Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Prihatin Maraknya KDRT, Aktivis di Bali Dirikan Solidaritas Lawan KDRT
4 November 2018 15:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
DEKLARASI Solidaritas lawan KDRT diluncurkan aktivis perempuan di Bali, Minggu, 4/11 di Denpasar - kanalbali/RFH
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Aktivis pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Bali mendeklarasikan gerakan 'Solidaritas Lawan KDRT', Minggu, 4/11, di Kubukopi, Denpasar. Mereka prihatin dengan banyaknya kasus KDRT dimana pihak perempuan cenderung menjadi korban.
"Sialnya, ketika berusaha melawan, perempuan kemudian diposisikan sebagai pelaku," kata Nengah Budawati, aktivis dari Bali Woman Crisis Center (BWCC).
Kasus yang paling menonjol dan kini sedang ditangani adalah kasus pembunuhan anak-anak oleh ibu kandungnya Putu Septiani. Kalangan aktivis menilai, hukuman 4 tahun 6 bulan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah sudah cukup adil karena melihat latar belakang peristiwa itu.
Yakni, Septiani sebelumnya terus menjadi korban KDRT oleh suaminya serta lingkungannya. Namun, Jaksa yang menungut Septiani dengan hukuman 19 tahun penjara tetap mengajukan banding.
ADVERTISEMENT
"Ini yang menjadi perhatian kita. Karena sebenarnya, Septiani harus dihukum dengan rehabilitasi, bukan hukuman penjara," kata Luh Sukawati yang menjadi pendamping hukum Septiani.
Pihaknya akan terus melakukan advokasi agar hukuman Septiani tidak ditambhkan oleh Pengadilan Tinggi hingga di Mahkamah Agung. Selan itu, Septiani harus mendapatkan perawatan psikologis agar tidak melakukan tindakan yang fatal pada dirinya sendiri.
Sementara itu aktivis dari LBH APIK Bali, Luh Anggreni menyatakan, KDRT harus menjadi agenda bersama agar tidak dianggap hal yang sepele dalam keluarga-keluarga di Bali. "Saat ini aparat penegak hukum pun banyak meremehkan. Kalau ada kasus dianggap ujungnya pasti akan berdamai," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Padahal dengan adanya UU Penghapusan KDRT No 23 Tahun 2004 mestinya aparat penegak hukum bersikap tegas untuk menghindari masalahnya menjadi lebih fatal.
Selain BWCC dan LBH APIK, lembaga lain yang terlibat dalam solidaritas ini antara lain Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI), Tim Advokasi Perlindungan Anak (TAPA), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW), Ladies Lawyer Bali, Lentera Anak Bali, Asosiasi Profesi Hukum Indonesia (APHI), Bali Sruti dan LBH Panarajon. (kanalbali/RFH)