Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten Media Partner
Menyimak 'Rumah Kaca' Pramoedya dalam Karya Lukis Raksasa
26 Februari 2020 15:57 WIB
ADVERTISEMENT
" Semua pribumi-terutama Pitung Pitung, moderen yang mengusik kenyamanan gubermen semua telah dan akan juga kuletakan di meja kerjaku. Segalanya menjadi jelas terlihat. Itulah Pekerjaanku mengawasi Segala gerak-gerik seisi rumah kaca itu. Begitulah juga yang dikehendaki gubernur Jendral Hindia tidak boleh diubah harus lestarikan Makanya, aku berhasil dapat menyelamatkan tulisan ini dan Sampai Pada tangan kalian Hendaknya kepada catatanku ini ".
ADVERTISEMENT
Kutipan itu terpampang pada salah-satu lukisan raksasa yang kini dipajang di di halaman belakang Taman Baca Kesiman (TBK), Denpasar. Pameran yang akan berlangsung hingga akhir Februari mengajak penikmatnya menyusuri kisah dalam novel 'Rumah Kaca' karya Pramoedya Ananta Toer.
Sebanyak 13 lukisan berukuran 3x2 meter berdiri menjulang dan diniatkan sebagai bagian dari perayaan bulan Pram. Seluruhnya adalah karya seniman Komunitas Pojok. "Kami mengangkat kembali karya Pram sekaligus mengajak untuk menatap kondisi saat ini," kata Slinat, salah satu pelukis.
Nuansa yang diciptakan dari ketiga belas karya itu, seakan mengajak penikmatnya untuk merasakan getirnya kehidupan para tokoh pergerakan tanah air saat melawan pemerintah kolonial. Seperti saat Tirto Adhi Soerjo 'Minke' merasa 'diawasi' segala gerak-geriknya dari segala penjuri. Atau, peliknya perjuangan tokoh muda Semaoen dan Siti Soendari mengorganisir kaum buruh dan perempuan.
Ada juga lukisan tiga serangkai pendiri Indische Partij (Partai Hindia) Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara dan ada lukisan 'Perempuan Lentera', Siti Soendari.
ADVERTISEMENT
Salah satu lukisan, menggambarkan saat polisi kolonial Belanda Jacques Pangemanan teringat pada sosok Pitung ketika ia mengawasi gerak-gerik Minke (Tirto Adhi Soerjo).
"Ya mungkin bisa seperti itu, saat dia menjalankan tugas pengintaian , dia selalu ingat Minke dan Pitung,"ujar Slinat.
Sosok Pram sendiri dikenal piawai dalam menciptakan sebuah karya yang legendaris. Bahkan, untuk menciptakan karya macam tetralogi pulau Buru, ia harus melalui riset selama bertahun-tahun.
Rumah Kaca merupakan novel keempat sekaligus penutup dari tetralogi itu. Dibandingkan ketiga pendahulunya yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, dan Jejak Langkah, terdapat perbedaan yang cukup mencolok pada Rumah Kaca karena tidak mengambil Minke atau Tirto Adhi Soerjo sebagai tokoh utama.
Masih dengan latar zaman pemerintahan kolonial Belanda, tokoh utama dalam buku ini adalah Jacques Pangemanan, seorang polisi kolonial Belanda yang ditugaskan untuk mengawasi Minke.
ADVERTISEMENT
Dalam buku ini, diperlihatkan bagaimana usaha pemerintah kolonial Belanda dalam memukul aktivitas Minke yang merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional, melalui operasi mata-mata, serta pengarsipan yang rapi dan sistematis. Pramoedya mengistilahkan politik arsip ini sebagai kegiatan pe'rumahkaca'an.
Rumah Kaca bermaksud mengingatkan khalayak, bahwa aktivitas revolusioner dengan segala gerak gerik mengkritisi penguasa, akan selalu diintip, dipantau, dan bila perlu digagalkan. (KR14)