Konten Media Partner

Menyalakan Harapan Endek Bali Bangkit Kembali

24 Februari 2021 12:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Kelompok Tenun Merak Mas, Banjar Pangembungan, Pejeng Kangin, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Ketut Lodri saat mengerjakan kain tenun endek - ACH
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Kelompok Tenun Merak Mas, Banjar Pangembungan, Pejeng Kangin, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Ketut Lodri saat mengerjakan kain tenun endek - ACH
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
GIANYAR - Jemari Ketut Lodri lincah memilah dan memasukkan benang demi benang ke mesin Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Ia harus waspada agar tak salah memasukkan benang yang beraneka warna agar tak merusak motif yang ingin dibuatnya. Tangannya sesekali menggerakkan Cacag, bagian dari alat itu yang berfungsi untuk memadatkan tenunan.
ADVERTISEMENT
Di usia 45 tahun, kecepatannya telah menurun. “Dulu saya mampu menenun kain endek dan songket hingga belasan lembar setiap minggunya,” ujarnya saat ditemui di Banjar Pengembungan, Pejeng Kangin, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Rabu (24/2/2024).
Kini ia hanya mampu menyelesaikan dua buah selendang tenun endek berukuran kecil dalam waktu satu minggu yang dijual seharga Rp 300.000 per buah. "Kebetulan pesanan juga sudah tak sebanyak dulu," kata wanita tiga anak itu saat ditemui di rumahnya.
Lodri mewarisi ketrampilan menenun itu itu dari orangtuanya yang juga seorang perajin. Dulu sebagian besar warga Banjar Pengembungan bekerja dengan menenun kain endek. Seiring berjalannya waktu, kini hanya tersisa puluhan orang saja.
Alat tenun tradisional endek membutuhkan ketrampilan khusus untuk bisa menggunakannya - ACH
"Sekarang kalau dihitung itu ada 29 orang perajin, semuanya tergabung dalam kelompok Tenun Merak Mas Banjar Pangembungan," kata Ni Nyoman Ersi, Ketua Kelompok Tenun Merak Mas.
ADVERTISEMENT
Keberadaan perajin tenun di Banjar Pengembungan, Tampaksiring mengalami pasang surut. Daerah yang berjarak 35 km dari pusat Kota Denpasar itu sempat menjadi sentra tenun endek terbaik saat Orde Baru hingga awal reformasi. Namun, setelah peristiwa bom Bali pada Oktober 2002, kelompok Tenun Merak Mas mulai kehilangan pasar.
Momen itu menjadi awal bergesernya pekerjaan masyarakat dari perajin tenun ke pekerja pariwisata. "Setelah pasar turun, penenun mulai meninggalkan aktifitas tenunnya karena sudah bukan penghasilan pokok. Mereka memilih bekerja dipariwisata," kata dia.
Lama tak terdengar, nama besar kelompok Tenun Merak Mas tak hilang begitu saja. Lodri dan Ersi menjadi dua orang yang memulai kembali bangkitnya tenun tradisional yang hampir dua dekade telah hilang dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2019 itu mulai ada yang tertarik untuk menenun kembali. Setelah Ibu Gubernur, Putri Koster berkunjung kesini di tahun 2020, aktifitas tenun terus meningkat karena mulai banyak juga pesanan dari Pemda," tuturnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bersama Gubernur Bali Wayan Koster saat mengunjungi pameran tenun endek di Art Center, Denpasar usai menyerahkan sertifikat kekayaan intelektual komunal untuk kain endek - IST
Kelompok ini tak memiliki tempat khusus saat melakukan memproduksi. Masing-masing anggota bekerja di rumah masing-masing. Jika dibandingkan harganya, kain tenun Pengembungan jauh lebih mahal daripada kain lainnya. Kain tenun yang diproduksi dibanderol dengan harga Rp 3,5 juta hingga Rp 7 juta tergantung ukuran, jenis kain serta kerumitan motifnya.
