjungi Desa ini. Salah-satu yang bisa ditengok adalah Suar Gallery di mana tersimpan lukisan berukuran 1.5 meter persegi dengan umur mencapai 300 tahun. “Lukisan tersebut mampu bertahan lama karena masih menggunakan bahan alami yang bernama Batu Pere,” kata Pemilik galleri, Gede Wedasmara, Kamis, 15 Februari 2018.
“Semakin lama, warnanya akan semakin muncul dan semakin tegas, contoh saja kedua lukisan pewayangan ini (Salya Murti dan Bima Suarga) yang terpajang di dalam ruang gallery saya ini, lukisan sebelah kiri ini umurnya sudah mencapai 300 tahun dan dua lukisan yang sebelah kanan ini berusia 150 tahun,” ucapnya sembari menunjukkan lukisan yang sempat ditawar hingga tembus ratusan juta tersebut.
ADVERTISEMENT
Perbedaan warna pun cukup mencolok, yakni lukisan yang berumur 300 tahun tampak terlihat lebih cerah dan warna tampak pudar terlihat dari lukisan yang berusia 150 tahun. “Itu hal biasa, karena ketika umur lukisan semakin tua, maka warna yang akan muncul itu akan semakin cerah dan kanvasnya akan semakin memudar, tapi tetap kuat,” ucap lelaki 42 tahun tersebut.
Pria berambut gondrong tersebut menjelaskan, ketahanan lukisan Kamasan karena proses pembuatan kanvasnya hingga proses membuat tinta untuk melukisnya. “Mulai dari proses pembuatan kanvas secara manual hingga proses pembuatan tintanya yang masih menggunakan tinta secara alami yakni dengan Batu Pere,” ucapnya sembari merapikan beberapa lukisan yang ada di sebuah meja di Gallery-nya.
Lukisan Batu Pere, Warisan Berusia Ratusan Tahun di Desa Kemasan (1)
zoom-in-whitePerbesar
BATU PERE - Batu dari karang laur yang menjadi dasar pewarnaan lukisan (kanalbali/GAN)
ADVERTISEMENT
Diungkapkannya, bahan kanvasnya sendiri terbuat dari kain belacu dan diolah sedemikian rupa. “Untuk bahan dasar kanvasnya kita pilih kain belacu, kain ini cukup bagus dalam menyerap tinta yang kita torehkan serta kainnya juga tidak mudah pudar, disamping itu kain belacu juga memiliki tektur yang cendrung cukup lentur, sehingga memudahkan kita dalam mengolahnya," ucap pria dua anak tersebut.
Untuk proses pembuatan tintanya, Pak Gede mencampur batu pere dengan lem (berbentuk pipih/disebut juga ancur) lalu diaduk hingga menjadi kental kemudian diulek lagi baru dicampur air sedikit, proses pengulekannya ini memakan waktu kurang lebih 1 jam, kemudian di diamkan kurang lebih 1 jam, begitupun jika hendak membuat warna lainnya, tinggal dicampur dengan warna yang diinginkan. Menurutnya harga lukisan yang berukuran kecil di bandrol mulai dari 300rb.
ADVERTISEMENT
Tema yang diangkat dalam lukisan pun beragam mulai dari kisah Ramayana, Mahabharata, kisah Tantri dan Sutasoma, bahkan menurut Gede Weda, lukisan yang dibuat juga merupakan ceritra dalam kehidupan sehari-hari namun tetap memakai penokohan pewayangan. “Semua hasil lukisan sangat kental dengan ajaran agama Hindu seperti tentang hukum kharma phala dan reinkarnasi, namun meski demikian tak sedikit pula para pemesan yang meminta untuk dibuatkan dengan tema cerita sehari-hari, namun tetap menggunakan karakter pewayangan," ucap pria yang mengaku sempat bekerja di dunia pariwisata tersebut. (kanalbali/GAN)