Pelaku Pariwisata Yakin Pernyataan Senator Australia Tak Pengaruhi Turis ke Bali

Konten Media Partner
8 Agustus 2022 10:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di kawasan Kuta, bali - IST
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di kawasan Kuta, bali - IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR, Kanalbali.com -- Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali (GIPI) Ida Bagus Agung Partha mengatakan Pernyataan Pauline Hanson, salah Senator Australia, tidak berdampak pada kunjungan wisatawan ke Bali.
ADVERTISEMENT
"Dampak pada pariwisata Bali tidak ada, malah sekarang tercatat (kunjungan Australia) paling tinggi," kata Gus Partha, Senin (8/8).
Menurut data bulan Juni, tingkat kunjungan wisman Australia memang tercatat paling tinggi dibandingkan negara lain seperti India, Singapura dan Jerman.
Pada Juni 2022 saja tercatat 61.855 wisatawan Australia berkunjung ke Bali disusul India tercatat 17.425 orang, Singapore 13.189 dan Jerman 7.845 orang. Menyusul negara lain seperti Perancis, Malaysia, Inggris dan sejumlah negara lain.
Dikatakan Gus Partha apa yang dilakukan Pauline Hanson semata-mata hanya untuk mendapat dukungan politik. Sehingga tidak berdampak pada pariwisata. Apalagi pelaku pariwisata di Bali telah bertemu dengan konsulat Jenderal Australia di Bali.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali (GIPI) Ida Bagus Agung Partha - IST
Dalam pertemuan ini tidak ada masalah dengan kunjungan truis Australia. Namun, pemerintah Australia hanya menerbitkan aturan yang harus ditaati oleh setiap warganya yang usai berkunjung ke negara yang terdapat wabah Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) pada sapi.
ADVERTISEMENT
"Peringatan itu diberlakukan kepada warga Australia yang habis bepergian ke daerah yang ada kasus PMK," ucap Gus Partha.
Atas terbitnya peraturan ini, Gus Partha mengaku bisa memahami. Pasalnya pemerintah Australia juga punya kepentingan mencegah PMK masuk ke Australia.
"Penyakit PMK menimbulkan risiko yang signifikan bagi industri peternakan Australia. Jika wabah PMK mencapai daratan Australia, akan menyebabkan hilangnya produksi daging dan susu, mencegah perdagangan dan mungkin akan memerlukan penyembelihan banyak hewan untuk mengendalikan penyakit," ucap Gus Partha. (kanalbali/ROB)