Rayakan Ultah ke-28, Museum ARMA Ubud Luncurkan Buku Koleksi Karya Adiluhung

Konten Media Partner
11 Juni 2024 7:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Agung Rai (berkaca mata hitam) bersama penulis buku Jean Couetau saat peluncuran buku - RFH
zoom-in-whitePerbesar
Agung Rai (berkaca mata hitam) bersama penulis buku Jean Couetau saat peluncuran buku - RFH
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
UBUD, kanalbali.com - Suasana open stage Agung Rai Museum of Art (ARMA) di Ubud tampak meriah pada Senin (10/6/2024) saat digelar perayaan ulang tahun ke-28. Pada kesempatan itu diluncurkan pula sebuah buku berjudul Agung Rai Museum of Art: The Sidelined Prince and His Collection.
ADVERTISEMENT
“Museum ini untuk menyambungkan masa lalu, masa kini dan masa depan. Sebagai tempat berkumpul teman-teman pecinta seni dan kemanusiaan,” kata Anak Agung Gde Rai mengungkapkan cita-cita awalnya ketika mendirikan museum.
Bersama sang istri Anak Agung Rai Suartini (Gung Biyang), telah merinstis pendirian museum sejak tahun 1985. Pada Minggu, 9 Juni 1996 museum ini diresmikan oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada saat itu.
Seiring waktu, koleksi museum makin berkembang dan berbagai aktivitas pun dilakukan sehingga museum ARMA dikenal sebagai The Living Museum karena tak pernah sepi dengan berbagai kegiatan budaya dari skala lokal hingga internasional.
Ka-ki : Agung Rai, dan istri Anak Agung Rai Suartini bersama sejumlah tokoh Jaiz Darga (Art Dealer), Made Bandem (budayawan) dan Wayan Dibia (budyawan) - IST
Koleksi museum kemudian didokumentasikan dalam Buku Agung Rai Museum of Art: The Sidelined Prince and His Collection ditulis oleh Jean Couteau dan Warih Wisatsana.
ADVERTISEMENT
Terangkum dalam buku setebal 326 halaman ini karya-karya adiluhung seniman klasik dan tradisional ataupun modern Bali, maestro seniman modern Indonesia, termasuk seniman-seniman luar negeri mumpuni. Keragaman koleksi Museum ARMA diwujudkan melalui tahapan seleksi dan kurasi yang teliti, dikenal memiliki standar tinggi dan bereputasi internasional.
“Gung Rai merupakan sosok yang bersahaja, tenang, santun namun akan segera menyala-nyala begitu diajak bicara perihal kebudayaan dalam, arti seluas-luasnya,” ujar Putu Suasta, aktivis yang juga pengamat budaya dan merupakan project coordinator penerbitan buku ini.
Ia juga menegaskan bahwa ARMA bisa menjadi museum hub atau model jejaring perputaran kebudayaan yang mewakili Indonesia dan mempertemukan publik internasional.
Budayawan I Made Bandem menyebut, Agung Rai sebagai tokoh yang visioner dalam mempertemukan kesenian Bali dengan dinamika masyarakat global, khususnya dalam merespons masalah-masalah kemanusiaan. Tak heran bila kemudian museum ini sempat dikunjubgi tokoh seperti Barack Obama dan juga penerima nobel perdamaian Desmond Tutu.
ADVERTISEMENT
Adapun sejumlah peristiwa seni budaya penting bagi Indonesia dan dunia digelar di ARMA. Diantaranya: Kongres Bambu Internasional dengan tema “Bambu, Manusia dan Lingkungan Hidup” pada 19 Juni 1995. Ditandai pagelaran musik rakyat yang diikuti seniman-seniman berbagai negara.
Kegiatan berskala internasional ini dihadiri tokoh-tokoh dunia seperti penulis buku kontroversial Megatrend 2000 John Naisbitt, Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore, Perdana Menteri Costa Rica, dan ilmuwan Paul Hankiss. Tidak ketinggalan dari Indonesia hadir Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Pariwisata Joop Ave, budayawan yang juga mantan Menteri KLH Emil Salim.
Peristiwa “Quest For Global Healing I”, pada 3-4 Desember 2004, yang dihadiri sekitar 450 tokoh dunia, termasuk di antaranya Pemenang Nobel Perdamaian, Arkbishop Emeritus Desmond Tutu. Juga Pameran “Asian Watercolor Confederation 2005” se-Asia Pasifik (China, Hongkong, Korea, Myanmar, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia, Australia dan Amerika).
ADVERTISEMENT
Tercatat pula, ARMA pernah menyelenggarakan Pameran Sergio Lopez Orozco dari Meksiko dengan tajuk “Homage to Miguel Covarrubias” dan Peringatan seabad Walter Spies (1895-1955), kerja sama pemerintah Jerman (Goethe Institut), pemerintah Indonesia dan ARMA.
ARMA juga berkolaborasi menyelenggarakan festival internasional Puja Saraswati, pada 27 November 2015 di Washington DC. Diikuti Kedutaan Besar dan Konsulat Indonesia di seluruh dunia sekaligus peluncuran buku "Saraswati in Bali: A Temple, A Museum and Mask" ditulis oleh Prof. Ron Jenkins dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, bersama budayawan Prof. Dr Made Bandem asal Bali.
( kanalbali/RFH)