Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Mual dan Muntah Usai Divaksin, Warga di Bali Ini Keluhkan Respon Petugas Medis
10 Mei 2021 10:57 WIB
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Seorang perempuan bernama Consita Maria Ina Goran (27), penerima vaksin Astra Zeneca di kabupaten Badung, Bali mengaku demam dan mual setelah disuntik vaksin pertama. Ia mengaku sempat menghubungi petugas kesehatan namun tidak mendapat respon yang semestinya.
ADVERTISEMENT
Rahman Sabon Nama sang paman menjelaskan, sesuai kartu vaksinasi COVID-19 yang Consita peroleh, perempuan itu mengikuti vaksinanasi di Desa Dalung yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Sabtu (08/05/21) pukul 09:47 WITA. “Di catatan bawah kartu vaksin, apabila terdapat gejala pasca dilakukan vaksinansi dapat mengubungi dr. Ni Luh Ketut Ayu Ratnawati disertai nomor teleponnya," ungkapnya Senin (10/05/21)
Meski begitu, Rahman mengungkapkan, nomor yang tercantum tidak merespon panggilan ataupun pesan Whatsapp dari keponakannya yang saat itu mengalami keluhan. "Dokter itu tak merespon pesan WA tentang keluhan pasien sampai detik ini,” ujarnya.
Dijelaskan, usai divaksin Consita kembali ke kostnya untuk istriahat, ia terbangun sekitar pukul 15:00 WITA. Saat itu di kaget lantaran tiba-tiba tubuhnya panas tinggi dan lelah. “Kok tubuh saya panas sekali, pegal-pegal, rasa cemas, ketakutan, mual dan muntah-muntah. Pikiran saya, ini pasti efek vaksin tadi. Saya mau kontak dokter tapi tidak bisa. padahal sudah tiga kali saya muntah di kost,” kata Consita, seperti dikisahkan Rahman.
ADVERTISEMENT
Saat itu dia hanya bisa pasrah dan menangis di kamarnya. Sialnya lagi, paket WA dan pulsa telepon habis hari itu. Untung ada facebook, melalui inbox, Consita menginformasikan kondisi kesehatannya kepada anggota keluarganya, Eba Lega dan minta segera datang menjemput.
“Pada Sabtu malam kondisinya makin memburuk. Sekitar jam 11 malam keluarga beberapa kali kirim pesan WA kepada dokter dalam surat vaksin itu tapi tak ada respon. Akhirnya Minggu pagi sekitar jam 05:00 WITA, Consita dilarikan ke Rumah Sakit Sanglah,” ungkap Rahman.
Setelah mendapat perawatan intensif, sekitar pukul 10:30 Wita Consita Maria Ina Goran diizinkan pulang. Namun, biaya rumah sakit senilai Rp 305.200 dibebankan kepada Consita. Meski sudah diberi tahu pasien ini korban vaksin, sambil memperlihatkan kartu vaksin tadi, pihak rumah sakit tetap menganggapnya sebagai pasien umum.
ADVERTISEMENT
Menurut Rahman, perlakuan pihak rumah sakit ini tidak benar. Walupun nilainya kecil, tapi harus diusut. Sebab, vaksinansi ini program nasional dan menggunakan anggaran negara. “Jadi kalau ada efek setelah seseorang menerima vaksin, itu menjadi tangungjawab negara, bukan tanggung jawab pasien secara pribadi, ini harus diusut supaya tidak menjadi kebiasaan,” tegas Rahman.
Dihubungi mengenai kasus ini, dr. Ni Luh Ketut Ayu Ratnawati yang menjadi penanggung-jawab sebagaimana tertera di kartu vaksinasi mengaku belum mengetahui kasus ini. "Saya belum tahu apakah yang bersangkutan sempat nelpon atau WA, saya sedang cari belum ketemu, karena mungkin saja tertanam di bawah karena memang banyak sekali yang mengeluh," ungkapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
dr Ratnawati berujar, banyak orang yang mengungkapkan keluhan kepadanya setelah mendapat vaksin COVID-19. "Yang mengeluh ke saya tiap hari itu banyak sekali bisa sampai 50 orang nelpon dan WA tiap hari, kalau memang saya tidak ada pekerjaan sedang pasti saya jawab, tapi kalau sedang rapat pasti saya jawab dengan sopan saya sedang rapat," tanggapnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku, sejak proses vaksinasi berjalan, pihaknya di dinas kesehatan Badung begitu sibuk. "Sekarang di Badung kita sudah menyuntik (vaksin) 200 ribu orang, jadi bayangkan berapa orang yang sudah nelpon dan wa saya, dan saya berusaha jawab keluhan para pasien bahkan sampai diatas jam 12 malam," tegasnya.
Sementara itu, menanggapi keluhan lantaran disuruh membayar biaya perawatan itu, Ratnawati mengungkapkan akan mengecek lebih lanjut. "Nah saya harus mengumpulkan pihak yang sakit (meminta keterangan) di aturan kalau punya kartu JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) maka tidak bayar, karena bisa diklaim ke BPJS," terangnya.
Sementara, jika tidak punya kartu JKN kata Ratnawati, pihak pemerintah tengah membuat mekanisme lain. "Nah sampai sekarang belum ada mekanismenya," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau pasien punya kartu JKN syukur berarti, tapi kalau tidak, artinya itu mekanisme lain itu, berarti jadi mungkin saja rumah sakit jadinya narik (menyuruh membayar)," terangnya.
Ia menerangkan, saat ini, pihak Puskesmas Kuta Tengah turun mengecek keadaan terkini Cotila. "Sekarang tim saya di Puskesmas Kuta utara sedang turun mengecek keadaan pasien tersebut," tandasnya. (Kanalbali/WIB)