Polda Bali Dalami Laporan Dugaan Makar LBH Bali dan 4 Mahasiswa Papua

Konten Media Partner
4 Agustus 2021 11:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demo mahasiswa di LBH Bali - dok.LBH Bali
zoom-in-whitePerbesar
Demo mahasiswa di LBH Bali - dok.LBH Bali
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR - Pihak kepolisian Polda Bali tengah mendalami laporan dugaan makar yang dilakukan oleh Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bali, Ni Kadek Vany Primaliraing, dan empat mahasiswa asal Papua.
ADVERTISEMENT
Kabid Humas Polda Bali Kombes Syamsi, Rabu (04/08/21) mengemukakan, setelah mempelajari lebih lanjut aduan itu, pihak kepolisian akan memanggil kedua belah pihak, baik pelapor maupun terlapor, untuk dimintai klarifikasi.
"Sampai saat ini terkait dumas yang masuk masih didalami dulu oleh penyidik Ditreskrimum, kemudian akan dipanggil pihak teradu untuk klarifikasi," terangnya.
Direktur LBH Bali itu diadukan oleh Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) Bali, Senin (2/8) kemarin. Aduan tersebut diterima Polda Bali nomor laporan Dumas/539/VIII/2021/SPKT/Polda Bali.
Empat Mahasiswa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pun Ikut Dilaporkan Atas Dugaan Makar, yakni YK, YB, JSD dan NB. Dugaan tindak pidananya adalah tindak pidana makar yang diatur dalam pasal 106 dan Pasal 110 KUHP.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa bukti yang digunakan dalam laporan itu, diantaranya video aksi saat aksi menyikapi tahanan politik dan pembebasan Papua dan Papua Barat pada Senin (31/5) lalu, dan postingan LBH Bali di akun instagram yang memuat gambar seorang aparat TNI AU menginjak kepala seseorang warga Papua.
Postingan instagram yang dipersoalkan dan dilaporkan ke Polda Bali - IST
Sementara itu, empat mahasiswa AMP yang ikut dilaporkan lantaran menggelar aksi deklarasikan kemerdekaan Papua Barat pada Selasa (27/7) di Asrama Papua di Denpasar.
Atas aduan itu, Vany Primaliraing menanggapi pelaporan itu merupakan bentuk pelemahan Hak Asasi Manusia (HAM). "Ini adalah bagian dari pelemahan HAM, kriminalisasi pengabdi bantuan hukum dan rasisme terhadap kawan-kawan Papua," tanggapnya.
Selain itu, kata dia, kegiatan yang dilakukan Aliansi Mahasiwa Papua (AMP) merupakan bentuk kebebasan berpendapat di muka umum. "AMP berhak mendapatkan pendampingan hukum dalam saat berpendapat di muka umum," jelasnya
ADVERTISEMENT
Vanny menjelaskan, berdasarkan kode etik advokat, seorang kuasa hukum tak bisa dituntut secara perdata maupun pidana lantaran memberikna bantuan hukum.
"Kami mendampingi dan memberikan bantuan hukum bagi pemohon bantuan hukum, bahkan teroris pun masih punya hak atas bantuan hukum, apalagi kawan-kawan yang hanya menyampaikan pendapat di muka umum," terangnya. (Kanalbali/WIB)