Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten Media Partner
Yuk Malam Ini Ikut Dialog Sastra di Bentara Bali
4 Februari 2018 9:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB

ADVERTISEMENT
Titah Pratyaksa (kiri) dan Supartika, sastrawan muda yang akan bicara dalam Dialog Sastra di Bentara Bali (kanalbali/dok.Bentara)
ADVERTISEMENT
Denpasar, kanalbali.com—Bentara Budaya Bali , Minggu, 4 Februari mala mini, kembali menggelar dialog Sastra. Kali ini akan membincangkan bagaimana penulis-penulis muda, khususnya di Bali, memperjuangkan bahasa ibu sebagai sarana ekspresi.
“Ini bukan perkara romantisme atau mengagungkan masa lampau, melainkan upaya menyikapi aneka problematik kekinian di era multimedia yang serba lekas dan bergegas,” kata Warih Wisatsana, Direktur Bentara Bali.
“Sebuah bahasa konon layaknya organism,” lanjutnya. Niscaya tidak sedikit bahasa-bahasa di dunia ini yang perlahan menghilang dan punah. Bahasa Kawi atau Bahasa Jawa Kuno, berikut tulisannya, juga tengah menghadapi dilema seperti itu.
Banyak pihak prihatin dan mencoba melakukan upaya-upaya konservasi, terlebih mengingat bahwa banyak karya-karya besar semisal Kitab Sutasoma, Negarakertagama dan lain-lain, terbukti mengandung keindahan bahasa sekaligus bermuatan nilai-nilai serta ajaran luhur kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Narasumber dialog kali ini I Putu Supartika, penulis muda yang menggunakan bahasa Bali sebagai media ekspresi, serta Titah Pratyaksa,M.Ikom (Akademisi, Pemerhati Budaya Bali). Selain perihal melestarikan bahasa Ibu, dibincangkan pula bagaimana bahasa Ibu dapat mewakili ekspresi generasi kini, di tengah ramainya penggunaan media sosial, berikut kemunculan bahasa-bahasa ‘gaul’ .
Jauh sebelum itu, sekitar tahun 1989, sastrawan Ajip Rosidi telah menggagas Hadiah Sastra Rancage sebagai salah satu upaya merawat dan memuliakan Bahasa Daerah atau Bahasa Ibu. Mulanya hanya mencakup sastra Sunda, namun kemudian diberikan juga kepada sastra Jawa (sejak 1994), sastra Bali (sejak 1998), dan sastra Lampung (sejak 2008). (kanalbali/RFH)