news-card-video
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner

Menafsir Gempa dalam Hitungan Wariga Bali

7 Agustus 2018 14:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Menafsir Gempa dalam Hitungan Wariga Bali
zoom-in-whitePerbesar
Ida Pedanda Gde Putra Tembau, dari Geria Gede Desa Aan, Banjarangkan, Klungkung (kanabali/KR7)
ADVERTISEMENT
Klungkung, kanalbali.com - Secara perhitungan wariga atau hari baik orang Bal , gempa di Bulan Juli-Agustus tepatnya Sasih Bhadra Padha atau Sasih Karo memiliki pertanda khusus.
Berdasarkan lontar Palelindon, saat terjadi gempa berturut-turut pada Sasih Karo, ketika itu Bhatari Gangga sedang beryoga. Dari Yoga itu turun hujan deras, kemudian tumbuhan tumbuh subur, terjadi hujan angin, dunia kuat.
Situasi ini juga berpengaruh terhadap prilaku manusia, di antaranya kerap muncul fitnah yang bisa berpengaruh terhadap kepercayaan baik kepada pemimpin maupun kepada sesama, dan bisa menyulut emosi seseorang.
Hal ini diungkapkan oleh Ida Pedanda Gde Putra Tembau, dari Geria Gede Desa Aan, Banjarangkan, Klungkung.“Beberapa kejadian belakangan ini seperti terjadi gelombang pasang, banjir, serangan hama, sebagaimana isyarat dari isi Lontar Palelindon, ketika terjadi gempa saat Sasih Karo,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Gempa yang terjadi pada Radite Paing Paing (Minggu), di mana Radite isyarat munculnya serangan hama pada tanaman dan emosi manusia mudah tersulut.
Sedangkan gempa yang terjadi pada Paing, isyarat tanaman warga akan rusak, pemerintah bingung karena situasi tidak menentu. Selain itu pengaruh bagi umat manusia, mulai tidak bersahabat dengan alam.
Oleh karena itu umat harus waspada karena gempa ini merupakan peringatan, agar umat kembali ke jatidiri, mencintai alam, menyayangi sesama dan tetap ingat dengan sang pencipta.
Dari sisi niskala untuk mengembalikan keseimbangan alam atau meruwat alam, bisa ditempuh dengan ritual berupa ritual pembersihan atau caru sesuai kemampuan.Namun ada hal yang menjadi perhatian sang sulinggih saat itu.
Di mana lontar palelindon juga menyebut, gempa yang terjadi saat sasih karo memiliki makna yang lebih luas. Di antaranya mulai dari pemimpin yang saat ini tengah bimbang, sampai masyarakat yang tidak lagi percaya dengan pemerintahnya.
ADVERTISEMENT
"Jika ini terus berlanjut, tentu suasana kehidupan bermasyarakat juga tidak kondusif dan rentan menjadi konflik,” katanya.
Kendati demikian meminta masyarakat untuk memaknai gempa bumi tersebut sebagai sebuah peringatan alam. Dengan kejadian ini, masyarakat diminta untuk kembali ke jati dirinya sebagai manusia yang mulia.