Pameran di Bali, Perupa Swiss Sandingkan Karya dengan Lukisan Made Wianta

Konten Media Partner
25 Januari 2023 8:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Stephan Spicher bersama salah-satu karyanya - RFH
zoom-in-whitePerbesar
Stephan Spicher bersama salah-satu karyanya - RFH
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
GIANYAR, kanalbali.com - Maestro pelukis Bali Made Wianta telah berpulang pada 2020 silam. Tapi kreativitas dan karya-karyanya masih terus dikenang.
ADVERTISEMENT
Salah-satunya melalui pameran “Between Chaos and Form” yang digelar sahabatnya, perupa asal Swiss, Stephan Spicher dan menampilkan karya mereka.
Pameran yang dibuka pada Selasa (24/1/2023) di Komaneka Gallery, Keramas, Gianyar itu akan berlangsung hingga 7 Februari 2023.
“Ini kelanjutan dari berbagai proyek bersama mereka sebelumnya,” kata kurator pameran Jean Couteau.
Beberapa proyek yang telah mereka lakukan bersama di antaranya, bekerja bersama di studio Stephan di Rancate, Ticino, dan Basel Swiss, serta Crossing Lines yang telah dipamerkan baik di Bali (2001) maupun di Basel (2002), serta St. Petersburg dan Art Moscow Rusia (2005).
Intan Kirana Wianta bersama salah-satu karya Made Wianta - RFH
Jean menyebut, kedua pelukis mewakili dua latar kebudayaan yang berbeda. Dalam pertemuan antara keduanya, terjadi persilangan-persilangan gagasan.
ADVERTISEMENT
Terlebih Wianta kemudian sempat tinggal di Brussel, Belgia (1975-1977) dan kemudian Stephan pun kerap tinggal di kampung halaman Wianta di Apuan, Tabanan, Bali .
Wianta kemudian lebih banyak berada dalam posisi mempertanyakan format kebudayaan Bali dan menuangkan dalam karya-karyanya.
Sementara Stephan mencoba memahami kegelisahan Wianta mengenai Bali yang justru sedang dinikmatinya sebagai sebuah studio yang baru dan berbeda.
“Dalam diri Wianta, saya melihat esensi kebudayaan Bali. Meskipun dia bukan seniman yang menggunakan simbol-simbol budaya Bali sebagai sumber inspirasinya,” katanya.
Made Wianta (kiri) bersama Stephan Spicher - IST
Hal itu yang membuatnya lebih intens bergaul dengan Wianta dibanding dengan perupa-perupa lainnya di Bali.
Dia melihat Wianta dan gagasan keseniannya sebagai bagian dari proses yang chaostic untuk kemudian menemukan format baru dimana harmonisasi ditemukan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Jean Couteau menimpali, Wianta adalah perupa yang sudah melampaui simbolika Bali karena gagasannya yang lebih universal.
Jika pun ditemukan nuansa Bali dalam karya, hal itu adalah sesuatu yang natural karena dia lahir dan dibesarkan dalam budaya Bali.
Namun demikian, Wianta tak hanya terlena dengan pergulatan eksistensi individual dana melupakan refleksi terhadap peristiwa sosial.
Karya Wianta, khususnya dalam bentuk art preformance dan instalasi, kerap kali mewakili kegelisahannya seperti pada karya “Jalan’ yang mengkritik kemacetan di Ubud, Art and Peace (2000) serta karya tentang tragedi bom Bali. (kanalbali/RFH)