Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten Media Partner
Ribuan Burung Pipit di Bali Mati Bersamaan, BKSDA: Mereka Memang Satwa Koloni
10 September 2021 15:16 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
DENPASAR - Peristiwa jatuhnya ribuan burung pipit ke tanah di Gianyar, Bali, ternyata bukanlah yang pertama kalinya di Bali. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali mencatat, selama 5 tahun terakhir terjadi fenomena yang sama.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya terjadi di di area Sanglah Kota Denpasar, juga di Selemadeg Kabupaten Tabanan,” kata Sulistyo Widodo SHut MSc, Kepala Seksi Wilayah 2, BKSDA Bali, Jumat (10/9/2021).
Mereka mati secara bersamaan karena burung pipit ini satwa koloni yang hidup berkelompok dalam jumlah besar untuk mengurangi resiko terhadap predator. “Termasuk saat beristirahat pun bergerombol. Biasanya di satu pohon yg besar bisa sampai ribuan burung,” jelasnya.
Mengenai kematian yang mendadak mesti dibuktikan secara scientific melalui proses otopsi dari bangkai dan kotoran burungnya. Namun, ada beberapa kemungkinan yang bisa diprediksikan.
Pertama, burung burung tersebut memakan pakan yang terkontamisasi atau tercemar atau mengandung herbisida dan atau pestisida yang sifatnya toxic bagi burung.
Setelah memakannya, tentu burung tidak langsung mati, karena proses toxifikasi juga memakan waktu untuk sampai tingkatan mortalitasnya. Kemungkinan besar saat burung burung tersebut beristirahat malam dan paginya bangkai burung berserakan. “Jadi bukan akibat lokasinya di makam/setra,” katanya.
Kemungkinan kedua, kata dia, adalah tertular penyakit tertentu. Mengingat burung pipit hidupnya berkoloni dalam jumlah besar, maka penularannya akan cepat sehingga angka kematiannya juga dalam jumlah besar. Bisa juga, jelasnya, akibat virus atau penyebab yang lan yang harus dibuktikan dengan analisa bangkai dan analisa kotoran burung.
ADVERTISEMENT
Penyebab lainnya, adalah akibat ada perubahan drastis iklim. “Contoh serupa adalah matinya ikan Koi di kolam terbuka saat hujan pertama kali turun, atau matinya ribuan ikan dalam keramba akibat adanya upwheeling endapan bahan kimia, atau cuaca panas dan kemudian tiba tiba turun hujan,” jelasnya.
“Misalnya saja, cuaca di Bali sedang panas, pada saat burung burung beristirahat malam, tiba tiba hujan lebat turun, suhu dan kelembaban udara berubah drastis, burung kaget, stress, dan kemudian mati massal,” jelasnya. (kanalbali/RLS/RFH)