Konten Media Partner

Tren Yoga di Bali: Dari Olah Spiritual hingga Komersialisasi Gaya Hidup

25 Mei 2021 9:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Latihan yoga modern | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Latihan yoga modern | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
UBUD - Ketenaran yoga telah menelusup ke berbagai lapisan masyarakat. Aktivitas yang sejatinya punya nilai spiritual ini pun kadang hanya dijadikan sebagai sebuah gaya hidup yang kemudian menimbulkan kontroversi.
ADVERTISEMENT
Praktisi yoga sekaligus Pendiri Komunitas Yoga Gembira, Yudhi Widdyantoro menyebut, sebelum mempraktekkan yoga, mestinya seseorang memahami filosofinya. Yoga, terang dia saat ditemui kanalbali Selasa (25/5/2021) berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti 'penyatuan', yang bermakna penyatuan dengan alam ataupun Sang Pencipta.
"Dari akar kata 'Yuj' yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa)," ujarnya. Secara filosofis yoga, juga merupakan upaya membebaskan diri awidya (kegelapan) menuju pembebasan batin.
Pria yang kerap disapa pak Yudhi itu menjelaskan, terdapat kesamaan antara manusia dengan alam semesta, dimana cara kerja sistem-sistem tubuh memiliki sesamaan dengan sistem yang ada di tata surya. Dalam ilmu kedokteran, kata dia terdapat 50 trilyun sel.
ADVERTISEMENT
Setiap sel itu saling berbeda, lalu tergabung kedalam kelompok-kelompok sehingga membentuk organ tubuh dan kemudian tercipta sistem kerja tubuh, seperti pencernaan, reproduksi, pernafasan, semua sistem itu saling berhubungan. "Nah, disana diyakini tubuh manusia adalah representasi sistim galaksi semesta," jelasnya.
Tak hanya pada representasi gerakan, ber-Yoga menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa di mana seseorang memusatkan seluruh pikiran, untuk mengontrol panca indranya dan tubuhnya secara keseluruhan.
Praktisi yoga sekaligus Pendiri Komunitas Yoga Gembira, Yudhi Widdyantoro - IST
Kendati demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diulas lebih mendalam mengenia gelaran itu. Tantrik Yoga Orgasme, timpal Yuddi seakan mereduksi makna yoga itu sendiri. "Disimplikasikan direduksi padahal lebih dari itu, lebih kepada kesadaran lingkungan kosmis, bahkan dari sana kita lebih mengenal diri kita, alam konteks berhubungan dengan semesta. Ketika jagat kecil dan ageng itulah yoga," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya melihatnya ini (kelas yoga orgasme) hanya fenomena dagang, itu kan judulnya sangat bombastis, tentu persaingan dagang untuk menarik orang banyak," jelasnya.
Padahal, penggunaan kata itu ungkap Yudhi lebih personal. Ia menduga, masyarakat di Bali keberatan lantaran kata tantrik dan orgasme lebih banyak diidentikan dengan urusan seksual. "Hal personal yang dijadikan urusan publik ya itu pertanyaan besar, ini seperti muatan unsur lifetyle yang dikemas jadi sangat sexy jadi harapanya lagi kalau bukan uang," ucap Yudhi.
Ia juga mengkritisi beberapa hal dalam acara itu. Pertama, yakni pihak penyelenggara. "Guru yoga yang melaksanakan harus jujur juga, buat survey secara saintifik, apakah dia sudah melakukan survey sebelumnya dan setelahnya before and after dari planing, harus ada hasil saintifik, apakah dia yakin sudah menguasai ilmu itu untuk melakukan itu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, yakni pihak vendor tempat acara, mengapa setuju untuk melakukan aktivitas itu. "Dan yang ketiga yakni pesertanya, apa lasan dia mau ikut, apa ekspektasinya, apa dia yakin dengan kompetensi gurunya sudah kompeten," ungkapnya.
Tak hanya itu, ia juga mengkritisi pihak yang berwajib seperti Imigrasi serta Kemenkumham. Menurut saya, pihak Kemenkumham perlu dikritisi juga, kok sepertinya kecolongan, sudah ada kejadian, bahkan sampai lebih 50 kali, kok bisa terulang," ungkapnya.
Ia juga mengusulkan agar para praktisi yoga (Yogi) di Bali dan tokoh adat untuk membicarakan hal ini. Khususnya, mengenai antisiapai agar fenomena itu tak terulang lagi. (Kanalbali/WIB)