Konten Media Partner

Politisi Bali Harus Mau Bersatu di Tingkat Nasional

13 Februari 2019 3:28 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ni Luh Jelantik (Ujung kiri), I Gusti Agung Putri Astrid, AA Bagus Adi Mahendra Putra, Gde Pasek Suardika dan Nyoman Wiratmadaja - kanalbali/LSU
zoom-in-whitePerbesar
Ni Luh Jelantik (Ujung kiri), I Gusti Agung Putri Astrid, AA Bagus Adi Mahendra Putra, Gde Pasek Suardika dan Nyoman Wiratmadaja - kanalbali/LSU
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com – Para politisi Bali harus mau bersatu di tingkat nasional dengan melepaskan ikatan partai dan kelompoknya saat memperjuangkan kepentingan Bali. Selain jumlahnya yang sedikit, seringkali ada sentimen agama pula yang harus dikelola dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan itu yang muncul dalam diskusi “Meneropong Aspirasi Bali di Senayan” yang digelar Forum Peduli Bali pada Selasa (12/2) di Kubukopi, Denpasar. Diskusi menghadirkan pada Calon Legistatif DPR RI, yakni Gede Pasek Suardika (Partai Hanura), Ni Luh Jelantik (Nasdem), I Gusti Agung Putri Astrid (PDIP) dan AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Golkar).
Pasek Suardika mencontohkan, upaya untuk menjadikan Bali sebagai daerah yang dikelola secara khusus sebenarnya sudah merupakan perjuangan yang dimulai pada tahun 1999. “Dulu ada istilah otonomi khusus, kemudian berubah dengan otonomi asimetris dan kemudian ada usulan RUU Provinsi Bali,” jelas yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Tapi perjuangan ini selalu gagal karena ada orang luar kemudian menilai Bali ingin menjadi seperti Aceh atau Papua. Padahal inti dari perjuangan itu adalah untuk menjaga agar Bali sebagua pulau kecil bisa dikelola dengan baik dengan mempertahankan ciri khas adat dan budayanya. Selain itu ada keadilan bagi Bali dari sisi keuangan karena Bali tak memiliki Sumber Daya Alam.
ADVERTISEMENT
Saat ini, tegasnya, dari usulan Dewan Perwakilan Daerah sebenarnya usulan UU Provinsi Bali sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR RI. Sayangnya ketika berhasil dimasukkan pada 2015, RUU ini tidak segera diperjuangkan bersama-sama oleh para wakil Bali. Sekarang ini baru kembali ada semangat dari Gubernur baru Wayan Koster. “Tapi ini sudah susah karena semua anggota DPR sudah pergi ke Daerah Pemilihan untuk pemilu legistatif,” jelasnya.
Gde Pasek Suardika (kanalbali/LSU)
Sementara itu I Gusti Agung Putri Astrid menegaskan, di tingkat nasional, kepentingan Bali memang harus dikontestasikan dengan berbagai kepentingan dari daerah lain atau kepentingan yang mewakili ideologi yang berbeda. Misalnya dalam melihat pariwisata Bali, pernah ada pemikiran untuk mengembangkan wisata Syariah di Bali yang dalam pemikiran orang Bali sangat tidak diperlukan.
ADVERTISEMENT
Menghadapi yang sperti itu, kata dia, diperlukan kemampuan komunikasi yang baik agar masalah itu tak berkembang menjadi isu agama. “Makanya saya bilang ke mereka, Raja Faisal dari Arab saja tak masalah datang ke Bali tanpa istilah pariwisata Syariah, jadi mengapa harus diperdebatkan,” ujarnya yang kini duduk di Komisi VIII DPR RI.
Sementara itu Ni Luh Jelantik menekankan, kepentingan Bali sebenarnya tak jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi dimana pun di Indonesia, dimana masih ada kemiskinan, pendidikan yang kurang berkualitas dan rendahnya akses terhadap kesehatan. Tugas para politisi, kata dia, adalah mendorong kebijakan yang dapat mengatasi masalah-masalah itu.
Ia sendiri sebagai pelaku UKM berharap, bisa memperjuangkan eksistensi UKM khususnya yang digagas oleh anak-anak muda. Selama ini, perjuangannya adalah di luar ranah politik dengan mendidikan rumah belajar Ni Luh bagi para wirausaha muda.
ADVERTISEMENT
AA Bagus Adhi Mahendra Putra menyebut, salah-satu kepentingan Bali adalah menyelamatkan pertanian dan perikanan yang makin tergerus karena tertinggal oleh perkembangan pariwisata. “Padahal di Bali, subak sudah diakui sebagai aset budaya yang luar biasa,” ujarnya. Untuk itu, memperjuangkan pertanian yang lestari dan mensejahterakan menjadi agendanya yang utama.
Menanggapi diskusi tersebut, pengamat politik dari Universitas Warmadewa Nyoman Wiratmadja Msi menilai, bukan hal yang mudah untuk menyatukan para politisi Bali. “Mereka terikat pada garis partai serta kepentingan kelompok yang berbeda-beda,” tegasnya. Karena itu dibutuhkan pula dorongan dari masyarakat sehingga para politisi itu terus merasa diawasi sebagai wakil rakyat.
Mengenai bias dari luar dalam melihat kepentingan Bali, menurutnya bisa diatasi dengan menempatkan agenda Bali itu sebagai bagian dari kepentingan nasional. “Jadi kalau Bali itu minta perlakuan khusus itu karena untuk mempertahankan Bhinneka Tunggal Ika, jangan ditonjolkan sebagai kepentingan Bali saja,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Wiratmadja juga menekankan, perlunya para politisi di Bali bersatu di tingkat lokal sebelum memperjuangkan kepentingan Bali di tingkat nasional. Ia mencontohkan, kegagalan pengajuan revisi UU Pemprov Bali merupakan indikasi bahwa di tingkat lokal pun belum ada kesepakatan diantara para politisi bahkan yang berada dalam satu partai. (kanalbali/LSU/RFH)