Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten Media Partner
Usung Tema Kritik Sosial, 30 Karya Grafis Dipamerkan
14 Juli 2018 5:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Bentara Budaya Bali (BBB) kembali menggelar pameran seni grafis, sebagaimana rutin diselenggarakan setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Kali ini, dihadirkan 30 karya seni grafis terpilih buah cipta pegrafis Muhlis Lugis (29). Ia merupakan Pemenang III Kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V. Pembukaan berlangsung Sabtu (14/07) .
Merujuk tajuk “Kemana Harga Diri”, karya-karya ini mencerminkan lbudaya Bugis, Makassar yang kuat melekat dalam diri Muhlis Lugis. Muhlis Lugis dilahirkan di Ulo, Sulawesi Selatan dengan latar belakang budaya Bugis, yang dikenal sangat menjunjung tinggi norma adat untuk menjaga harga diri dan martabat hidup.
Budaya ini dikenal dengan sebutan Siri’ yang berarti budaya malu atau harga diri. Falsafah ini yang mendorong orang Bugis untuk bekerja keras, menjaga martabat dan menjaga norma. Hal ini yang kemudian menjadi landasan berkarya Muhlis.
ADVERTISEMENT
“Kesempurnaan manusia dalam pandangan hidup orang Bugis Makassar apabila mereka memiliki siri’,” ujar Muhlis,
Yakni, rasa malu dan harga diri. Kesadaran seseorang dapat dilihat dari siri’ yang tertanam di dalam dirinya.
” Munculnya berbagai macam fenomena siri’ di dalam masyarakat menginspirasi saya dalam menciptakan karya seni untuk melakukan kritik sosial dan provokasi terhadap masyarakat untuk menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya menanamkan nilai siri’”ungkapnya yang sempat menjadi Pemenang Program Parallel Event BINALLE JOGJA XII Equator #2 tahun 2013.
Dia juga pernah melakukan residensi “AIR Yogyakarta” Say Art Space, Mullae, Seoul, Korea Selatan (2014), dan Mini residensi, Teras Print Studio, Yogyakarta, Indonesia (2015).
Muhlis Lugis mewakili generasi penggrafis terkini Indonesia. Dengan karya cukilan kayunya yang kaya akan detail, kelam, dan peka dalam membangun drama tentang hiruk-pikuk manusia di era global, Muhlis seakan melawan arus utama seni rupa kontemporer yang begitu ringan memadukan berbagai medium.
ADVERTISEMENT
Alih-alih, ia setia dengan sebuah teknik kuno yang kini mulai langka sejak Suromo, Mochtar Apin dan Baharudin Marasutan pada akhir 1940-an mempopulerkannya dan Rivai Apin menyebut teknik ini sebagai debutan baru di medan seni rupa Indonesia saat itu.
grafis dengan melanjutkan trienal berikutnya yang direncanakan akan digelar pada 2018 ini.
Salah seorang dewan juri kompetisi ini, Aminudin TH. Siregar, menyebutkan dalam tulisannya bahwa karya Muhlis yang membangun imaji surreal tampil hampir pesimis dalam menyoroti tingkah polah manusia global.
Juri menilai karya itu menawarkan hubungan-hubungan yang rumit namun mengusik kesadaran terahadp apa yang tengah terjadi pada dunia global dewasa ini.
Pameran Muhlis Lugis bertajuk “Kemana Harga Diri” masih akan berlangsung hingga 23 Juli 2018 di BBB. (kanalbali/RLS).
ADVERTISEMENT