Konten Media Partner

Menengok Desa Beng Gianyar yang Kini Jadi Sentra Kaos barong

29 April 2019 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menengok Desa Beng Gianyar yang Kini Jadi Sentra Kaos barong
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika ada yang mengenakan baju kaos bergambar barong , baik oleh wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara, mereka tentunya belum tahu bahwa kaos itu diproduksi industri rumahan.
ADVERTISEMENT
Tepatnya di Desa Beng, Kecamatan Gianyar , 3 km arah utara Kota Gianyar. Sejak sepuluh tahun lalu, desa ini merupakan pusatnya pembuatan baju kaos barong meski jauh dari kunjungan turis.
Baju kaos barong ini, dengan mudah ditemui di pasar seni, obyek wisata pantai atau took oleh-oleh khas Bali. Selain sebagai souvenir, kaos ini juga sering dikenakan saat berwisata, karena harganya murah dan nyaman dipakai.
Mengunjungi produksi rumahan kaos barong, Ni Made Rina asal Banjar Pande, Kelurahan Beng, Senin (29/4) nampak 10 pekerja sedang menyelesaikan pekerjaannya. Ada yang sedang menggambar barong, mencelup dan mengeringkan.
Ni Made Rina menjelaskan produksi kaos barongnya sudah ada yang memesan, dari toko oleh-oleh khas Bali di Denpasar dan Kuta. “Usaha yang kami geluti sejak 10 tahun lalu, kalau lagi mujur, keuntungan bisa mencapai Rp 75 juta sebulan,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Disamping usahanya sendiri, di Kelurahan Beng terdapat 15 usaha serupa dan masing-masing sudah memiliki pelanggan tetap, baik di Denpasar, Badung dan pasar seni yang ada di Kabupaten Gianyar.
Satu baju kaos dijual dengan harga Rp 20 ribu dengan minimum order 1 kampil (250 pcs). Sedangkan toko bisa menjual diatas harga produksi. “Keuntungan di toko atau pasar seni bisa 100%, namun kami dengan menjual Rp 20ribu sudah mendapat untung,” terangnya.
Walau usahanya laris manis, produksi kaos barong sangat takut pada hujan. Di saat hujan, rumah produksinya tidak bisa mengeringkan baju yang sudah dicelup, mengingat pengeringan masih alami dengan dengan sinar matahari.
“Kalau hujan sepanjang hari, kami kesulitan bekerja, kain jadi lembab. Tak jarang juga kain berlubang karena dimakan semut,” tuturnya. Kendala lainnya adalah, kesulitan mencari tukang disain gambar barong. Di rumah produksinya memperkerjakan lima tukang gambar, tukang celup, tukang setrika dan pegawai lainnya. (kanalbali/KR11)
ADVERTISEMENT