news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Selaput Dara Bukan Simbol Kesetiaan, Seksolog Puji Penghapusan Tes Keperawanan

Konten Media Partner
16 Agustus 2021 13:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Kowad di Pusdik Kowad. Foto: YouTube TNI AD
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Kowad di Pusdik Kowad. Foto: YouTube TNI AD
ADVERTISEMENT
DENPASAR – Seksolog dari Universitas Udayana, Bali, Made Oka Negara menilai, keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa untuk menghapus tes keperawanan bagi calon prajurit perempuan sudah tepat.
ADVERTISEMENT
“Itu sebuah langkah maju dalam upaya menghilangkan diskriminasi pada perempuan,” katanya, Senin (16/8/2021).
Dia menyebut, selama ini belum ada referensi yang cukup valid menjelaskan alasan mengapa harus ada tes keperawanan sebelum seorang wanita masuk ke dunia militer. Tapi dia menduga, hal itu dikaitkan dengan perilaku seksual yang setia kepada pasangan. “Apalagi tes itu juga diberlakukan kepada calon istri prajurit,” katanya.
Hal itu menjadi dilematis karena kerusakan selaput dara yang menjadi simbol keperawanan bisa jadi karena adanya kecelakaan yang menyebabkan benda tumpul masuk dalam kelamin perempuan atau penyebab lain.
Seksolog Universitas Udayana, dr Made Oka Negara, M.Biomed, FIAS - IST
Di sisi lain, ada juga tipe perempuan yang karena benar-benar menjaga selaput daranya namun justru banyak melakukan hubungan seksual secara oral dan anal. “Ada juga yang konsultasi soal bahaya memakai gaya itu, setelah saya tanya lebih jauh, ternyata dia menghindari hubungan kelamin supaya masih perawan saat nikah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Masalah juga muncul karena saat ini sudah ada operasi khusus yang bisa memperbaiki selaput dara yang disebut hymenoplasty. “Nah, kalau seseorang sudah pernah berhubungan seks kemudian menjalani operasi saat akan mengikuti tes calon prajurit, khan bisa saja dia lolos,” jelasnya.
Oka Negara mengusulkan, jika ingin melihat perilaku seksual dikaitkan dengan masalah kesetiaan, dia lebih setuju dengan penggunaan test psikologi baik melalui kuesioner maupun wawancara mendalam.
“Tes keperawanan itu benar-benar bikin stress. Saya juga pernah menangani konsultasi dengan teman yang akan menikah dengan prajurit dan harus menjalani tes itu. Padahal dia mengaku belum pernah berhubungan, ” tegasnya. (kanalbali/RFH)