Sedangkan tahapan pembuatan selembar kain ini bisa memakan waktu hingga satu bulan. Soal pewarnaan, Ersi masih konsisten menggunakan bahan-bahan alami, seperti dari air rebusan kulit kayu mahoni, daun jati, kunyit, dan daun tarum.
ADVERTISEMENT
"Kami menggunakan benang sutra, dengan begitu hasilnya menjadi lebih lentur. Tidak kaku seperti pada umumnya serta dapat dicuci. Produk kain yang kami buat juga tidak pernah sama, utamanya di motifnya," terangnya.
Pada September 2020 lalu sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat di masa pandemi COVID-19, PLN UID Bali menyerahkan bantuan CSR berupa mesin dan pelatihan kepada kelompok Tenun Merak Mas, jika dikonversi dalam bentuk uang, total bantuan yang diberikan senilai Rp 70 juta.
"Tanggal 23 September 2020 kemarin itu ada bantuan dari PLN, tentu sangat membantu ditengah semakin banyak masyarakat di Desa kami yang mulai kembali menenun," tutur Ersi.
Sejumlah alat berupa 1 ATBM biasa, 2 buah ATBM Doby, dan 15 set alat tenun tradisional sudah mulai digunakan dan tersebar ke 29 anggota Tenun Merak Mas. "Doby itu lebih canggih dari ATBM biasa, ATBM biasa hanya bisa membikin kain endek motif biasa. Kalau Doby sudah dilengkapi alat untuk pembuatan motif yg timbul mirip kain songket," terangnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk pelatihan, kelompok ini sesekali diikutkan program pelatihan yang disiapkan PLN bersama denhan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gianyar. "Kalau pelatihan kita sering diundang agar bisa meningkatkan kualitas produk dengan alat yang telah diberikan tadi," tuturnya.
Manager Komunikasi PLN UID Bali, Made Arya - IST
Manager Komunikasi PLN UID Bali, Made Arya mengungkapkan bantuan CSR berupa mesin dan pelatihan kepada kelompok tenun Merak Mas bersifat berkelanjutan. Artinya, kelompok ini nantinya akan dibina hingga bisa mandiri dari segi produksi sampai dengan pemasaran. "Kelompok ini masuk katagori UMKM binaan yang berkelanjutan, jadi kami akan pantau hingga kelompok ini nantinya bisa maju dan berkembang," katanya.
Made menjelaskan, PLN UID Bali sendiri setiap satu tahun memiliki program pembinaan minimal dua UMKM secara berkelanjutan. Melihat potensi tenun merak mas yang selama ini meredup, pihaknya bermaksud membangkitkan gairah itu kembali.
ADVERTISEMENT
"Dari dulu memang visi misi kita selalu menselaraskan dengan pemerintah daerah. Sekarang kan sudah ada hari endek di Bali setiap hari Selasa, otomatis kan kebutuhan akan endek meningkat. PLN nanti buat seragam endek dan bisa jadi mereka yang akan kami minta memproduksi endek," tuturnya.
Peluang pengembangan endek sendiri makin terbuka. Sejak Selasa (23/2), Gubernur Bali menjadikan hari itu sebagai hari yang bersejarah bagi krama/masyarakat Bali, karena hari itu mulai diberlakukan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.
Kain tenun endek Bali juga diakui pemerintah sebagai kekayaan intelektual komunal. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly telah menyerahkan sertifikat kekayaan intelektual komunal kepada Gubernur Bali, Wayan Koster di Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (5/2).
ADVERTISEMENT
Guratan motif kain Endek yang memiliki polaunik pun dilirik oleh rumah mode terkenal asal Perancis, Christian Dior. Gubernur Bali dan Christian Dior Couture, S.A telah menandatangani kerjasama dalam mempromosikan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia untuk Tenun Endek Bali secara virtual pada Kamis (11/2) lalu.
Kini dengan CSR yang diberikan PLN, Made yakin akan mendorong kualitas produk dan Ekonomi masyarakat sekitar. "Kalau soal biaya, kita tetap akan membantu. Kami akan pantau tiap tahun bagaimana perkembangan mereka," pungkasnya. (Kanalbali/ACH)