Konten Media Partner

Nengah Gama, Pria Asal Bali yang 'Sulap' Limbah Jadi Jam Dinding

13 Juli 2019 12:33 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jam dinding ramah lingkungan karya Nengah Gammas (kanalbali/GAN)
zoom-in-whitePerbesar
Jam dinding ramah lingkungan karya Nengah Gammas (kanalbali/GAN)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - I Nengah Gama, pria asal Bali yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Dari tangan kreatifnya, Gama mampu mengolah limbah menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai, yakni jam dinding.
ADVERTISEMENT
Pria berusia 58 tahun ini mendukung gerakan cinta lingkungan sekaligus Peraturan Daerah (Perda) tentang kewajiban menggunakan bahasa, aksara, dan sastra Bali melalui pembuatan jam dinding tersebut.
Uniknya, bukan sekadar limbah, ia menggunakan limbah yang tak lazim untuk membuat jam dinding. Mulai dari piringan hitam, bahan daur ulang kayu, hingga gir motor.
Gama memiliki studio sekaligus galeri yang diberi nama Gamma Art Clock yang berlokasi di Jalan Raya Munggu, Kapal.
“Jam itu kan setiap orang melihatnya, jadi ini adalah sarana bagus untuk sosialisasikan Pergub Bali,” ujar Gama saat ditemui di stand Pesta Kesenian Bali, Sabtu (13/7).
Untuk memasarkan usahanya tersebut, ia tak hanya memilih memasarkan secara offline, tapi juga memasarkan dengan online.
ADVERTISEMENT
“Saya padukan seni fotografi dan daur ulang yang kemudian saya bentuk jadi sebuah jam dinding yang memuat angka aksara Bali,” ujarnya.
Jam dinding yang terbuat dari limbah tersebut juga ia padukan dengan bahasa dan aksara Bali. Ide tersebut terbesit dipikirannya agar orang mudah mengingat dan menghafal angka Bali tersebut. Ia menginginkan salah satu kebudayaan Bali ini bisa diingat oleh masyarakat. Pria asli Tabanan ini juga berharap kedepannya juga akan membuat jam tangan dari limbah dengan dipadukan aksara Bali.
Ia mengaku desain yang ia buat pada jam dindingnya muncul dari mana saja. Misalnya, ketika ia sedang ngayah membuat sate, ia pun langsung membuat jam dinding dengan foto sate upakara yang memiliki jumlah tertentu.
Sejak kemunculannya, permintaan jam yang ia produksi cukup banyak seperti dari Lembaga Perkreditan Desa (LPD), kelurahan, hingga dari kalangan sekolah.
ADVERTISEMENT
"Secara tidak langsung mereka belajar aksara Bali khususnya angka," tutur Gama.
Ia juga merasa bangga dengan karyanya tersebut setelah mengetahui di beberapa hotel dan restoran mengaku cukup terbantu dengan inovasinya tersebut.
"Mereka ternyata tidak mengetahui angka Bali," ujar Gama.
Tidak hanya di Bali, karyanya tersebut sudah dikirim hingga wilayah Tangerang. Harga jam dinding itu dibandrol mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 350 ribu tergantung bahan yang digunakan dan jenis bahannya, mengingat ada jam dinding dengan edisi limited. (kanalbali/GAN)